Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Srawung Demokrasi Boyolali, Rakyat Sadar Oligarki Harus Dilawan

Foto: Istimewa

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Prihatin dengan demokrasi DI Boyolali yang kini dianggap telah mati, sejumlah elemen masyarakat setempat menggelar acara bertema “Srawung Demokrasi Boyolali”, Kamis (14/10/2021).

Sebagai pihak pengundang, Kapt (Purn) Yusuf menekankan kepada seluruh aktivis Boyolali yang hadir untuk berani atau tidak sama sekali.

“Yen wani aja wedi-wedi, yen wedi aja wani-wani” (kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani-berani),” ujarnya, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.

Hal itu digaungkan dalam rangka bersama-sama menghidupkan kembali demokrasi di kota susu tersebut.

Rakyat Boyolali, menurut Yusuf,  sadar bahwa Oligarki harus dilawan.

Acara “Srawung Demokrasi Boyolali” tersebut menghadirkan dua orang pemantik materi, yakni Dr. Sarbini, M.Ag (Dosen Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta) dan Dr. Abdul Kharis Almasyhari, M.Si (Wakil Ketua Komisi I DPR RI).

Dalam paparannya, Dr. Sarbini mengatakan bahwa sepanjang sejarah rakyat dalam melawan oligarki, membutuhkan kesabaran yang lebih.

Saat ini, terang Sarbini, upaya melawan oligarki harus diupayakan melalui berbagai tahapan.

Mulai dari membangun jejaring dan dialog, membangun kesadaran bersama, membangun kesadaran milenial di era digital saat ini.

“Mulai melihat dan menganalisis wacana yang terbelah dan membangun wacana alternatif gerakan,” terang Dr Sarbini.

Sebaliknya, pemantik materi kedua, Dr. Abdul Kharis Almasyhari, M.Si yang saat ini menjabat Wakil Ketua Komisi I DPR RI mengatakan bahwa ketika oligarki menguat, maka rakyat perlu ada pencerahan.

Apabila membiarkan oligarki, maka ancaman ketidakadilan akan terjadi secara terus menerus.

Ibaratnya, jelas Abdul Kharis, saat ini demokrasi telah mati di Boyolali. Sehingga perlu langkah nyata dan bersama-sama seluruh elemen masyarakat Boyolali untuk kembali menghidupkan demokrasi di Boyolali.

“Salah satunya juga melalui forum Srawung Demokrasi Boyolali seperti saat ini,” terang Abdul Kharis.

Diketahui, acara “Srawung Demokrasi Boyolali” dihadiri berbagai lintas organisasi massa (Ormas), LSM, aktivis gerakan, akademisi, tokoh masyarakat Boyolali dengan menggunakan protokol kesehatan (prokes) ketat.

Seluruh peserta yang hadir mengapresiasi pertemuan “Srawung Demokrasi Boyolali” yang diakhiri dengan Tumpengan Demokrasi.

Tumpengan menggunakan ayam jago sebagai perlambang memulainya gerakan kembali untuk menghidupkan demokrasi di Boyolali.

Acara tumpengan demokrasi dengan ayam jago merupakan kesadaran bersama rakyat Boyolali guna mengembalikan kehidupan demokrasi yang selama ini dianggap telah mati. Suhamdani

Exit mobile version