BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sri Surantini (73) tak menyangka bakal digugat oleh dua anak kandungnya sendiri, terkait hibah tanah miliknya di Dukuh Klinggen, Desa Guwokajen, Kecamatan Sawit.
Meski demikian, dia menegaskan bakal mengikuti persidangan sampai tuntas.
Bahkan, dia pun masih tinggal di rumah yang sudah dihibahkan kepada anaknya tersebut. Dengan tenang, dia menceritakan awal hibah tanah miliknya. Dirinya mengaku sudah berusaha bertindak adil terhadap lima anaknya.
“Tanah ini pemberian budhe saya. Beliau saya rawat hingga beliau meninggal,” katanya, Jumat (26/11/2021).
Dijelaskan, tahun 2012 lalu, dia membagi tanah dan rumah itu kepada anak- anaknya dengan cara hibah. Gunawan (anak pertama) dapat bagian seluas 235 m2, lalu ke Aris Harjono (anak ketiga) dapat 576 m2, Wiwik (anak kelima) 250 m2.
“Afrizal cucu saya, itu anaknya Rini. Dia saya kasih tanah di bagian depan 142 m2. Soalnya, dia saya rawat sejak kecil.”
Dia pun kaget ketika anak kedua, Rini Sawestri (55), dan anak keempat, Indri Aliyanto (47), menggugat dirinya di pengadilan. Sri menceritakan, bahwa kedua anaknya tersebut sudah mendapatkan bagiannya sendiri.
“Mereka sudah dapat bagian juga.”
Waktu itu, Rini mau membangun rumah di Salatiga dan minta bantuan. Lalu dia menjual tanahnya yang berada di Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak pada 1993 seluas 200 m2. Uangnya diberikan kepada Rini.
Sedangkan Indri yang memiliki usaha mebel ternyata bangkrut tahun 2011. Indri ternyata juga menggadaikan sertifikat tanah yang ditempatinya di Dukuh Klinggen, Guwokajen dan tak bisa membayar.
“Rumah terancam dilelang bank. Untuk menutup hutang bank itu, saya menjual lagi tanah di Dibal, Ngemplak seluas 350 m2.”
Karena itu, dia tak menyangka, kedua anaknya tersebut tega menggugatnya di pengadilan. Padahal musyawarah keluarga sudah dilakukan beberapa kali. Anak-anaknya yang mendapat uang ganti rugi (UGR) tol juga sepakat memberikan sejumlah uang.
Yaitu untuk penggugat 2, yakni Indri sebesar Rp 250 juta serta tanah kosong di Jatirejo, Sawit. Sedangkan penggugat 1, Rini, mendapat UGR dari tanah sang anak yang nilainya sekitar Rp 200 juta.
“Tapi, niat damai malah ditolak Rini dan Indri. Kedua anak itu kukuh memperkarakan saya di pengadilan. Ya sudah, saya tak mau ambil pusing. Biar saja.” Waskita