Site icon JOGLOSEMAR NEWS

VAKSIN DAN AIR KELAPA MUDA

Warung kelapa muda di Kendal. Foto: dok

Khafid Sirotudin. Foto:dok

Catatan : Khafid Sirotudin*

Selasa siang, (14/12/2021) kami menuju Puskesmas Weleri II, salah satu UPTD di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal. Jam tangan menunjukkan waktu jam 10.57 WIB. Tiga menit sebelum pelayanan vaksin ditutup. Terlihat di ruangan ada seorang ibu dengan anaknya, usia sekitar 6 tahun. Si ibu datang untuk melakukan vaksin pertama Sinovac, pasca beberapa bulan melahirkan.

Kami datang ke Puskesmas untuk menerima vaksin tahap 2 Pfizer. Mundur 2 pekan dari jadwal seharusnya, akhir November 2021. Selain ada keterlambatan pasokan vaksin, kebetulan ada sedikit kesibukan kami di luar kota.

Dari Tony, adik kelas di FE Undip kami mendapatkan WApri informasi bahwa vaksin Pfizer telah tiba di Bandara Cengkareng, Jumat 3 Desember 2021. Alhamdulillah mendapat informasi faktual dari Tony, manager operasional salah satu perusahaan supply and chain di Jakarta, yang dipercaya mendistribusikan vaksin ke seluruh wilayah Jawa.

Vaksin yang dikemas dalam kontainer khusus, setelah diambil dari Bandara Cengkareng Banten musti dibawa dulu ke Biofarma Bandung. BUMN yang ditunjuk pemerintah dan bertanggungjawab dalam pengawasan, quality control serta pengamanan vaksin untuk menangani pandemi Covid-19.

Setelah lolos dari Biofarma, barulah vaksin berbagai merk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Estimasi kami 3-4 hari sejak kedatangan vaksin pfizer baru sampai di Jawa Tengah. Dan benar perkiraan itu, setelah pegawai Puskesmas mengabarkan bahwa vaksin pfizer tahap II sudah tersedia melalui WA kepada kami.

Setelah mendaftar kami diperiksa tensi darahnya oleh seorang tenaga medis.

“Tensinya rendah 110/70. Bapak sedang puasa atau sakit?” tanya beliau setelah melihat angka tensimeter.

“Tidak bu, kami sehat dan tensi memang cenderung rendah. Biasanya 110-120/70-80” jawab kami.

“Ya sudah kalo sehat”, selorohnya sambil mempersilahkan pindah tempat duduk untuk divaksin.

“Nanti habis vaksin makan sate, tensinya pasti naik bu” gurauan kami pada tim vaksin.

 

Tidak sampai 10 menit, semua proses vaksinasi hingga in-put data di komputer selesai. Seperti biasa kami bawa cairan probiotik siklus dari rumah untuk mengolesi bekas suntikan vaksin. Sebagai salah satu ihtiar pribadi untuk mengurangi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi/Vaksinasi).

 

Kelapa Muda Wulung

Sepulang dari Puskesmas kami sempatkan mampir di warung “Degan Bakar” (Kelapa Muda) milik Yatin dan Agung. Sepasang suami istri yang sejak tahun 2006 merintis usaha kaki lima berupa kedai air kelapa muda, baik yang orisinil maupun bakar.

Lokasinya persis di seberang jalan depan SMK Muhammadiyah 3 Weleri. Menempati salah satu DMJ (Daerah Milik Jalan) Provinsi yang sudah tidak seramai dulu. Sebenarnya ruas jalan sepanjang 4 kilometer ini, merupakan Jalan Daendels.

Kami membeli 2 buah degan bakar dan 1 buah “degan ijo wulung” (kelapa muda hijau jenis wulung). Secara tradisional air degan ijo wulung dipergunakan masyarakat Jawa untuk mengatasi berbagai keluhan keracunan atau detoksifikasi.

Mengeluarkan racun akibat beragam makanan dan minuman yang dikonsumsi. Di antaranya yang disebabkan makan “gadhung” ( Dioscorea hispida Dennst ), buah dari sejenis tanaman merambat yang jika mengolahnya tidak sempurna bisa menyebabkan keracunan (Jawa: mendem gadhung). Atau mabuk karena biji dan buah kecubung ( Datura metel L. ), sangat efektif jika diberi air degan ijo wulung.

Salah satu ciri yang mudah dilihat untuk mengetahui kelapa hijau wulung yaitu ketika kulit kelapa dikupas. Terlihat warna kemerahan di bekas irisan kulit kelapa bagian dalam. Kelapa hijau biasa atau kelapa gading (kulit warna kuning) tidak akan kelihatan warna kemerahan.

Ciri lainnya, tempurung (Jawa: batok kelapa) lebih tipis. Penjual bubur atau makanan berbahan santan kelapa, tidak mau menggunakan kelapa hijau wulung. Karena membuat warna kecoklatan pada makanan olahan yang diproduksi.

 

UMKM di Kala Pandemi

Kedai degan bakar milik Yatin dan Agung termasuk salah satu usaha yang mampu bertahan di kala pandemi covid-19. Sebelum merintis usaha pada tahun 2006 (15 tahun lalu), Agung adalah penjaga SD Muhammadiyah Weleri dan Yatin penjual makanan di lingkungan SD meneruskan warisan usaha Lek Kitri. Penjual “bakso klothak” jaman kami sekolah disana. Dinamakan bakso klothak, karena berbahan tepung yang digoreng sehingga teksturnya keras. Membutuhkan waktu 5-10 menit terendam kuah bakso agar cukup empuk untuk dinikmati.

Ada sektor UMKM yang mampu bertahan bahkan meningkat omzetnya saat pandemi. Diantaranya produk madu, tanaman hias dan herbal. Banyak masyarakat membutuhkan untuk meningkatkan imunitas tubuh dan sekedar mencari hiburan berkebun aneka tanaman hias di halaman rumah. Fenomena harga tanaman “rondho bolong” (Jawa : ron=daun, dho=pada, bolong=berlubang) dan aglonema merah sempat viral dan banyak dicari orang.

Harga jahe dan empon-empon sempat pula naik tinggi selaras dengan kebutuhan masyarakat luas. Jahe emprit, jahe merah dan jahe gajah sempat bertengger di kisaran harga Rp 80.000 per kilogram pada saat pandemi Covid-19 menggila. Sekarang sudah kembali normal pada harga Rp 17.000-20.000 per kilogram. Justru harga minyak goreng sejak Oktober 2021 yang gantian meningkat tak terkendali hingga saat ini.

Sebelum pandemi, Agung dam Yatin bisa menjual 2.000 buah kelapa muda selama sepekan. Atau rata-rata 250-300 buah per hari. Pada saat puncak pandemi melonjak jauh hingga 5.000-7.000 kelapa muda per minggu, rata-rata 700-1.000 buah sehari. “Awake nganti koklok mas, hari Ahad kami harus libur (badan sampai capek sekali mas, sehingga setiap Ahad kami libur)”, cerita Yatin sambil menyiapkan pesenan kami.

Degan bakar di kedai Agung dan Yatin dihargai Rp 15.000 per buah. Sekali proses membakar di dalam tong, bisa 15-20 buah dengan waktu 1-2 jam. Pada saat pandemi kemarin, terpaksa mereka menambah 2 tong khusus untuk pembakaran.

Setelah dibakar, air kelapa muda ditambahkan potongan jahe, serai dan 1 sendok makan sirup khusus. Sirup terbuat dari perpaduan bahan aneka rempah, empon-empon, gula dan madu. Sebuah perpaduan pangan lokal yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan imunitas tubuh.

 

“Sampun mas, kadingaren tindak piyambak (pesanan sudah siap, tumben berangkat sendiri)” sapa Agung setelah menyelesaikan pesanan kami. “Iya bar vaksin di Puskesmas mampir sisan. Piro kabeh (Iya sehabis vaksin di Puskesmas sekalian mampir. Berapa semua)” jawab kami. “Sekawan doso gangsal ewu (Rp 45.000)” sahut Yatin. Kami serahkan selembar uang Rp 50.000 sambil menerima pesanan.

“Maturnuwun ya Gung. Wis mugo2 berkah kanggo sak omah lan sedulurmu kabeh (terimakasih ya Agung. Semoga menjadi berkah buat keluarga dan saudaramu semua)” jawab kami. “Amien mas kaji”, jawab mereka berdua bersamaan sambil memberikan kembalian Rp 5.000.

 

Selalu ada hikmah di setiap peristiwa kehidupan. Para sesepuh kami sering mengingatkan adanya “cakra manggilingan”

(perputaran kehidupan) yang harus dilewati. Kadangkala suatu peristiwa menjadi musibah bagi sekelompok orang. Namun disisi lain menjadi berkah buat sebagian kecil kelompok lainnya. Tak terkecuali bagi para pelaku usaha UMKM di berbagai sektor ekonomi.

Wallahu’alam

 

*Penulis adalah Pemerhati Pangan, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jateng.

Exit mobile version