Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Dinilai Matikan Wong Cilik, Pedagang BBM Eceran di Sragen Rame-Rame Desak Pemerintah Stop Izin Pertashop. Omzet Makin Sepi, Cari Rp 1.000 Perak Susahnya Setengah Mati

Salah satu pedagang BBM eceran asal Jono, Tanon. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Menjamurnya outlet penjualan BBM Pertashop di wilayah Sragen, berimbas buruk terhadap nasib pedagang BBM eceran.

Merebaknya outlet penjualan BBM mirip SPBU mini yang khusus menjual Pertamax itu dinilai mematikan usaha kecil yakni pedagang eceran BBM.

Mereka pun mendesak pemerintah melalui dinas terkait berani tegas menyetop izin pendirian Pertashop yang makin marak..

Sebab sejak menjamurnya Pertashop yang berjumlah puluhan di hampir semua kecamatan di Sragen, omzet pedagang BBM eceran kini anjlok drastis.

Gino Waluyo (45) misalnya pedagang BBM eceran asal Dukuh Sendang Wuluh RT 30, Desa Bonagung, Kecamatan Tanon. Ia mengakui sejak menjamurnya Pertashop, omzet penjualannya jauh berkurang.

Penurunan omzet mencapai 70 persen. Jika sebelumnya omzet hariannya bisa menjual 90 liter BBM Pertalite maupun Pertamax, kini omzetnya anjlok tinggal 20 liter perhari.

“Dampaknya merosot banget Mas. Dulu biasanya sehari 60 liter sampai 90 liter, sekarang sekitar 20 liter paling. Sejak ada SPBU di Gabugan dan belakangan muncul Pertashop-pertashop yang makin banyak. Makanya kalau bisa disetop dan jangan boleh didirikan Pertashop, kasihan rakyat kecil,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (27/1/2022).

Adanya SPBU dan menjamurnya Pertashop membuat pelanggannya mulai beralih memilih ke situ. Apalagi jarak Pertashop yang relatif dekat antar satu outlet ke outlet lainnya makin mempersempit peluang pelanggan melirik pedagang eceran.

“Saya jualan bensin (Pertalite dan Pertamax) eceran sudah 16 tahun. Tapi baru merasakan sepi sejak adanya Pertashop ini. Saya jual Pertalite perliter di sini Rp 9.000. Apalagi sekarang kalau beli kulakan cuma dikasih 10 liter sehari, padahal dulu mau beli berapa liter, berapa jeriken dikasih terus,” ujarnya kesal.

Senada, Sriyantinah (50) penjual BBM eceran asal Jono RT 4, Desa Jono, Kecamatan Tanon, mengaku sangat terpukul dengan maraknya Pertashop.

Sebab sejak menjamurnya outlet Pertashop, omsetnya berkurang dan pendapatannya pun otomatis anjlok.

Ia pun mengecam kebijakan pemerintah membuka lebar-lebar keran pendirian Pertashop yang berimbas mematikan pedagang eceran.

“Wong rakyat kecil mau cari penghasilan sedikit kok ya disaingi. Kami jual hanya Rp 9.000 perliter. Sekarang jadi sepi sejak banyak Pertashop Mas,” tuturnya.

Salah satu pedagang BBM eceran di Bonagung, Tanon. Foto/Wardoyo

Ia terang-terangan menolak pendirian Pertashop yang kian hari kian banyak. Pemerintah diminta menghentikan izin pendirian Pertashop yang dinilai banyak merugikan pedagang kecil.

“Saya tidak setuju beneran, soalnya penghasilan berkurang kok, ini aja hanya warung kecil. Sekarang kulakan 10 liter 3 hari belum habis. Padahal dulu sehari bisa 10 liter lebih sekarang sehari cuma.bisa 1 sampai 2 liter. Susah Mas, sekarang mau cari duit Rp 1000 susahnya setengah mati sejak ada Pertashop,” tandasnya.

Marak dari Pengusaha sampai Pejabat

Sebelumnya, data yang dihimpun JOGLOSEMARNEWS.COM , demam investasi stasiun pengisian bahan bakar minyak (BBM) Pertashop memang tengah melanda Sragen.

Tak main-main dalam kurun setahun terakhir, puluhan unit Pertashop mendadak bermunculan menjamur di berbagai wilayah di Sragen.

Pantauan JOGLOSEMARNEWS.COM , gerai Pertashop yang menjual BBM Pertamax itu muncul di hampir semua wilayah kecamatan. Meski modalnya disebut ratusan juta, tak menghalangi kemunculan Pertashop.

Warga antri untuk membeli pelumas Pertamina bonus 1 Liter Pertamax di pertashop Tanggan, Gesi, Sragen, Rabu (22/9/2021). Foto/Wardoyo

Selain pengusaha SPBU, kalangan pejabat hingga petinggi aparat dikabarkan ramai-ramai tergiur dan mendirikan Pertashop.

Fenomena menjamurnya Pertashop itu dibenarkan dinas terkait. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Tedi Rosanto tak menampik memang banyak bermunculan Pertashop selama pandemi setahun terakhir.

“Kalau data pasnya kami nggak hafal. Yang jelas sudah puluhan Pertashop berdiri. Memang rame masuk ke Sragen sejak 2020 sejak pandemi,” paparnya kepada wartawan belum lama ini.

Tedi menyampaikan secara legalitas Pertashop berbeda dengan Pertamini. Usaha Pertashop berdiri atas rekomendasi Pertamina sehingga legal serta takarannya lebih terjamin.

Kehadiran Pertashop justru dimungkinkan memang perlahan untuk menggeser Pertamini yang selama ini cenderung dianggap ilegal.

Pihaknya berharap kesadaran masyarakat jika mendirikan usaha yang legal seperti Pertashop.

“Soal itu (ada pejabat dan aparat yang ikut mendirikan), kami enggak bisa matur. Karena semua warga negara punya hak sepanjang punya modal dan memenuhi aturan. Entah itu pejabat atau enggak, kalau sudah memenuhi proses izin, ya sah-sah saja,” tukasnya. Wardoyo

Exit mobile version