Beranda Daerah Solo Mengais Rupiah di Usia Senja:  Kisah Mbah Jamu yang Setia Jalan Kaki...

Mengais Rupiah di Usia Senja:  Kisah Mbah Jamu yang Setia Jalan Kaki dari Kampung ke Kampung

Poniem (63) yang masih setia berjualan jamu gendong di rumah kontrakannya di Bibis / Foto: Selvia Safitri

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Menginjak usia 63 tahun, kebanyakan orang akan mulai memetik hasil dari buah perjuangannya. Anak-anak sudah dewasa dan bebannya menjadi lebih ringan.

Namun gambaran seperti itu hanyalah ilusi bagi Poniem. Di usianya yang sudah uzur itu, ia masih bekerja keras berjualan jamu gendong, keliling dari kampung ke kampung di Kota Solo.

Orang-orang sering menyebutnya dengan Mbah Jamu. Wanita asal Desa Tawangsari, Wonogiri itu tinggal sendirian tinggal di rumah kontrakan, berjualan jamu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia merantau ke Solo untuk berjualan jamu. Setiap harinya, ia hidup sendirian di kontrakan di Bibis Baru RT 03 / RW 24, Nusukan. Rumah kontrakannya sangat sederhana, hanya beralaskan semen dan berdinding kayu.

Di usianya yang sudah tak lagi muda, ia masih memiliki semangat yang tinggi untuk mengais rezeki.

Setiap harinya, Mbah Poniem jalan kaki dengan tenggok penuh jamu di punggungnya. Ia tawarkan dagangannya kepada setiap orang yang ia temui.

Pekerjaan itu dia lakoni dengan tekun, hari demi hari, bulan demi bulan, hingga sekarang sudah berjalan 10 tahun.

Baca Juga :  Pasbata Pasang Badan, Dukungan Prabowo Pada Ahmad Luthfi - Taj Yasin Murni Atas Nama Ketum Gerindra 

“Berjualan jamu sudah 10 tahun di Solo, ya untuk mencari uang. Cari uang di Desa juga sulit,” ujar Poniem saat ditemui di kontrakannya (15/01/2022).

Meski pendapatan yang dia peroleh tidak sebanding dengan kebutuhannya, namun Poniem tetap setia menekuni pekerjaannya itu.

“Lha, mau kerja lain juga tidak bisa,” katanya kepada Joglosemarnews.

Setiap hari Poniem harus bangun pagi hari untuk meracik jamunya. Tak banyak-banyak, ia hanya membuat lima botol jamu saja. Dengan jumlah itu pun, terkadang jamunya tidak selalu habis.

“Sehari cuma buat 5 botol, terus nanti jalan kaki ditawarkan keliling. Kalau belum habis, biasanya saya keliling lagi ke kampung yang lain,” ujarnya.

Pendapatan yang ia dapat dri berjualan jamu tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal, setiap bulannya ia harus membayar biaya kontrakan dan listrik.

Terkadang untuk makan saja ia hanya makan sayur-sayuran yang ia masak pagi dan nanti setelah ia pulang berjualan jamu ia makan kembali.

Baca Juga :  Menggebu-Gebu Saat Kampanye Akbar di Solo, Ahmad Luthfi: Bapak Jokowi Telah Memberikan Dukungan Pada Kita

“Ya tidak cukup, mau tidak mau ya harus dicukupkan,” ujarnya.

Melihat hidupnya yang serba pas-pasan, tetangga ikut prihatin dan menaruh iba. Bahkan karena merasa trenyuh, para tetangganya juga sering membagikan masakannya kepada Poniem.

Kadang ketika Poniem sakit tetangganyalah yang mengantarkan ia ke klinik.

“Ya kasihan, kadang ya saya kasih masakan saya, terus kalau sakit ya saya antar ke klinik,” ujar Linda, tetangganya. Selvia Safitri