Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Ratusan Guru Honorer di Sragen Menangis Gagal PPPK, DPRD Ingatkan Tak Boleh Digeser. Disdikbud Diminta Usulkan Formasi Sebanyak-Banyaknya!

Sugiyamto. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ratusan guru honorer Kategori 2 (K2) di Sragen kembali menangis setelah gagal lolos di seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK atau P3K) tahap kedua.

Mereka sebagian besar gagal lolos karena tidak ada formasi yang dibuka di sekolahnya. Kalau ada formasi, jumlahnya hanya sedikit sementara pendaftarnya sangat banyak.

Padahal tak sedikit yang sebenarnya lulus passing grade (PG) yang ditetapkan. Seperti di formasi guru agama SD yang banyak honorer K2 lolos PG tapi gagal karena sekolah asal tidak membuka formasi.

Fakta miris itu pun membuat Ketua Komisi IV DPRD Sragen, Sugiyamto, angkat bicara.

Ia meminta dinas pendidikan dan kebudayaan untuk tidak memberhentikan para honorer tersebut. Kemudian dinas dan pihak sekolah diminta tetap memberi mereka tempat dan jam untuk mengajar.

Sebab mereka mayoritas adalah guru honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.

“Kami berharap dinas tetap memerintahkan sekolah untuk memberi mereka tempat dan jam mengajar. Jangan sampai digeser apalagi diberhentikan. Karena mereka yang ikut seleksi tahap 2 ini mayoritas sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun dengan bayaran sangat minim,” tuturnya.

Lebih lanjut, legislator asal PDIP itu juga mendesak Disdikbud untuk segera menginventarisir atau mendata honorer K2 yang lulus PG tapi tidak mendapat tempat karena tidak ada formasi.

Dinas diharapkan bisa mengakomodir mereka dengan mengusulkan formasi di sekolah mereka untuk menampung honorer yang lulus PG tersebut. Sehingga mereka bisa terakomodir dan lulus PPPK seperti yang lainnya.

“Dinas harus memetakan dan membuka formasi sebanyak-banyaknya di sekolah mereka mengajar. Sehingga mereka bisa terakomodir diterima menjadi PPPK. Karena menurut kami mereka berhak diangkat PPPK dengan pengabdian belasan hingga puluhan tahun. Secara kompetensi mereka lebih memahami dan kompeten mengajar. Ini tugas dinas untuk memperjuangkan mereka,” jelasnya.

Sugiyamto juga memandang tes PPPK untuk guru honorer K2 dan berpengabdian lebih dari 10 tahun, dinilai tidak adil. Sebab jika tes itu dibuka luas dan non honorer dibolehkan ikut, maka sama artinya hanya mempermainkan para guru honorer itu.

“Karena kalau mereka yang usianya sudah di atas 40an tahun dan harus bersaing dengan lulusan baru, jelas akan kalah. Pemerintah mestinya bijak, ketika dulu honorer diangkat PNS berdasarkan pengabdian, mengapa ke belakang justru diwajibkan tes. Kasihan mereka, harapan satu-satunya memperbaiki kesejahteraan dan status lewat PPPK harus hilang karena kebijakan yang tidak berpihak,” tandasnya.

Kemenpan-RB Harus Tanggungjawab

Senada, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wiludjeng Pramestuti sebelumnya meminta Kemenpan-RB dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) duduk bersama menyikapi persoalan seleksi honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau P3K.

Pasalnya, fakta di lapangan, banyak guru honorer berusia tua yang menangis karena lolos passing grade (PG) namun gagal karena tak ada formasinya.

Legislator asal PDIP dari Dapil Jateng IV itu mengatakan Kemenpan-RB harus ikut turun tangan berkoordinasi terkait nasib honorer yang lolos PG namun tidak ada formasi.

Ia berharap mereka yang lolos PG bisa ikut ditempatkan sehingga bisa lolos menjadi PPPK.

Menurutnya Kemenpan-RB harus bertanggungjawab memikirkan para honorer yang lolos PG itu karena seleksi mereka merupakan perintah Presiden Jokowi dan Kemendikbud.

“Karena ini masalah Undang-Undang Kepegawaian. Jadi Menpan-RB harus ikut campur dalam keputusan ini. Nggak bisa dong dibiarkan apapun formasinya terdaftar atau tidak mereka disuruh ikut ujian. Itu kan perintah Kemendikbud, kalau sekarang mereka ini lolos terus nggak ada formasinya ini gimana? Ya harus tanggung jawab padahal itu kewenangan Menpan-RB,” papar Agustina kepada JOGLOSEMARNEWS.COM belum lama ini.

Agustina Wildujeng Pramestuti. Foto/Wardoyo

Bendahara DPD PDIP Jawa Tengah itu berharap persoalan formasi dan nasib guru lolos PG itu harus diselesaikan terlebih dahulu. Sebelum seleksi tahap berikutnya digelar.

Kedua kementerian itu diharapkan bisa segera duduk bersama untuk melakukan sinkronisasi terkait persoalan itu.

“Karena ini harapan banyak orang lho. Nggak bisa seenaknya. Ini perintah Pak Jokowi. Maka Menpan-RB harus duduk bersama. Kita juga akan selalu koordinasi bareng-bareng sama menteri supaya yang lolos PS ini bisa ikut ditempatkan. Kasihan mereka yang sudah mengabdi lama,” terangnya.

Agustina juga meminta Kemenpan-RB tidak menerapkan UU Kepegawaian dalam melakukan penempatan guru honorer hasil seleksi PPPK.

Sebab jika mengacu UU Kepegawaian, maka penempatan bisa dilakukan di mana sana secara nasional tergantung Kemenpan-RB.

Hal itu akan sangat menyulitkan bagi guru honorer yang rata-rata sudah mengabdi di wilayahnya. Karenanya seyogianya diharapkan penempatan tetap menyesuaikan wilayah tempat bekerja guru honorer.

“Kalau sesuai UU Kepegawaian mereka bisa ditempatkan di mana saja. Contoh orang lolos dan dari Sragen trus yang slot kurang itu ada di Ternate sana. Kan gila ini Pasti nggak mau dong ditempatkan ke sana. Kalau bikin keputusan jangan kayak gitu lah. Harus ada sistem. Makanya Menpan-RB sama Kemendikbud harus duduk bareng menyelesaikan ini,” tegasnya.

Ia berharap kedua kementerian itu bisa serius memperjuangkan nasib para guru honorer dalam seleksi PPPK.

Di tengah proses seleksi ini, diharapkan kebijakan teknis yang dibuat bisa berpihak pada nasib guru honorer utamanya yang sudah berusia tua dan lama mengabdi.

“Udah lah nggak usah lihat formasinya dan udah daftar tes gitu. Sekarang mereka lulus mau taruh mana. Mereka akan dijejerkan dengan undang undang kepegawaian, pasti nggak mau. Kasihan lah, itu namanya mempermainkan harapan,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version