SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Warga dari sejumlah desa di Kecamatan Masaran, Sragen mendesak pemerintah segera memperbaiki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang selama ini menjadi basis data warga miskin nasional.
Pasalnya, realita di lapangan banyak dijumpai warga yang secara ekonomi sudah mampu tapi masih masuk di data tersebut.
Selain memicu kecemburuan sosial, masuknya data warga yang sudah tidak layak miskin itu dituding menjadi biang tingginya angka kemiskinan di Sragen.
Usulan itu mencuat saat digelar serap aspirasi di kediaman anggota DPRD Sragen, Sugiyamto di Desa Pilang, Masaran, Jumat (4/2/2022).
Dalam kegiatan yang dihadiri 200 pengurus ranting dan tokoh masyarakat se-Kecamatan Masaran itu, salah satu yang menjadi sorotan warga adalah soal DTKS.
“Iya, tadi banyak masukan dari warga agar segera dilakukan perbaikan data DTKS. Karena masih ada orang miskin yang tidak terkover di data, tapi ada yang sudah mampu malah masih terdata,” papar Sugiyamto kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , di sela acara.
Setelah diperbaiki, warga juga mengusulkan agar nantinya DTKS bisa ditempel di balai desa.
Selain sebagai kontrol untuk warga, penempelan DTKS itu juga untuk menggugah kesadaran warga yang sudah layak dan masih terdata agar memiliki rasa malu. Sehingga mereka secara sadar diharapkan mau mundur dari data.
“Kalau ditempel di setiap balai desa, warga akan bisa tahu kalau ada yang tidak mampu belum terkover bisa diusulkan. Kalau ada yang kaya masih masuk, ya biar malu dan mundur. Kalau nggak gitu, nanti yang sudah mampu tetap enjoy masuk di data terus,” jelasnya.
Sugiyamto juga mendukung usulan warga terkait perbaikan DTKS dan pemasangan di setiap balai desa.
Menurutnya langkah itu diyakini menjadi salah satu solusi untuk mengurangi tingginya angka kemiskinan di Sragen.
“Kenapa angka kemiskinan di Sragen tinggi, salah satunya ya karena terlalu banyak warga yang sebenarnya sudah mampu, tapi masih masuk di DTKS. Ini yang perlu segera diverifikasi dan diperbaiki,” tandasnya.
Tertinggi di Soloraya
Sebelumnya, Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati juga mengaku tak habis pikir dengan angka kemiskinan yang terjadi di Sragen.
Alih-alih menurun, angka warga miskin di Bumi Sukowati dalam setahun terakhir justru naik. Dari 2020 ke 2021 angka kemiskinan Sragen naik ke 0,45 persen dari 13,38 menjadi 13,83.
Bahkan, yang mengejutkan, kenaikan angka kemiskinan itu membuat Sragen kini menempati daerah dengan kemiskinan tertinggi atau kabupaten termiskin di Soloraya.
Keheranan Bupati tak lepas dari upaya keras Pemkab yang tak henti menggelontorkan program dan anggaran untuk pengentasan kemiskinan dalam beberapa tahun terakhir.
“Perlu saya sampaikan angka kemiskinan di Kabupaten Sragen tidak turun justru naik. Pada 2020 diangka 13,38 persen kemudian di 2021 angka kemiskinan kami bertambah 13,83 persen. Hanya dibalik saja angkanya,” ujarnya saat mendampingi Wagub Jateng, Taj Yasin Maimoen di Tanon, kemarin.
Bupati menguraikan upaya menekan kemiskinan sebenarnya tak henti dilakukan. Berbagai cara telah dilakukan namun ternyata hasilnya tidak mampu menurunkan angka kemiskinan meski hanya 1 persen.
Ia juga heran karena angka kemiskinan itu berbanding terbalik dengan angka pertumbuhan ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sragen.
Padahal saat ini pertumbuhan ekonomi dan IPM Sragen sudah meningkat melampaui rata-rata Provinsi Jateng.
“Kami coba membuat road map untuk menurunkan angka kemiskinan itu. Tapi kok ya angkanya justru naik ” ujarnya penasaran.
Bupati Yuni bahkan mengaku sempat berkunjung ke Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen dilanjutkan BPS Provinsi Jateng untuk mencari tahu mengapa Sragen masih masuk zona merah kemiskinan di Jawa Tengah.
Ternyata ia curiga dengan metode survei yang dilakukan oleh BPS. Sebab metodenya hanya melakukan survei dengan 10 sampai 20 sampling per kecamatan.
“Kami tanya tentang management survei di BPS. Ternyata ketika survei ada 10-20 orang yang ditanyai setiap kecamatan. Padahal penduduk Sragen sudah satu juta lebih, tentu tidak bisa mewakili,” urainya. Wardoyo