Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Harga Minyak Goreng Mencekik, Belasan Perajin Marneng di Sentra Plupuh Sragen Rame-Rame Menjerit. Ada yang Berhenti Produksi Sampai Kurangi Isi

Pekerja tengah menggoreng marneng di tempat produksi marneng milik Sunardi, di Plupuh, Sragen, Rabu (23/2/2022). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Belasan perajin makanan ringan marneng di sentra produksi marneng Desa Plupuh, Kecamatan Plupuh, Sragen mengeluhkan masih tingginya harga minyak goreng belakangan ini.

Mereka pun terpaksa mengurangi produksi, menaikkan harga jual hingga mengurangi takaran kemasan demi bisa bertahan.

Sunar alias Muhammad Istamar (52) salah satu perajin marneng di Dukuh Bugel Gede RT 15, menuturkan saat ini hampir semua perajin marneng di desanya mengeluhkan mahalnya harga minyak goreng.

Saat ini harga minyak masih mencapai Rp 17.000 hingga Rp 18.000 perliter atau perkilo. Harga itu sangat membebani karena jauh di atas harga normal minyak goreng yang biasanya paling mahal hanya Rp 12.000.

Minyak goreng subsidi yang oleh pemerintah dibanderol Rp 14.000 hingga kini masih sulit didapat.

“Kalau barangnya nggak susah, tapi kendalanya harganya masih tinggi. Teman-teman perajin marneng di sini pada ngeluh semua. Harga minyak mahal terus,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (23/2/2022).

Sunardi saat melakukan pengemasan marneng. Foto/Wardoyo

Ia menguraikan untuk sekali penggorengan di tempatnya rata-rata membutuhkan sekitar 3 jeriken minyak goreng atau sekitar 50 sampai 60 kg minyak setiap hari.

Setiap hari produksi marnengnya sekitar 2 kuintal. Ia terpaksa menggunakan minyak goreng curah sawit yang harganya lebih miring sedikit dibanding harga migor kemasan.

Bahkan, kadang ia harus mencari ke Solo dan Kalijambe demi mendapatkan migor dengan harga lebih miring.

“Sekarang harganya perkg minyak sudah Rp 17.800. Itu pun kadang banyak yang ngeluh timbangan masih kurang. Saat ini kami cari sendiri, di mana ada minyak lebih murah kita langsung cari. Kadang ke Solo kadang Kalijambe,” urainya.

Untuk menekan kenaikan biaya produksi, ia terpaksa menyiasati dengan menaikkan harga jual marneng.

Jika sebelumnya marneng matang perkg dijual Rp 13.500 sampai Rp 14.000, saat ini dinaikkan menjadi Rp 15.000.sampai Rp 15.500.

Meski terkendala harga minyak, saat ini ia masih bertahan produksi dengan mempekerjakan 2 orang karyawan untuk menggoreng dan 8 tenaga dari keluarga untuk membantu pembungkusan.

Kades Plupuh, Setu Startiyanto mengatakan ada sekitar 14 home industri perajin marneng di sentra UMKM marneng di desanya.

Jumlah itu belum termasuk tiga perajin yang belum tergabung dalam paguyuban perajin marneng Guyub Rukun yang dibentuk para perajin.

Saat ini, kondisi usaha mereka memang masih berjalan tapi terkendala dengan mahalnya harga minyak goreng.

“Kalau usahanya tetap jalan, tapi sebagian sedikit mejen (terhambat) karena minyak mahal. Ada yang terpaksa mengurangi produksi, yang biasanya 2 kuintal jadi 1 kuintal. Kemarin bahkan ada satu yang sempat berhenti total ya karena kesulitan dengan harga minyak mahal ini,” ujarnya.

Kades Plupuh, Setu Startiyanto. Foto/Wardoyo

Kades menyampaikan dari desa sebenarnya sudah berupaya membantu mencarikan solusi terkait minyak goreng itu. Akan tetapi saat ini minyak dengan harga subsidi pemerintah yakni Rp 14.000 juga masih sulit diperoleh.

“Dengan kondisi minyak mahal, otomatis produksi turun karena cost produksi yang tinggi. Harapannya mudah-mudahan pemerintah bisa segera turun tangan mengatasi mahalnya minyak goreng ini agar masyarakat dan perajin marneng di desa kami bisa normal kembali,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version