Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Merti Desa di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Boyolali, Simbol Syukur Warga Kawasan Lereng Gunung Merbabu

Warga Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Boyolali sedang  menggelar tradisi Merti Desa, Jumat (11/2/2022) / Foto: Waskita

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Warga Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Boyolali menggelar tradisi Merti Desa, Jumat (11/2/2022) yang bertepatan dengan Jumat pon bulan Rajab pada penanggalan jawa.

Tradisi  digelar di kompleks Sendang Mandirejo, yang merupakan sumber mata air desa setempat.

Ritual diawali dengan kirab sejumlah gunungan lengkap dengan aneka lauk pauk, dengan diiringi sejumlah penari.

Kirab diawali   dari halaman Masjid A Nur menuju Sendang Mandirejo sejauh 200 meter.

Kirab juga diikuti puluhan perwakilan warga yang berasal dari tiga dukuh di Desa Banyuanyar, yaitu Dukuh Dukuh, Dukuh Bunder dan Dukuh Ngemplak.

Sesampai di sumber air Punden Mandirejo, mereka disambut alunan kerawitan dan suguhan tarian gambyong.

Ritual pun dilanjutkan dengan kenduri dan rangkaian doa untuk  keselamatan oleh tokoh agama setempat. Usai doa, warga bersama-sama menikmati gunungan nasi lengkap dengan aneka lauknya. Warga nampak guyub dan kompak.

Menurut Kades Banyuanyar, Komarudin, tradisi tersebut sudah dilakukan secara turun- temurun. Yaitu digelar setahun sekali pada mongso kapat pada penanggalan Jawa, dilaksanakan pada Jumat pon.

“Kegiatan ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, kami juga memohon agar selalu diberi keselamatan dan kemudahan dalam menjalani hidup bermasyarakat dan bernegara,” katanya.
Bahkan, masyarakat Banyuanyar mendukung sepenuhnya acara tersebut. Setiap keluarga di tiga dukuh rela membuat tumpeng dan pelengkapan lauk ayam dan sayuran untuk dibawa dalam tradisi merti desa.

“Bagi masyarakat Desa Banyuanyar dan desa di kawasan lereng Gunung Merbabu, ritual ini sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan.”

Salah satu pengunjung Trenggono (60) asal Semarang mengaku senang bisa mengikuti ritual merti desa di sumber air Punden Madirdo di Desa Banyuanyar.

Dia berhara[ tradisi unik ini dikemas lebih bagus untuk menarik wisatawan.

”Ini sekaligus sebagai simbol kegotongroyongan masyarakat, jadi tradisi seperti ini perlu dilestarikan.” Waskita

Exit mobile version