Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Seremm, Sejumlah Makam di Bantaran Bengawan Solo Kedungupit Sragen Dilaporkan Hilang, Warga dan DPRD Desak BBWSBS Turun Tangan

Ilustrasi makam longsor hanyut ditelan gerusan sungai. Foto/Istimewa

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Warga di bantaran Sungai Bengawan Solo wilayah Dukuh Prayunan, Desa Kedungupit, Sragen, mendesak Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) turun tangan menyikapi kondisi longsor yang terus melanda bantaran sungai di desa itu.

Pasalnya, dampak longsor yang terus menggerus bantaran membuat sejumlah rumah, madrasah hingga musala di tepi bantaran, kini terancam hanyut.

Tidak hanya itu, bahkan sejumlah makam yang ada di wilayah setempat sebagian sudah hilang hanyut tergerus longsor.

“Kuburan sudah banyak yang hanyut. Kalau lima sudah ada yang hanyut. Lalu ada satu rumah warga yang paling parah dan sudah dekat bibir sungai, tiap hujan deras dan sungai baik, dia ketakutan dan mengungsi ke tempat saudaranya,” papar Subeno (46) salah satu tokoh masyarakat Dukuh Prayunan, Kedungupit, Sragen, kepada Joglosemar news.com Kamis (25/2/2022).

Ia mengatakan saat ini kondisi bantaran di wilayah Prayunan memang makin membahayakan.

Lokasi terparah ada di RT 30, Dukuh Prayunan di mana jarak antara sejumlah bangunan rumah dan fasilitas publik hanya tinggal beberapa meter dari bibir sungai.

Atas kondisi itu, warga mendesak agar pemerintah melalui pihak terkait yakni BBWSBS segera turun tangan melakukan pencegahan.

Menurutnya harus ada penanganan misalnya dengan pembuatan talud atau bronjong di kawasan bantaran untuk mencegah agar longsor tak terus terjadi.

“Warga pinginnya dibuat talud atau bronjong. Karena kalau dibiarkan, longsoran akan semakin membahayakan. Yang paling parah juga mengancam Jembatan Sapen. Karena kanan kiri jembatan juga sudah terkikis,” tandasnya.

Subeno mengisahkan kondisi gerusan itu melanda wilayah Prayunan sepanjang hampir 2 kilometer dari jembatan Sapen ke atas.

Dampak longsor yang terus terjadi membuat enam rumah warga di RT 30, kini hanya berjarak 1 meter dari bibir sungai.

Kemudian ada satu Musala, satu madrasah yang juga sudah berhadapan dengan bibir sungai.

Bahkan di areal makam di dukuh setempat, sudah banyak yang hilang hanyut tergerus air sungai acapkali hujan deras dan elevasi tinggi.

“Longsornya sudah sejak tahun 2016. Hampir tiap hujan deras dan sungai besar, areal bantaran selalu terkikis dan makin membahayakan,” paparnya.

Kades Kedungupit, Eko Hartadi mengatakan Pemdes sudah berupaya memfasilitasi keluhan warga itu dengan mengajukan proposal ke Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) selaku pihak yang berwenang.

Seingatnya, hal itu dilakukan tahun 2018 lalu namun sampai sekarang tidak ada respon sama sekali. Bahkan kala itu, pihaknya bersama perangkat desa didampingi oleh petugas DPU Sragen menghadap ke BBWSBS.

“Kita juga sudah merespon dengan membuat proposal agar ada penanganan di bantaran itu. Kita ke BBWSBS Solo. Harapannya agar dibronjong atau dibuat talud di sepanjang bantaran yang ambrol itu. Namun belum ada respon sampai sekarang,” ujarnya.

Sementara, anggota DPRD Sragen dari Desa Kedungupit, Heru Waluyo menyampaikan terkait penanganan bantaran Bengawan Solo memang banyak pemangku kepentingan yang terkait.

Karenanya, pihaknya akan berupaya untuk memfasilitasi dengan berkoordinasi dengan instansi terkait, komisi yang membidangi guna mendesak BBWSBS melakukan penanganan.

“Kalau melihat kondisinya kan sudah membahayakan dan mengancam permukiman serta fasilitas publik lainnya. Harapan kami segera ada perhatian dari BBWSBS,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version