SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rencana eksekusi lahan pekarangan milik kakek berusia 94 tahun, Sahid asal Dukuh Plupuh, Desa Plupuh, Kecamatan Plupuh, Sragen, Selasa (22/2/2022) diwarnai perlawanan.
Kakek asal Dukuh Plupuh RT 5 itu murka dan menolak putusan PN Sragen terkait eksekusi lahan seluas 1.625 M2 yang sudah ditempatinya sejak 1964.
Ia menolak lantaran merasa memegang dokumen kepemilikan sertifikat yang sah atas lahan pekarangan tersebut.
Ia juga menuding putusan sidang gugatan perdata dari PN Sragen yang memenangkan Kasiman selaku penggugat, dinilai tidak sesuai prosedur dan sarat kejanggalan.
“Saya akan melawan sampai di manapun. Ini tanah pusaka, warisan dari pak Kades pertama, eyang dari istri saya. Bukan tanah gono gini. Tanah ini sudah saya tempati sejak 1964 tidak ada masalah. Tapi kenapa tiba-tiba ada yang ingin menduduki tanah saya, ingin merampok tanah saya, ingin menguasai dan merebut tanah saya,” paparnya sembari berapi-api di hadapan tim juru sita dan panitera Pengadilan Negeri (PN) Sragen.
Dengan nada tinggi, Sahid sempat melontarkan kecurigaannya atas putusan PN Sragen tahun 1999 yang memenangkan gugatan yang diajukan Kasiman.
Padahal dari dokumen yang ia miliki, tanah itu sudah terbit sertifikat hak milik atas nama istrinya, alm Laminah Sahid tahun 2005.
Kemudian ia juga menunjukkan beberapa dokumen lain yakni surat pernyataan dari Kadus Dirjo Sudarno dan adiknya, Sudarni, tahun 2008.
Isinya bahwa tanah itu sudah diberikan kepada istrinya selaku cucu dari mantan Kades Plupuh pertama, Minto Hardjono.
Kemudian ia mengklaim ada bukti pipil pajak atau bukti tagihan Pajak Bumi Bangunan (PBB) tanah itu sampai sekarang juga masih atas nama istrinya.
“Tanah itu awalnya dari hak milik C 1227 milik Minto Harjono, kepala desa plupuh yang pertama. Terus minto harjono meninggal dunia, lalu tanah itu dikuasai adiknya yaitu kadus Dirjo Sudarno dan adiknya bernama Sudarni. Keduanya itu memberikan tanah kepada istri saya Laminah Sahid. Bukti dokumennya ada dan surat pernyataan juga ada. Tapi mengapa tiba-tiba muncul gugatan dan di persidangan ternyata saya dikalahkan. Padahal bukti kepemilikan dan dokumen saya lengkap. Dari pemerintah desa, agraria, camat, lurah mengesahkan semua. Ini pasti karena uang. Makanya saya tidak akan memberikan tanah ini sampai anak cucu saya,” urainya.
Keabsahan Persidangan
Lantas, ia mempertanyakan keabsahan persidangan di PN Sragen. Sebab seingatnya proses persidangan perkara itu di gelar tidak di ruangan namun di ruang tamu PN.
Kemudian dirinya juga merasa tidak pernah diberitahu soal putusan. Lantas pernah terbit putusan dari PN Sragen No 70/pdt.G/2021/PN.Sgn tanggal 2 Desember 2021 yang berisi pencabutan gugatan tersebut.
“Tapi mengapa tiba-tiba ada surat pemberitahuan katanya tanah saya akan dieksekusi dan putusannya memenangkan Kasiman. Kalau memang saya salah, harusnya eksekusinya tahun 1999. Tapi mengapa hampir 22 tahun dan sudah pernah ada pencabutan gugatan tahun 2021, kok tahu-tahu ini muncul lagi ontran-ontran mau dieksekusi. Makanya kalau tetap nekat, saya juga akan melawan sampai mana. Saya juga akan lapor pak Presiden Joko Widodo. Agar kasus ini diusut tuntas, kalau ada yang main-main di pengadilan, biar dipecat,” urainya.
Minta Presiden Mengusut Tuntas
Kakek yang tinggal sebatang kara itu menuntut agar pihak PN Sragen dan pemerintah membatalkan putusan yang dianggapnya cacat hukum itu.
“Waktu saya tanya bukti dokumen kepemilikan dari penggugat, tidak pernah ditunjukkan. Katanya sudah dibawa pengadilan. Ini kan aneh, makanya tuntutan saya harus dibatalkan oleh hukum karena ini tidak sah. Saya akan lapor Pak Presiden Joko Widodo. Saya wong cilik, tapi saya tidak takut karena saya membela hak saya,” tegasnya.
Saking emosinya, Sahid juga sempat melontarkan sumpah serapah saat tim jurusita PN Sragen mengecek pekarangannya.
Umpatan dan sumpah serapah itu dilontarkan sejak di balai desa hingga pengecekan di lokasi tanah.
Panitera PN Sragen, Jasmin Ginting yang hadir di lokasi, mengatakan kedatangannya bersama tim juru sita itu dalam rangka mencocokkan obyek yang menjadi sengketa antara Kasiman selaku penggugat dan Sahid selaku tergugat.
Ia mengaku belum ada eksekusi. Meski sudah ada putusan persidangan, masih terbuka kesempatan bagi kedua belah pihak untuk berdamai.
“Kalau soal berkasnya, pastinya diberkas lah, kan berkasnya di kantor. Lainnya silahkan ke sana nanti ke humas,” ujarnya.
Jasmin mengatakan perihal tudingan proses persidangan yang oleh tergugat dinilai janggal, ia menyebut bahwa pihaknya tidak bisa menilai soal itu.
“Kami bukan hakim, kami hanya melaksanakan perintah. Kami tidak bisa menilai. Silahkan konfirmasi ke ketua pengadilan, kami hanya pegawai biasa,” kata dia.
Sementara, Kades Plupuh, Setu Startiyanto membenarkan tim dari PN Sragen itu memang mencocokkan data terkait kasus sengketa tanah antara Kasiman selaku penggugat dan Sahid selaku turut tergugat.
Sepengetahuannya, gugatan itu diajukan Kasiman tahun 1999 dengan tergugat sebenarnya Pemdes Plupuh. Sahid menjadi turut tergugat karena sebagai pihak yang menempati tanah.
Perihal sengketa itu, Setu menyampaikan dari Pemdes melihat secara putusan PN memang penggugat punya dasar letter C juga yakni ada C 272 dari 758.
“Beliau juga mengaku membayar pajak tiap tahunnya. Nah itu sebagai dasar gugatan dari Bapak Kasiman,” ujarnya.
Sementara, untuk Sahid mendapatkan hak kepemilikan atas tanah itu pada tahun 2005. Sertifikat tanah yang terbit tahun 2005 atas nama Laminah Sahid itu menjadi dasar Mbah Sahid mempertahankan hak atas tanah itu.
Terkait sengketa itu, selama ini pihak desa sudah berupaya memediasi kedua belah pihak namun selalu mental tanpa titik temu.
“Dari keluarga Pak Kasiman dan Pak Sahid sebenarnya sudah kita kumpulkan beberapa kali. Baik di rumah saya, di kantor desa juga. Kita sudah memberikan penjelasan tentang hal ini tapi semuanya bersikukuh dengan dasar masing-masing. Pak Kasiman itu dasarnya putusan dari pengadilan negeri, dari Pak Sahid merasa memegang hak milik atau sertifikat tahun 2005,” tandasnya.
Kades menyampaikan pihak penggugat yakni Kasiman, adalah warga Dukuh Bugel, Desa Plupuh dan tidak ada hubungan kekerabatan dengan tergugat Mbah Sahid.
Sedangkan Mbah Sahid itu merupakan kerabat dari alam Kades Plupuh Minto Hardjono.
Perihal status tanah itu di buku desa, Kades menyebut dari hasil penelusuran, dulunya di C 857 yang menjadi obyek sengketa itu tertera kebun bibit saja tanpa ada atas namanya.
“Lalu setelah kita koreksi data dijual beli oleh Pak Minto Hardjono selaku kepala desa. Makanya tergugat utama dalam perkara ini adalah Pemdes. Lalu Mbah Sahid turut tergugat karena yang menempati lahan. Soal timbulnya sertifikat dan riwayat C-nya dulu bagaimana, saya belum tahu karena belum menjabat lurah,” tandasnya. Wardoyo