BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dampak pandemi serta kelangkaan minyak goreng (migor) curah memukul para perajin usaha kecil dan menengah (UKM) di Boyolali. Sejumlah pelaku UMK pun kesulitan untuk produksi.
Seperti yang dialami Rumilah (61) perajin marning asal Dukuh Pasekan, Desa Mudal, Kecamatan Boyolali Kota.
Produksi marning yang sudah berjalan sejak 1985 tersendat dihantam pandemi. Produksi marning ‘Berkah’ itupun menurun drastis.
Lantaran pengiriman luar kota dibatasi dan toko pusat oleh- oleh sepi pembeli. Hal tersebut terlihat dari dapur produksinya yang sepi.
Beberapa alat memasak juga mangkrak dan kotor karena lama tak disentuh.
Kini dia hanya bisa mengandalkan pesanan yang datang. Itupun harus memberikan uang muka sebagai modal. Dia mengaku sudah tak memiliki modal untuk produksi. Apalagi harga migor juga melambung.
“Sangat berat beban yang dihadapi bagi perajin kecil seperti saya,” ujarnya, Jumat (25/3/2022).
Hingga diapun terpaksa berhenti produksi sejak 2020 lalu dan hanya menerima pesanan saja.
Meski diakui, menjelang puasa, pesanan mulai datang. Namun ketiadaan modal, membuatnya belum bisa memenuhi pesanan tersebut.
“Ini juga dapat pesanan marning dari Jambi 50 kilogram, tapi saya minta sebagian uang dulu karena gak ada modal.”
Dia juga terpaksa menaikan harga marning. Dari harga semula Rp 10.000/kg menjadi Rp 25.000/ kg.
Rumi menjelaskan, menggoreng marning membutuhkan minyak yang banyak agar renyah. Belum lagi proses pembuatan marning memang cukup lama.
Biji jagung yang sudah dicuci bersih lantas dibersihkan. Kemudian direbus dan dijemur hingga kering. Setelahnya harus direbus lagi dan dicuci bersih. Hal tersebut untuk menghilangkan kulit ari pada jagung.
“Kemudian dikeringkan lagi dan digoreng hingga kering. Pemberian bumbu dilakukan setelah butiran jagung benar- benar matang.”
Keluhan yang sama juga diungkapkan Ririn Trisnawati (40) perajin UKM keripik usus dan belut di Dukuh Peni, Desa Kuwiran, Kecamatan Banyudono. Dia terpaksa mengurangi produksi dan jumlah pekerja.
Kelangkaan migor membuat dia kesulitan produksi. Normalnya dia bisa memproduksi 400-500 kilogram usus goreng dalam sehari. Sedangkan kebutuhan minyak mencapai 100 liter /hari. Bahkan saat harga minyak melambung, dia masih bisa produksi normal.
“Setelah migor langka, produksi usus goreng juga turun. Maksimal hanya bisa memproduksi 250-270 kilogram/hari.” Waskita