JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Hingga sekarang, terdapat sekitar 120 anggota jaringan Jemaah Islamiyah (JI) yang sudah diketahui keberadaannya oleh Densus 88, namun tidak ditangkap.
Sebaliknya, mereka dibina untuk kembali menjadi warga negara RI yang baik.
Hal itu ditandaskan oleh Kepala Densus 88 Antiteror Polri Inspektur Jenderal Marthinus Hukom usai rapat dengan Komisi Hukum DPR di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2022).
Marthinus mengatakan, memang Densus sudah tahu keberadaan dan keterlibatan jaringan itu. Namun, mereka berkomunikasi dengan Densus dan meminta untuk dibina.
“Densus tidak memproses hukum mereka. Itu paradigma kami sekarang,” katanya.
Paradigma yang dimaksud bahwa pelaku terorisme bukan hanya sebagai pelaku tindakan kekerasan, tetapi juga korban.
“Bagaimana memperlakukan mereka sebagai korban, ya kami ingin mengubah pola pikir mereka,” katanya
Dia mengatakan pelaku teror melakukan kekerasan karena hanya menerima satu doktrin. Sebab itu, Densus dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ingin mengintervensi pemikiran itu dengan cara melibatkan tokoh agama. Tokoh agama diharapkan dapat memberikan perspektif lain untuk pelaku teror.
“Kami sering bekerja sama dengan NU (Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah,” kata dia.
Perubahan paradigma Densus itu, kata Marthinus, juga menyangkut hak hidup. Sehingga saat menangkap pelaku teror, Densus menghindari menangkap di rumah.
Sebab, rumah adalah basis terkuat teroris untuk melakukan penyerangan. Ketika akan ditangkap, pelaku teror umumnya memilih untuk tewas ketimbang dipenjara. Maka itu, kata dia, Densus berupaya melakukan penangkapan saat teroris berada pada posisinya terlemahnya.
“Kami menghindari itu,” ujar dia.