BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pande besi identik dengan pekerjaan laki- laki. Namun siapa sangka, pande besi juga digeluti perempuan? Tapi ini adalah fakta.
Adalah Siswatri (54), perempuan asal Banjarrejo Rt 2 Rw 4, Kelurahan Kemiri, Mojosongo, Boyolali yang juga ahli dalam memipihkan besi panas untuk dibuat pisau, sabit maupun cangkul.
Pekerjaan berat itu dilakoni Siswatri setiap hari. Lihatlah tangannya memegang palu. Lalu sekuat tenaga, palu dipukulkan pada lempengan besi yang membara. Dia bekerja bersama sang suami, Maryadi (57).
Secara bergantian mereka menempa lempengan besi panas hingga berbentuk pipih. Tinggal dilekukan untuk dibuat sabit ataupun pisau.
Pekerjaan ini telah dijalani Siswatri sejak 25 tahun terakhir.
Bermodalkan tenaga, dia membantu sang suami menjadi pandai besi. Letupan pijar api dari besi membara sudah sering dialami. Terlihat dari daster yang dikenakan sudah bolong -bolong kecil terkena percikan api. Kedua tangannya juga bopeng-bopeng.
“Biasa kena percikan api. Sampai baju pada bolong-bolong semua. Tangan juga blonteng-blonteng Sing penting butuh e cukup,” katanya, Rabu (2/3/2022).
Dapur untuk memandai besi cukup sederhana. Mereka memanfaatkan blower kecil untuk memantik api yang berasal dari arang yang dibakar.
Tak menunggu lama, besi membara siap ditempa. Memipihkan satu sabit bisa memakan waktu hingga 1 jam. Dalam sehari, Siswatri bisa membantu sang suami membuat 10 sabit dan pisau.
“Bahan besi rongsokan cukup murah, Rp 10.000/kg. Memang murah, tapi nanti pas dibakar yang bisa digunakan paling setengahnya. Karatnya kan terbuang. Yang berat itu proses pembuatannya. Kalau mukulnya gak kuat, besinya tidak bisa dipipihkan.”
Selain menerima pesanan, Siswatri juga menjualnya ke pasar Simo yang buka pasaran atau tiap lima hari sekali. Sepulang dari pasar, rutinitas menempa besi dilanjutkan.
Harga jual sabit buatannya bervariasi. Untuk sabit kecil dan besar bisa mencapai Rp 35.000 -Rp 100.000. Dia juga pernah mengirim sabit dan pisau sampai Jambi, Sumatera.
Bakat menempa besi didapatnya dari sang suami yang berasal dari keluarga pande besi di Klaten. Bakat ini juga diturunkan pada keempat anaknya. Ketika libur semester, sang anak kerap membantu keduanya.
“Alhamdulillah, penghasilan dari nempa besi ini bisa mengkuliahkan tiga anak saya.” Waskita