BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Meski sudah ada aksi mogok produksi perajin tahu di kota besar, termasuk di sentra industri tahu Desa Bendan, Banyudono, Boyolali, harga kedelai tak juga turun.
Harga kedelai masih mahal. Sejumlah perajin tahu pun memilih mengurangi ukuran atau menaikan harga jual.
Salah satu produsen tahu goreng, Wardiyanto mengaku terpukul. Kenaikan kedelai dirasakan sejak dua bulan terakhir. Awalnya 1 kg kedelai bisa didapat dengan harga Rp 7.000. Kini harga capai naik hingga Rp 11.250/kg.
Dia sempat dilematis. Mau naikkan harga, dia khawatir pembelinya kabur. Mengurangi ukuran tahu, juga sulit dilakukan.
“Akhirnya, kami memilih kualitas tetap sama, namun harganya dinaikan,” katanya, Rabu (2/3/2022).
Kalau pedagang tidak mau, dia bertekad menjual sendiri di pasar. saja. Karena harga kedelai dan minyaknya juga tinggi. Apalagi minyak juga sulit dicari.
Harga tahu goreng dinaikan Rp 10.000 /plat. Semula Rp 45.000 dan dinaikan menjadi Rp 55.000. Satu plat tahu ini bisa dibagi menjadi 220- 300 biji tahu goreng atau sesuai permintaan pembeli.
Ditambahkan, dirinya terpukul dengan melonjaknya harga kedelai. Menilik, kebutuhan kedelai mencapai 4-5 kuintal/ hari untuk menghasilkan 160 plat tahu.
Dia pun harus merogoh kocek hingga Rp 5.625.000 untuk membeli 5 kuintal kedelai perharinya.
“Belum lagi migor curah yang sulit didapat.”
Kebutuhan migor untuk menggoreng tahu perharinya mencapai 119 kg. Atau 7 jerigen ukuran 17 kg. Sebelumnya dia mendapat pasokan migor secara rutin. Namun, sejak harga migor diatas harga eceran tertinggi (HET), dia mulai kesulitan.
“Kami harus mencari secara mandiri hingga ke Kartasura, Sukoharjo, Solo dan Salatiga.”
Wardiyanto menjelaskan, harga migor juga naik dua kali lipat. Dari harga normal Rp170 ribu /jerigen ukuran 17kg. Dia juga mempertanyakan respon pemerintah yang terkesan abai.
“Katanya Indonesia lahannya subur. Pertanian bagus, kenapa kedelai saja sampai tidak punya? Padahal dulu kita pernah demo mogok, dan pemerintah mau buka lahan untuk tanam kedelai berapa ribu hektar. Tapi kok gak ada kabarnya lagi, kedelai mahal lagi. Minyak juga, kita punya lahan sawit banyak, tapi minyak langka.”
Keluhan serupa juga disampaikan perajin tahu asal Dukuh Bukurireng, Rt 10 Rw 2, Desa Bendan, Banyudono, Fendi Tegar.
Bedanya, dia tak berani menaikan harga jual karena takut pembeli lari. Fendi memilih mengurangi ukuran tahu.
Tahu putih perpotong biasanya berukuran 8 sentimeter. Dikurangi menjadi ukuran 6 sentimeter. Sedangkan harga jual tetap sama.
Awalnya pembeli dan bakul juga protes.
“Kami sudah jelaskan kalau faktornya karena harga kedelai naik. Kita juga sempat mogok gak mau produksi pada 21-23 Februari lalu. Protes harga kedelai semakin tinggi.”
Dia berharap pemerintah segera merespon harga kedelai yang melejit. Dan harga kedelai bisa diturunkan ke harga normal. Sebab permintaan tahu dan tempe di pasaran masih cukup tinggi. Terutama kalangan masyarakat kecil.
“Jika harga kedelai terus melonjak, kami khawatir peminat tahu tempe juga turun.” Waskita