Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pedagang BBM Eceran Rame-Rame Menjerit, Bayu Desak Pertamina Stop Izin Pertashop. “Jangan Sampai Wong Cilik Jadi Korban!”

Pudjono Elli Bayu Effendi. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Menjamurnya outlet penjualan BBM Pertashop di wilayah Kabupaten Sragen menuai sorotan dari berbagai kalangan.

Tak hanya pedagang eceran yang merasa terancam, maraknya Pertashop yang sudah mencapai puluhan outlet, juga menuai kritikan dari DPRD setempat.

Banyaknya Pertashop yang hampir tersebar di semua wilayah kecamatan, dinilai berpotensi mematikan ekonomi kecil.

Pertamina selaku pemegang otoritas dan izin pendirian Pertashop pun didesak untuk menghentikan pemberian izin untuk Pertashop baru.

Desakan itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Sragen, Pudjono Elli Bayu Effendi.

Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , ia mengatakan saat ini banyak menerima keluhan dari pedagang eceran BBM terkait maraknya ekspansi Pertashop di wilayah pedesaan.

Data yang diterimanya, jumlah outlet penjualan BBM mirip SPBU mini yang khusus menjual Pertamax itu sudah mencapai puluhan dan tersebar di seluruh penjuru Sragen.

“Data yang saya terima, sudah 35 Pertashop berdiri se-Sragen dan 20 lagi masih dalam proses perizinan. Saya rasa sudah terlalu banyak. Makanya saya minta Pertamina agar menyetop perizinan baru,” ujar Bayu ditemui di kediamannya, Senin (14/3/2022).

Menurut Ketua DPD Golkar Sragen itu, bukan dirinya anti dengan pendirian Pertashop. Sebab pendirian usaha itu ada plus minusnya.

Kehadiran Pertashop dipandang positif bisa menambah perputaran ekonomi di Sragen dan mendekatkan layanan ke daerah.

Namun jika dibiarkan terus bertambah tanpa pembatasan, maka bisa berdampak negatif terhadap pelaku ekonomi kecil utamanya pedagang BBM eceran.

Apalagi, Pertashop menjual dengan harga yang sama dengan SPBU yang tentunya semakin mempercepat ‘kematian’ pedagang eceran.

“Pedagang eceran selama ini hanya mengambil keuntungan Rp 1000 per liter. Sehari habis satu jeriken isi 30 liter saja sudah hebat. Masak keuntungan yang hanya Rp 30.000 sehari itu mau dimatikan juga. Kalau bagi yang punya, uang Rp 30.000 untuk jajan sekali habis, bagi mereka uang segitu sudah bisa untuk kebutuhan sehari-hari. Di mana nurani Pertamina dan pemerintah,” tegasnya.

Lebih lanjut, pria yang duduk sebagai Wakil Ketua DPRD itu menegaskan para pelaku usaha yang punya modal, mungkin bisa dialihkan ke usaha lain.

Hal itu semata-mata agar tidak mengganggu ekonomi rakyat kecil. Bagi Pertashop yang sudah berdiri dipersilakan jalan, namun Pertamina harus tegas untuk menghentikan perizinan cukup di jumlah 50an saja.

“Pedagang eceran itu jangkauannya tidak pingin kaya, pingin dapat penghasilan setiap hari dan cukup dapat makan saja. Karena saya banyak menerima keluhan dari mereka (pedagang eceran). Makanya stop Pertashop baru. Sudah ekonomi susah, jangan sampai wong cilik jadi korban!,” tandasnya.

Sebagai bentuk keseriusan, dirinya akan membawa persoalan Pertashop itu pada saat rapat pembahasan anggaran dengan TAPD.

Diharapkan pemerintah juga bisa melihat persoalan itu dan mengambil keputusan secara bijak agar tidak ada yang dirugikan.

Pedagang Eceran Makin Terdesak

Di sisi lain, menjamurnya Pertashop di hampir semua kecamatan di Sragen juga dikeluhkan para pedagang BBM eceran.

Gino Waluyo (45) pedagang BBM eceran asal Dukuh Sendang Wuluh RT 30, Desa Bonagung, Kecamatan Tanon mengakui, sejak menjamurnya Pertashop, omzet penjualannya jauh berkurang.

Penurunan omzet mencapai 70 persen. Jika sebelumnya omzet harian bisa menjual 90 liter BBM Pertalite maupun Pertamax, kini omzetnya anjlok tinggal 20 liter perhari.

“Kalau dulu sehari 60 liter sampai 90 liter, sekarang sekitar 20 liter paling. Sejak ada SPBU di Gabugan dan belakangan muncul Pertashop yang makin banyak. Makanya kalau bisa disetop dan jangan boleh didirikan Pertashop lagi, kasihan rakyat kecil,” ujarnya.

Salah satu pedagang BBM eceran asal Jono, Tanon. Foto/Wardoyo

Adanya SPBU dan menjamurnya Pertashop membuat pelanggannya mulai beralih. Apalagi jarak Pertashop yang relatif dekat antar satu outlet ke outlet lainnya makin mempersempit peluang pelanggan melirik pedagang eceran.

“Saya jualan bensin (Pertalite dan Pertamax) eceran sudah 16 tahun. Tapi baru merasakan sepi sejak adanya Pertashop ini. Apalagi sekarang kalau kulakan cuma dikasih 10 liter sehari, padahal dulu mau beli berapa liter, berapa jeriken dikasih terus,” ujarnya kesal.

Senada, Sriyantinah (50) penjual BBM eceran asal Jono RT 4, Desa Jono, Kecamatan Tanon, mengaku sangat terpukul dengan maraknya Pertashop.

Sebab sejak menjamurnya outlet Pertashop, omsetnya berkurang dan pendapatannya pun otomatis anjlok.

“Rakyat kecil mau cari penghasilan sedikit saja kok disaingi. Kami jual hanya Rp 9.000 perliter. Sekarang jadi sepi sejak banyak Pertashop,” tuturnya. Wardoyo

Exit mobile version