Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pemerintah, Nih Dengar Jeritan Perajin Pangsit dan Makanan Ringan di Sragen. Minyak Mahalnya Minta Ampun Keuntungan Makin Jauh

Perajin makanan ringan, Tina saat menggoreng pangsit. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sejumlah perajin home industri makanan ringan di Sragen menjerit menyusul kondisi harga minyak goreng yang tak kunjung bersahabat.

Tak hanya membengkaknya biaya produksi, mahalnya minyak goreng juga membuat omzet serta keuntungan mereka merosot drastis.

Keluhan itu salah satunya diungkapkan Tina (53) pengrajin makanan ringan pangsit dan kripik tempe asal Dukuh Nganti, Desa Ngandul, Kecamatan Sumberlawang.

Ia mengatakan kelangkaan minyak goreng dan tingginya harga sudah terjadi satu bulan. Tingginya harga minyak goreng berimbas buruk mempengaruhi usahanya.

Yakni ongkos produksi yang makin mahal sehingga membuat keuntungan menurun drastis.

“Iya pengaruh besar sekali Mas. Biasanya penghasilan lumayan. Sekarang sejak minyak mahal pendapatan sangat kecil. Karena ini kan membutuhkan minyak goreng tapi harganya mahal dan sulit Mas,” kata Tina kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Selasa (1/3/2022).

Ia menuturkan sekali produksi pangsit, Tina membutuhkan 25 kg tepung terigu dan 5 kg minyak untuk menggoreng.

Saat ini harga minyak goreng satu kardus sudah menembus Rp 237.000 isi 6 bungkus minyak goreng 2 literan. Padahal biasanya 1 kardus paling mahal hanya Rp 145.000.

“Sudah mahal, sulit pula mendapatkannya. Saya sampai nyari ke Solo sama suami. Harapan saya pada pemerintah agar bisa membantu menurunkan harga dan bisa stabil lagi harganya tidak sulit cari minyak. Syukur-syukur usaha kecil seperti ini bisa dapat bantuan dari pemerintah di saat seperti ini,” tandasnya.

Bagi Tina, minyak goreng menjadi salah satu bahan pokok produksi. Sebab selain pangsit, ia juga memproduksi tempe kripik, kembang goyang, kripik pisang yang semuanya melalui proses penggorengan.

Sunardi saat melakukan pengemasan marneng. Foto/Wardoyo

Keluhan serupa juga disampaikan belasan perajin makanan ringan marneng di sentra produksi marneng Desa Plupuh, Kecamatan Plupuh, Sragen mengeluhkan masih tingginya harga minyak goreng belakangan ini.

Mereka pun terpaksa mengurangi produksi, menaikkan harga jual hingga mengurangi takaran kemasan demi bisa bertahan.

Sunar alias Muhammad Istamar (52) salah satu perajin marneng di Dukuh Bugel Gede RT 15, menuturkan saat ini hampir semua perajin marneng di desanya mengeluhkan mahalnya harga minyak goreng.

Saat ini harga minyak masih mencapai Rp 17.000 hingga Rp 18.000 perliter atau perkilo. Harga itu sangat membebani karena jauh di atas harga normal minyak goreng yang biasanya paling mahal hanya Rp 12.000.

Minyak goreng subsidi yang oleh pemerintah dibanderol Rp 14.000 hingga kini masih sulit didapat.

“Kalau barangnya nggak susah, tapi kendalanya harganya masih tinggi. Teman-teman perajin marneng di sini pada ngeluh semua. Harga minyak mahal terus,” paparnya.

Ia menguraikan untuk sekali penggorengan di tempatnya rata-rata membutuhkan sekitar 3 jeriken minyak goreng atau sekitar 50 sampai 60 kg minyak setiap hari. Wardoyo

Exit mobile version