BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM —Sekitar 50an umat Hindu dari Desa Ngaru-Ngaru, Banyudono, Boyolali, Jateng menggelar kirab ogoh-ogoh keliling kampung pukul 17.00 sore, Rabu (2/3/2022). Kirab ogoh-ogoh ini merupakan rangkaian upacara mecaru sebelum Hari Raya Nyepi, yang jatuh pada Kamis, (03/3/2022) besuk.
“Sebetulnya rangkaian acara yang pertama itu Melasti, sudah dilaksanakan pada 26 Februari 2022 di Umbul Setinggil, Pendan, Banyudono. Terus kelanjutannya untuk hari ini nanti pelaksanaan upacara mecaru yang dilaksanakan dimasing-masing pura. Kalau yang tingkatanya lebih besar ya tawuragung yang ada di Prambanan itu,” ungkap Heru Kuncoro, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Desa Ngaru-Ngaru, Banyudono, Boyolali.
Dilanjutkan Heru, sebelum kirab akan diawali dengan upacara yang dimulai pada pukul 17.00. Sekitar 1 jam upacara selesai dan langsung dilanjutkan dengan pelaksanaan arak-arakan ogoh-ogoh yang dilakukan saat-saat sandikawan.
Ogoh-ogoh diterangkan Heru dalam konsep upacara nyepi merupakan satu lambang sifat atau energi buruk yang ada hubungannya dengan alam semesta termasuk dalam diri manusia.
“Sehingga perlu adanya pemusnahan atau perlu adanya yang harus dihilangkan. Salah satunya kalau di acara mecaru itu setelah ogoh-ogoh di bawa arak-arakan. Baru nanti terus dimusnahkannya di bakar itu, di depan pura Buana Suci Saraswati. Sedangkan kirab itu untuk pengusiran istilahnya,” terang Heru.
Ogoh-ogoh setinggi 4,5 meter ini dibuat oleh 25 muda mudi dari Desa Ngaru-ngaru sejak bulan Januari lalu. Menggunakan dana swadaya muda mudi, umat, hingga tokoh hindu sebesar Rp 6 juta.
“Bahan kerangkanya dari rotan, terus otot utamanya dari besi. Lalu ditutup dengan kertas koran, kemudian biar ototnya kelihatan dikasih koran terus disolasi. Setelah itu finishingnya dilipat pakai kertas sampul buku yang kuning itu, setelah itu dikasih gypsum, tapi Gypsumnya tipis soalnya harapannya setelah jadi bisa mengkilap gitu,” kata Heru.
Ogoh-ogoh ini merupakan simbol dari energi buruk yang diwujudkan dengan bentuk yang seram. Kalau orang hindu menyebutnya dengan butakala. Dengan berat 1 kwintal ogoh-ogoh ini direncanakan diangkat oleh 16 orang keliling kampung. (Ando)