YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Hingga mendekati hari H Idul Fitri 1443 H, ternyata masih banyak pengusaha yang tidak tertib untuk memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada para pekerjanya.
Buktinya, hingga menjelang hari H Lebaran,
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY menerima 80 aduan pekerja terkait pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bermasalah.
Jenis aduan tersebut beragam, mulai dari pembayaran THR yang belum dilaksanakan, pembayaran tak penuh, hingga pembayaran secara dicicil.
Aduan pekerja dihimpun dari sejumlah kanal yang disediakan Disnakertrans maupun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Di antaranya adalah posko aduan THR yang didirikan Disnakertrans DIY dan kabupaten/kota, aplikasi Sarana Sawiji Advokasi Hubungan Industrial (Sasadara) hingga, kanal Siapkerja milik Kemenaker.
“Dari 80 laporan yang diselesaikan 44 pengaduan dan 36 itu dalam proses penyelesaian. Kita upayakan melakukan pemeriksaan baik lewat datang langsung ke perusahaan secara daring untuk selanjutkan kita lakukan penegakan hukum,” Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Disnakertrans DIY Amin Subargus,” Minggu (1/5/2022).
Amin menjelaskan, pandemi Covid-19 masih menjadi alasan utama perusahaan untuk tidak membayar THR sesuai ketentuan pemerintah. Mereka menganggap bahwa kondisi perusahaan belum pulih sehingga kesulitan memenuhi hak pekerja.
“Ada juga pengaduan karena ingin konsultasi. Jadi tidak serta-merta perusahaan itu tidak membayar. Alasannya memang klise karena pandemi,” tuturnya.
Perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya terancam dikenakan sanksi administrasi hingga pencabutan izin usaha. Hal itu sesuai dengan Permenaker Nomor 6/2016 serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2020 tentang pengupahan.
“Sesuai di Permenaker tentang THR kita lakukan penegakan hukum yaitu pemberian nota pemeriksaan semacam surat teguran. Kalau nggak dipenuhi kita berikan nota 2,” jelasnya.
“Kalau masih tidak dipenuhi sanksinya adalah sanksi administrasi. Kita memberi rekomendasi ke dinas yang membidangi perizinan,” sambungnya.
Dia melanjutkan, tahun ini jenis usaha yang diadukan beraneka ragam.
Mulai dari percetakan, usaha kecil pengolahan makanan, jasa antar barang, hingga perusahaan alih daya atau outsourcing.
Dalam menindaklanjuti aduan, Amin menemui sejumlah halangan yang dihadapi.
Di antaranya perusahaan sudah tutup karena libur Lebaran hingga nomor telepon pemilik perusahaan atau pimpinan perusahaan tidak bisa dihubungi.
“Ada juga nomor pengadu ini yang tidak bisa dihubungi ini jadi hambatan kami. Target kami menyelesaikan aduan H+7 setelah Lebaran,” katanya.