JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Derita Orang Tua Siswi SD Korban Perkosaan Massal di Sragen. Sudah Kasusnya Diombang-ambingkan, Masih Diancam Sampai Terpaksa Ngungsi ke Hutan

Ilustrasi tersesat di hutan larangan. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus perkosaan siswi SD berusia 9 tahun asal Sukodono, Sragen berinisial W, oleh beberapa remaja SMP dan oknum guru silat, menyisakan cerita memilukan.

Betapa tidak, di tengah perjuangan mencari keadilan yang tak kunjung didapat, korban dan keluarga masih harus menanggung beban berat.

Mereka mendapat ancaman dari berbagai pihak yang tak ingin kasus tersebut diproses tuntas.

Tak hanya bully yang menimpa korban, orangtuanya juga mengaku banyak mendapat ancaman.

Bahkan saking stresnya ditekan, D (39) orang tua korban sempat mengajak sekeluarga ngungsi ke hutan demi mendapat ketenangan.

Hal itu disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Solo, Andar Beniala Lumbanraja yang mendampingi korban melaporkan kasus itu ke Polres Sragen.

Ia menyayangkan lambannya respon dan penanganan di Polres Sragen yang hampir dua tahun tak kunjung menetapkan tersangka.

Hal itu akhirnya berimbas buruk terhadap kondisi psikis korban dan keluarganya di nata masyarakat.

Kasus yang tak kunjung jelas akhirnya membuat korban dan orangtuanya menjadi sasaran ancaman dan bullying.

Bahkan, sang bapak dan korban yang tak tahan diintimidasi agar tidak meneruskan kasusnya, sempat memilih mengungsi ke hutan lantaran ketakutan sering diancam.

“Korban yang masih anak itu sempat diancam, bapak dan anak ini sampai masuk ke dalam hutan. Mereka ketakutan dan itu juga tidak diperhatikan Polres Sragen,” paparnya kepada wartawan kemarin.

Andar menjelaskan fakta ancaman dan keluarga korban sampai mengungsi itu juga sempat disampaikan ke kepolisian.

Namun ternyata respon kepolisian juga tidak segera bergerak menuntaskan kasus itu. Bahkan tak ada upaya perlindungan terhadap korban maupun keluarganya.

“Kami koordinasikan juga bahwasanya nyawa dari klien kami tidak mendapatkan perlindungan. Kasihan mereka dalam satu hari sembunyi di tengah hutan. Kami hanya berkoordinasi untuk tetap tenang, jangan keluar dulu sampai posisi sudah nyaman,” terang Andar.

Yang menyesakkan, kliennya juga mendapat intimidasi dari beberapa pihak. Bahkan ada yang menuding kasus yang menimpa D hanya cerita karangan demi mencari uang.

“Padahal itu tidak benar. Karena kami memiliki bukti hasil visum dengan hasil terdapat luka pada kemaluan korban,” terangnya.

Yang juga disayangkan, setelah kasus tersebut viral tidak ada upaya pendampingan untuk pemulihan terhadap korban, baik dari pemerintah Kabupaten Sragen.

Baca Juga :  Media Sragen Terkini (MST HONGKONG), Grup Pertama yang Terdaftar di Kemenkumham dan Memiliki Anggota Terbanyak di Kota Sragen

“Pada waktu itu tidak ada layanan kepada korban sendiri untuk pemulihan, dan kami coba untuk menyurati pihak yang menyediakan layanan, baru teman-teman LPSK yang sudah sangat kompeten dan rutin menanyakan apa yang bisa dibantu,” terangnya.

Orangtua korban, D (39) membenarkan memang sempat mengungsi ke hutan bersama putrinya. Hal itu ia lakukan lantaran mendapat banyak ancaman dari beberapa pihak.

Kemudian, putrinya juga mengalami syok dan trauma serta ketakutan lantaran pelaku masih berkeliaran.

Ia juga mempertanyakan tindak lanjut polisi. Padahal dari Polres Sragen sebenarnya sudah sempat mengeluarkan ciri-ciri pelaku, namun proses berhenti begitu saja.

“Tahun 2021 mendapati barang bukti, yang sampai saat ini saya mempertanyakan dimana barang bukti itu, ada bercak darah sama sperma si pelaku, dan itu tidak ada wujudnya sampai sekarang,” ujarnya kesal.

Terpisah, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy mengatakan penanganan kasus itu masih berjalan.

Namun informasi terbaru dari penyidik, bahwa saat ini masih dilakukan pendalaman dan belum adanya perbedaan maupun penetapan tersangka.

“Kemarin dari kriminal umum (Krimum) sudah asistensi ke Sragen. Jadi kasus ini memang masih memerlukan pendalaman untuk menentukan yang bersangkutan sebagai tersangka atau tidak. Karena memang belum cukup alat bukti,” kata Kombes Pol Iqbal ketika dikonfirmasi wartawan.

Kronologi Perkosaan Massal

Kisah tragis W (9) itu terjadi pada akhir 2020 silam. Menurut keterangan orangtuanya, D, putrinya pertama kali diperkosa oleh oknum guru silat berinisial S (38) yang masih tetangga desa pada 10 November 2020.

Saat itu putrinya mengaku diperkosa di sebuah rumah kosong. Dari informasi yang didapat, S sempat mengajak W untuk menonton video porno dan setelah itu korban diperkosa oleh S.

D menjelaskan bahwa saat kejadian, putri kecilnya itu tak bisa melawan lantaran kedua tangannya diangkat.

“Bagian ulu hati anak saya juga digencet oleh si pelaku. Bahkan pelaku mengancam akan memukul korban jika menceritakan kejadian ini kepada siapa pun,” ujarnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .

Pelaku kemudian membuang celana dalam korban ke kakus. Lantas korban pulang dengan keadaan tidak memakai celana dalam.

Baca Juga :  Tingkatkan Pembangunan Desa Toyogo Sragen, Blesscon Kucurkan Dana CSR

Tak cukup sampai di situ. Sebulan berselang, W ternyata juga menjadi korban nafsu bejat 3 siswi SMP asal Sukodono.

Tragisnya lagi, aksi perkosaan dilakukan di sebuah kamar mandi balai desa. W diperkosa oleh 3 siswa SMP dan melibatkan seorang siswi SMP berinisial P.

Aksi biadab tersebut terjadi pada 12 Desember 2020 sekitar pukul 14.00 WIB.

Informasi yang dihimpun, awalnya W diajak oleh temannya bernama P (14) seorang siswi kelas IX untuk bermain di balai desa.

Untuk meyakinkan W agar mau diajak ke balai desa, P memberi iming-iming diajak jajan.

Namun sesampainya di lokasi, ternyata di sana sudah ada tiga orang laki-laki yang juga masih duduk di bangku SMP.

“Korban pun langsung diajak masuk ke dalam kamar mandi. Di sana mereka melakukan tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan,” urai Andar.

Lebih lanjut Andar menjelaskan, di dalam kamar mandi balai desa itu, P melakukan hubungan intim dengan dua orang pria.

“Sedangkan W dipaksa untuk melakukan hubungan seks juga dengan salah satu pria teman si P,” ucapnya.

Andar mengaku belum bisa mengungkap inisial dari para pelaku di toilet kantor desa.

”Anak ini baru pertama kali bertemu anak-anak tersebut sehingga tidak tahu namanya. Sementara P saat ini belum menyampaikan,” imbuhnya.

Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iqbal Alqudusy. Foto/Wardoyo

Insiden perkosaan beruntun itu terungkap ketika orangtua korban curiga pada saat hari jahanam itu anaknya pulang tak mengenakan celana dalam.

Setelah anaknya pulang tanpa mengenakan celana dalam itu, D menuturkan putrinya itu mendadak mengalami demam hebat.

“Setelah kejadian itu, bulan Desember kemarin, anak saya mengalami panas tinggi. Saya kira dia terkena Covid-19, lalu saya bawa ke Puskesmas setempat,” paparnya.

Sesampainya di puskesmas, ayah korban diminta petugas Puskesmas untuk lapor ke kantor polisi.

“Saya kaget kenapa malah disuruh lapor ke kantor polisi. Ternyata saya diberitahu bahwa anak saya sudah tidak perawan dan robek searah jarum jam 6,” katanya.

Hal itu diketahui berdasarkan hasil visum yang dilakukan pihak puskesmas.

Akhirnya, D mendesak dan korban mengaku telah diperkosa oleh seorang oknum guru silat yaitu S (38) pada 10 November 2020 lalu.

“Saya langsung melaporkan kejadian ini ke Polres Sragen akhir Desember lalu,” tandasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com