![0806 - karanggede](https://i0.wp.com/joglosemarnews.com/images/2022/06/0806-karanggede.jpg?resize=640%2C359&ssl=1)
BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jika ingin belajar toleransi, tidak ada salahnya sesekali kita berkunjung ke Kampung Karanggede, Kalurahan Pendowoharjo, Sewon, Bantul.
Di kampung itu terdapat empat tempat ibadah yang berbeda-beda, berjajar dan saling berdekatan satu sama lain.
Tidak hanya bangunan fisiknya saja, namun kehidupan masyarakat di sana juga menunjung tinggi toleransi, hingga membawa kehiupan masyarakat tenang dan damai.
Melihat kenyataan tersebut, tak heran jika Kampung Karanggede itu dicanangkan sebagai Desa Sadar Kerukunan.
Empat tempat ibadah di sana adalah Susteran Gembala Baik, Pura, Masjid dan Gereja Kristen, di mana seluruh masyarakatnya hidup dengan harmoni.
Jika kita memasuki kampung Karanggede di Padukuhan Dagen, Kalurahan Pendowoharjo, maka kita akan mendapati Susteran Gembala Baik.
Coba lebih masuk ke dalam, maka tak jauh dari Susteran berdiri Pura tempat beribadah umat Hindu.
Kemudian, beberapa ratus meter ke barat, berdiri masjid yang tak jauh dari situ juga terdapat rumah yang difungsikan sebagai Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI).
Dukuh Dagen, Hartadi mengatakan, bahwa keberadaan empat tempat ibadah di RT.01 Karanggede tersebut telah berlangsung sejak tahun 1970-an.
Berdirinya tempat ibadah itupun secara bertahap. Berdirinya Pura itu berawal dari warga Bali yang bermukim di Karanggede.
Karena tidak mungkin pulang-pergi ke Bali untuk beribadah, maka warga tersebut berencana mendirikan pura di dekat rumahnya.
“Untuk Pura itu awalnya ada warga Bali. Karena jauh kembali (ke Bali) ingin ada tempat beribadah,” ujarnya Senin (6/6/2022).
“Selanjutnya salah seorang warga Karanggede mengiyakan sebagian tanahnya (untuk didirikan pura) dan diberi kompensasi dibuatkan rumah di sebelahnya.
Sedangkan untuk Susteran Gembala Baik merupakan tempat tinggal para suster yang merupakan pemuka agama Katolik.
Namun, dalam perkembangannya kemudian, tempat tersebut tak hanya digunakan sebagai tempat tinggal suster, tapi juga menjadi tempat untuk beribadah.
Sementara itu, bangunan GPdI semula adalah rumah tinggal seorang pendeta.
“Dulunya izin tempat tinggal, dia seorang pendeta dan ada muridnya, terus banyak yang ngumpul dan sembahyang di situ,” ungkapnya.
Dirinya mengatakan, hanya sedikit warga Karanggede yang beribadah di gereja tersebut. Pasalnya mayoritas warga di sana memeluk agama Islam.
Adapun jumlah kepala keluarga di sana berjumlah 116 dengan total jiwa mencapai 260 orang.
Meski mayoritas warganya beragama Islam, namun warga tidak mempermasalahkan berdirinya empat tempat ibadah.
Bahkan, Hartadi menyebut jika kerukunan antarumat beragama di Karanggede berlangsung sangat baik.
“Meski ada 4 tempat ibadah tidak ada persoalan, baik-baik saja. Misal kalau ada hari besar agama Hindu nanti urusan kendaraan parkir diurus warga RT 01, terus masalah penguburan warga saling ikut membantu, jadi aman-aman saja selama ini,” terangnya.
Atas dasar berdirinya empat rumah ibadah dan rasa toleransi yang besar antar warga, maka Kalurahan Pendowoharjo dicanangkan sebagai Desa Sadar Kerukunan oleh Kementerian Agama RI.
Sementara itu, Lurah Pendowoharjo Hilmi Hakimuddin menjelaskan, bahwa Desa Sadar Kerukunan dicanangkan pada tahun 2021.
Menurutnya, hal itu karena Karanggede jadi satu-satunya kampung yang memiliki 4 tempat peribadatan.
“Jadi di tahun 2021 tepatnya bulan November itu diresmikan oleh oleh Menteri Agama (Menag) RI,” katanya.
“Sebelumnya dari Kemenag Bantul melihat kondisi dan situasi keberadaan di Kalurahan kami untuk dijadikan Desa Sadar Kerukunan.
Wilayahnya pun dinilai berpotensi dan dijadikan pilot project Desa Sadar Kerukunan.
Hilmi mengatakan, keputusan itu didasarkan rasa toleransi di Karanggede sangat tinggi. Hal itu terbukti dari minimnya gesekan antar umat beragama.
“Itu (empat tempat ibadah) sudah berdiri sejak lama, toleransi sangat tinggi, minim konflik. Jika ada perayaan agama saling menjaga, mendukung agar pelaksanaan berlangsung tertib, aman dan nyaman,” ungkapnya.
Sebagai upaya agar rasa toleransi tetap terjaga, pihaknya pun membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalurahan Pendowoharjo.
Hal itu kemudian menjadi satu-satunya FKUB tingkat Kalurahan di Bantul.
“Kita tindaklanjuti untuk menjaga dan lebih mempererat moderasi keberagaman sekarang 2022 kita bentuk FKUB tingkat Kalurahan, yang merupakan FKUB satu-satunya yang ada di Kabupaten Bantul,” terangnya.
Sebelumnya, Kepala Kanwil Kementerian Agama DIY, Masmin Afif, mengatakan pengukuhan Kalurahan Pendowoharjo, Sewon sebagai Desa Sadar Kerukunan di Bantul dilatarbelakangi adanya kemajemukan penduduk desa yang terdiri dari berbagai etnis dan multi pemeluk agama serta adanya keberagaman tempat ibadah.
Sementara, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan pencanangan desa sadar kerukunan ini sesuai dengan salah satu visi Pemkab Bantul yaitu Mewujudkan Masyarakat Bantul yang Harmonis, Sejahtera dan Berkeadilan.
“Harmonis artinya semua warga masyarakat itu rukun dengan perbedaan dan keragaman,” ungkapnya.
“Dan Alhamdulillah Desa Pendowoharjo mewakili Bantul ditetapkan sebagai desa sadar kerukunan, karena disana ada masjid, gereja, Susteran Gembala Baik dan pura.
“Masyarakat di sana selalu guyub rukun dan tidak pernah mempersoalkan terkait perbedaan keyakinan.
Bupati berharap agar seluruh desa yang ada di Bantul menjadi desa yang sadar akan kerukunan antar umat beragama.
Karena menurutnya tidak boleh ada satupun pihak yang mengklaim lebih berhak atas negara atau daerah.