KARANGANYAR, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ketua DPRD Karanganyar, Jateng, Bagus Selo mendesak pemerintah pusat melalui Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) mengkaji ulang kebijakan penghapusan Tenaga Harian Lepas (THL) di seluruh Indonesia.
Pasalnya, kebijakan itu sangat tidak solutif dan berakibat panas, dan bisa menjadi bumerang bagi pemerintah daerah.
“Kami sangat tidak setuju kebijakan penghapusan THL tersebut karena selain tidak solutif juga menjadi bumerang yang berdampak tidak kondusif bagi daerah maka kami mohon pemerintah pusat mengkaji ulang,” tegas Bagus Selo kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .
Menurut Bagus Selo kebijakan itu sangat tidak komprehensif permasalahan di daerah yang berhadapan langsung dengan THL, sedangkan pemerintah pusat tidak mau tahu.
Bagus Selo yang juga Ketua DPC PDIP Karanganyar itu menjelaskan sebenarnya kebijakan penghapusan THL itu awalnya hanya untuk mengatasi problematika tenaga honorer K1 dan K2 yang jumlahnya banyak namun dalam perjalanannya tidak bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil karena berbagai kendala.
Selanjutnya, ungkap Bagus Selo, pemerintah melalui PP Nomor 49 Tahun 2018 menerbitkan kebijakan tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dan itupun masih banyak tenaga honorer K1, K2 yang tidak terakomodir sebagai P3K.
Sejurus kemudian, lanjut Bagus Selo pemerintah mengambil boom dengan menerapkan kebijakan penghapusan tenaga honorer se Indonesia yang akan berlaku pada 28 November 2023. Penghapusan tenaga honorer tersebut termasuk didalamnya Tenaga Harian Lepas atau THL.
“Kebijakan penghapusan honorer itu kan tidak menyelesaikan masalah karena mestinya menyelesaikan masalah honorer K1 dan K2 tapi kini seluruh honorer akan dihapuskan tentu saja dampaknya luas bagi pemerintah daerah se Indonesia,” tandas Bagus Selo.
Bahkan Bagus Selo yang dikenal sosok politisi santun kharismatik ini pun bersuara keras justru meminta pemerintah pusat memberikan solusi kemanusiaan dengan menggeser para honorer K1 dan K2 dijadikan THL yang notabene pada sistem APBD karyawan non gaji APBD.
Dengan begitu pemerintah pusat sama halnya memberi solusi terbaik untuk pemerintah daerah.
“Kasihan kalau tenaga honorer K1 dan K2 serta THL dipotong (dihapus) begitu saja padahal THL yang non database itu sudah mengabdi lama di Pemkab lalu di-cut dan menganggur sungguh sangat tidak manusiawi,” ungkap Bagus Selo.
Bagus Selo mengungkapkan banyaknya THL di Indonesia jangan disalahkan jadi sasaran karena ada historynya karena itu semua dampak diberlakukannya moratorium rekruitmen PNS oleh pemerintah pusat sehingga karena kekurangan pegawai, pemerintah daerah merekrut THL.
Selanjutnya para THL dengan ikhlas dibayar dengan honor rendah bukan gaji karena mekanisme APBD tidak memungkinkan.
“Bayangkan THL itu mengabdi kepada daerah hanya dengan honor kisaran Rp 1,5 juta/bulan pun tetap setia kok sekarang pemerintah pusat tanpa empati langsung main potong THL atau honorer kan sangat tidak manusiawi,” pungkas Bagus Selo. Beni Indra