BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak di Kabupaten Bantul kian meluas.
Menurut laporan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bantul, terdapat 88 ternak yang gejalanya mengarah ke PMK atau suspect.
“Sampai kemarin sore, dari data ada 88 ternak yang bergejala mengarah ke PMK. Dan dari hasil BBVet terdapat 13 positif PMK,” ujar Kepala DKPP Bantul, Joko Waluyo, Kamis (2/6/2022).
Adapun 13 ternak yang positif PMK tersebut berada di wilayah Kapanewon Banguntapan. Sementara ternak yang suspect PMK paling banyak berada di Segoroyoso, Kapanewon Pleret.
“Kemungkinan karena di sana (Pleret) banyak jagal, perputaran ternak cepat,” imbuhnya.
Joko mengatakan bahwa pada hari kamis ini telah dilakukan pengobatan dengan menyebar tim di tiga titik di Segoroyoso.
Tiga titik tersebut merupakan kandang kelompok, di mana petugas yang dikerahkan berasal dari DKPP, Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan BBVet Wates.
“Kita antisipasi, terus terang obat dan desinfektan menipis. Untuk desinfektan kita minta BPBD. Untuk obat kita minta ke UGM dan BBVet,” bebernya.
Meski Bantul sudah terjangkit PMK, namun sesuai perintah Bupati Bantul, pihaknya tidak menutup pasar hewan Imogiri.
Sebagai bentuk antisipasi agar PMK tidak menyebar adalah dengan pemantauan, pemeriksaan dan penyemprotan desinfektan di pasar hewan ataupun di kandang kelompok.
Meski Pasar Hewan Imogiri tidak tutup, namun Joko mengakui bahwa transaksi di pasar hewan terbesar di Bantul tersebut mengalami penurunan. Sebelum adanya PMK, tiap pasaran Legi, transaksi jual beli di sana bisa mencapai 700 ekor dan kambing domba mencapai 800 ekor.
“Tapi di hari senin legi kemarin, ternak yang masuk di Pasar Hewan Imogiri turun 30 persen. Baik sapi maupun kambing dan domba. Dan harganya naik, sapi naik sampai 3 juta, kambing dan domba naik Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta,” ungkapnya.
Biasanya satu ekor sapi dihargai Rp 18 juta dan kini harga tersebut menyentuh Rp 20-21 juta. Sementara domba dan kambing biasanya dihargai Rp 3 juta namun kini naik menjadi Rp 3,5 – 4 juta. Menurutnya, kenaikan ini lantaran hukum ekonomi di mana permintaan lebih besar dari pada ketersediaan ternaknya.
Terkait kekosongan daging sapi di pasaran saat ini, Joko mengatakan bahwa pada dasarnya Rumah Potong Hewan (RPH) terus buka, namun jagal yang bertugas memotong sapi tidak beraktivitas.
Mereka mogok memotong lantaran banyak pasar hewan di luar Bantul yang tutup karena PMK.
“Kita ada 34 jagal sapi yang setiap hari motong. Tapi saat ini jagal tidak melakukan pemotongan karena penutupan pasar hewan di luar Bantul. Karena terus terang ternak yang dipotong di Bantul kebanyakan dari luar Bantul seperti Wonosari, Klaten, dan Magelang yang saat ini semua tutup,” bebernya.
Padahal Bantul suplier besar daging sapi di DIY. Sebanyak 70 persen daging sapi di DIY berasal dari Kabupaten Bantul. Dari informasi yang ia dapat, ketersediaan daging sapi di Pasar Beringharjo dan Giwangan juga berkurang dampak tak ada pemotongan sapi di Bantul.
Sementara itu Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menekankan bahwa pihaknya tidak akan menutup pasar Hewan Imogiri namun justru akan lebih fokus terhadap upaya desinfeksi dan pencegahan.
Maka dari itu ia mengimbau agar masyarakat yang ternaknya bergejala PMK dapat segera melapor.
“Masyarakat harus proaktif. Karena tidak mungkin dokter hewan dapat memantau seluruh peredaran ternak. Kalau ada gejala PMK, ya silakan laporan. Maka petugas akan datang,” terangnya.
Sementara terkait pendanaan untuk penanganan PMK ini, Bupati menyatakan bahwa Pemkab Bantul memiliki anggaran belanja tak terduga (BTT) untuk kepentingan kegawatdaruratan.
“Jika ini kita nyatakan sebagai endemi PMK, bisa kita alihkan untuk mengatasi itu. Tapi tetap harus ada kajian epidemiologi, apakah kedaruratan sudah saatnya atau belum,” pungkasnya.