JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Viral Kasus Bu Guru Suwarti, DPRD Sragen Sebut BKN Hanya Cari Alibi Pembenaran. “Kalau Berkas Salah Kenapa 7 Tahun Dibiarkan Tidak Dibetulkan?”

Suwarti, guru agama SD asal Sambirejo Sragen yang baru saja pensiun dari PNS namun diminta mengembalikan gaji Rp 160 juta saat menunjukkan ijazah sarjana pendidikan agama Islam dan sertifikat pendidik yang ia miliki. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pernyataan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menyebut pensiunan guru agama SD, Suwarti (60) asal Sragen yang dinilai tidak memenuhi syarat untuk mendapat pensiun dan harus mengembalikan gaji Rp 93 juta, menuai respon dari anggota DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto.

Bambang menyebut pernyataan itu tak ubahnya hanya alibi untuk mencari pembenaran saja.

Sebab kebijakan BKN yang menyatakan Bu Suwarti tidak masuk guru jabatan fungsional yang berhak mendapat pensiun, sudah melukai perjuangan dan pengabdian Suwarti.

“Nggak usah bikin alibi seolah-olah BKN benar dengan menimpakan kesalahan itu ada di Bu Suwarti. Karena faktanya Bu Warti sudah benar-benar bekerja sesuai SK-nya yang diangkat PNS sebagai guru dan sudah mengajar 35 tahun,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (11/6/2022).

Legislator asal Gondang yang sejak awal mendampingi kasus Bu Suwarti itu menguraikan kecuali jika SK Bu Suwarti sebagai tenaga pendidik, maka yang bersangkutan baru bisa pensiun usia 58 tahun, bukan 60 tahun.

Akan tetapi, faktanya, Suwarti diangkat PNS tahun 2014 dengan SK guru dan selama 35 tahun bekerja mengajar agama Islam di SDN Jetis 2 Sambirejo.

Sehingga secara tugas dan administrasi, Bu Suwarti sudah menjalankan sesuai aturan. Karenanya Bambang menilai sudah sewajarnya jika yang bersangkutan mendapat haknya sesuai aturan pula yakni pensiun 60 tahun dan hak tunjangan pensiun.

“Jadi Bu Suwarti ini nggak melanggar,” urainya.

Lantas, ia menyebut tugas mengajar itu sudah dijalani sampai 60 tahun. Jika kemudian di akhir pengabdian, ada berkas yang dianggap tidak terpenuhi atau salah, mengapa BKPSDM dan BKN sebagai instansi yang bertugas mengurusi, tidak melakukan pembetulan.

Bahkan pada saat mengurus kenaikan pangkat, juga tidak dilakukan pembetulan.

Karenanya ia lebih menilai apa yang menimpa Suwarti adalah keteledoran dinas serta BKN sehingga berakibat fatal mengorbankan hak Bu Suwarti.

“Kalau ada berkas yang salah mengapa dalam kurun waktu 7 tahun tidak pernah dilakukan pembetulan. Bahkan pada saat naik pangkat juga k dibetulkan. Kalau kemudian itu ditimpakan sampai menghilangkan hak Bu Warti, kan kasihan,” jelasnya.

Bambang menyebut jika BKN menyebut Suwarti tidak berhak mendapat pensiun, maka hal itu juga amat menyakitkan. Sebab yang bersangkutan dinilai sudah memberi andil begitu besar dalam mencerdaskan anak bangsa.

Baca Juga :  Media Sragen Terkini (MST HONGKONG), Grup Pertama yang Terdaftar di Kemenkumham dan Memiliki Anggota Terbanyak di Kota Sragen

“Sudah berapa ribu orang dididik beliau selama 35 tahun 7 bulan dalam pengabdiannya tanpa bayar. Ikut mencerdaskan dan membangun akhlak anak bangsa. Kalau kemudian dianggap tidak memenuhi syarat menerima pensiun, betapa tidak adilnya untuk Bu Warti,” tegasnya.

Bambang juga mengkritisi pernyataan pejabat BKN Regional I Jogja yang menyebut pengangkatan Suwarti sebagai PNS adalah sebuah penghargaan atas status Suwarti yang sebelumnya honorer.

Menurutnya hal itu juga pernyataan untuk meredam dan mencari pembenaran semata.

“Pengangkatan menjadi PNS itu sudah menjadi haknya. Karena tidak bu Suwarti saja yang diangkat. Bahkan puluhan ribu di negeri ini yang diangkat seperti Bu Suwarti. Enak saja bilang itu penghargaan,” urainya.

Seingatnya, di Sragen ada 2000an tenaga honorer yang kemudian ada 700an yang diangkat CPNS. Setelah diverifikasi tinggal 500an yang lolos.

Dari 500an yang lolos itu, salah satunya adalah Bu Suwarti. Bahkan sebenarnya Suwarti masuk kategori K1 yang diangkat lebih dulu.

Dianggap Tidak Memenuhi Syarat 

Sebelumnya, Humas Kanreg I BKN Yogyakarta, Ridlowi, Rabu (8/6/2022) kepada wartawan mengatakan Suwarti terdata sebagai guru tetapi bukan jabatan fungsional atau JFT guru.

Hal itu terjadi karena adanya miskonsepsi mengenai peraturan Batas Usia Pensiun (BUP).

“Di data aplikasi beliau ini tertulis sebagai guru, walaupun itu pelaksana guru atau jabatan pelaksana karena belum bisa diangkat ke jabatan fungsional yang aturan pensiunnya 60 tahun,” kata Ridlowi saat ditemui di Kanreg I BKN Yogyakarta.

Ia menguraikan mengacu pada Permenpan Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dijelaskan BUP untuk jabatan pelaksana, fungsional ahli muda, fungsional ahli pertama, dan fungsional keterampilan adalah 58 tahun.

Sementara untuk jabatan pimpinan tinggi dan fungsional madya adalah 60 tahun.

Mengacu aturan tersebut karena bukan fungsional madya, sehingga seharusnya Suwarti memang pensiun pada usia 58 tahun.

Hingga masa pensiun, Suwarti ternyata belum bisa mendapatkan JFT karena ketika diangkat menjadi PNS tahun 2014 ia belum memiliki ijazah Strata 1 (S1).

Suwarti baru mendapatkan ijzah S1 setelah dilakukan pengangkatan PNS.

Staf Analisis Kepegawaian, Endang Purwati menjelaskan meskipun telah memiliki ijazah S1, Suwarti tidak bisa otomatis diangkat dalam jabatan fungsional madya.

Adanya miskonsepsi tentang peraturan tersebut mengakibatkan Suwarti yang kemudian baru diberhentikan pensiun pada usia 60 tahun, membuatnya diminta untuk mengembalikan gaji selama 2 tahun.

Baca Juga :  Tingkatkan Pembangunan Desa Toyogo Sragen, Blesscon Kucurkan Dana CSR

“Bahwa untuk bisa menggunakan ijazah S1 itu kan ada syarat-syaratnya. Selain S1, syarat lain untuk masuk jabatan fungsional harus melakukan penyesuaian ijazah dari golongan 2 ke golongan 3 sementara beliau belum. Kebetulan di Sragen ada aturan dua tahun baru bisa PI (Penyesuaian Ijazah-Red),” terangnya.

Staff Bagian Analisis Kepegawaian, Sukisna menegaskan Suwarti tetap diakui sebagai PNS. Sehingga jika ada persepsi tidak diakui PNS hal itu sama sekali tak benar.

Ia juga mengoreksi jumlah uang yang harus dikembalikan oleh Suwarti sekitar Rp 90 juta bukan Rp 160 juta.

Selain diminta untuk mengembalikan gaji selama dua tahun, Suwarti juga terancam tidak mendapatkan hak pensiun.

Sukisna menjelaskan hal tersebut terjadi karena ketika dilakukan verifikasi terhadap data kepegawaiannya ditemukan persyaratan masa kerja yang kurang terpenuhi.

“Bu Suwarti itu statusnya sebagai PNS. Hanya saja, ketika sampai batas usia pensiun itu diajukan tidak mendapatkan hak pensiun karena masa kerjanya baru empat tahun sembilan bulan. Untuk kasus Bu Suwarti paling tidak harus terpenuhi selama lima tahun tetapi itu kan masih kurang sehingga tidak bisa mendapatkan hak pensiun,” jelasnya.

Menurut Sukisna, keputusan bahwa Suwarti tidak bisa mendapatkan hak pensiun telah sesuai dengan peraturan UU Nomor 11 Tahun 1969 yang menjelaskan bahwa untuk bisa memperoleh hak pensiun, masa kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekurang-kurangnya adalah lima tahun.

Ridlowi juga meluruskan kabar jika negara tidak memberikan penghargaan atas pengabdian yang telah dilakukan Suwarti selama 35 tahun mengajar.

Menurut, Ridlowi salah satu bentuk penghargaan yang diberikan negara atas dedikasi Suwarti adalah mengangkatnya menjadi PNS tanpa melalui tes.

“Beliau mengabdi selama puluhan tahun dan sudah dihargai menjadi PNS. Selain itu, lamanya waktu mengabdi juga berpengaruh terhadap besaran gaji yang diterima setelah jadi PNS,” ujar Ridlowi.

Dengan adanya kasus ini, Kanreg I BKN Yogyakarta berharap agar masyarakat khususnya para pegawai negeri untuk terus memperbarui informasi mengenai aturan-aturan kepegawaian.

Selain itu, Sukisna juga berpesan bahwa pemahaman mengenai PNS yang akan mendapatkan hak pensiun ketika purna tugas tidak selamanya benar.

Karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hak pensiun. (Wardoyo/Republika.co)

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com