JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah Indonesia bakal terus mempromosikan pentingnya pertanian dan sistem pangan berkelanjutan.
Promosi tersebut akan dilakukan melalui berbagai forum, termasuk melalui Presidensi G20 dan kerja sama dengan Inggris melalui co-chairmanship dari dialog FACT (Forest, Agriculture and Commodities Trade).
“Indonesia juga bertujuan untuk mempromosikan komoditas berkelanjutan sekaligus memenuhi SDGs dan mendukung pembangunan ekonomi,” ujar Menko Airlangga Hartarto, sebagaimana dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Selain itu, jelas Menko Airlangga, Indonesia juga berkomitmen untuk mendorong dan menyinergikan kerja sama untuk memastikan minyak nabati berkelanjutan di berbagai organisasi internasional terkait seperti Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) dan International Coconut Community (ICC).
“Mari kita melipatgandakan upaya kita untuk mencapai SDGs, dan menetapkan jalan kita menuju komunitas global yang lebih tangguh, termasuk melalui promosi dan pengembangan minyak nabati yang berkelanjutan,” ujar Airlangga.
Kendati masih berada di tengah krisis pangan, energi dan keuangan, Airlangga menjelaskan, Pemerintah tidak hanya berupaya untuk memulihkan kondisi ekonomi seperti sebelum pandemi.
Tetapi juga mengupayakan transformasi perekonomian menjadi lebih hijau, berkelanjutan dan inklusif.
“Fokus utama kami, di tengah krisis ini memastikan ketersediaan, aksesibilitas dan keterjangkauan komoditas pertanian di pasar global,” ujarnya dalam webinar United Nations Economic And Social Council (UN-ECOSOC) High Level Political Forum (HLPF), Senin (11/7/2022).
Kegiatan yang mengusung tema “Catalysing Actions For Sustainable Vegetable Oils In Support Of The Attainment Of Sustainable Development Goals (SDGs)” itu diselenggarakan di New York, Amerika Serikat.
Dalam upaya untuk memenuhi target SDGs 2030, muncul beberapa tantangan besar seperti inflasi yang tinggi, lonjakan suku bunga, lonjakan harga pangan dan energi, serta terganggunya pasokan dan perdagangan komoditas pertanian.
Dengan mempertimbangkan pertumbuhan populasi global dan meluasnya penggunaan minyak nabati di berbagai industri, diperkirakan ukuran pasar global minyak nabati akan meningkat dari 199,1 juta metrik ton pada tahun 2020 menjadi 258,4 juta metrik ton pada tahun 2026.
Dikatakan, sebelum terjadinya krisis global, minyak nabati telah lama menjadi sumber mata pencaharian bagi petani skala kecil serta sumber mesin pembangunan di banyak negara berkembang.
Sehingga penting untuk memastikan kesinambungan pasokan minyak nabati yang cukup ke pasar global untuk mencegah volatilitas harga lebih lanjut dan guncangan terhadap ekonomi global.
“Dalam hal ini, kami terus percaya bahwa upaya bersama untuk memastikan keberlanjutan di pasar minyak nabati global harus dilakukan secara holistik dan nondiskriminatif,” tegas Menko Airlangga.
Selain itu, diperlukan juga lingkungan yang kondusif serta penyediaan sumber daya dan keterampilan untuk mendukung petani kecil dalam mewujudkan produksi berkelanjutan atas komoditas yang digunakan untuk menghasilkan minyak nabati.
Lebih lanjut dijelaskan, sebagai salah satu produsen dan pengekspor minyak nabati utama dunia, termasuk minyak sawit dan minyak kelapa, Indonesia terus menekankan pentingnya memastikan keberlanjutan di seluruh sektor minyak nabati.
Hal tersebut dilakukan di antaranya melalui pemanfaatan smart farming pada perkebunan kelapa maupun dukungan replanting bagi petani sawit.
Indonesia, menurut Menko Airlangga, juga berkomitmen untuk mempercepat transisi energi bersih melalui kebijakan biodiesel untuk mencapai net zero emissions.
Diperkirakan penggunaan B30 berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 24,6 juta ton CO2. Hal ini juga akan memperkuat tujuan Indonesia untuk mencapai target ketahanan energi dan bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025. Suhamdani