SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM โ Ketua DPRD Sragen, Suparno meminta Pemkab untuk lebih mengoptimalkan penagihan tunggakan piutang pajak dan retribusi yang mencapai Rp 24 miliar lebih.
Ia juga tak sependapat dengan opsi usulan pemutihan tunggakan piutang pajak lantaran dinilai berpotensi bikin ribet dan memicu kecemburuan sosial.
Hal itu disampaikan menyusul munculnya tunggakan piutang pajak hingga akhir 2021 yang terakumulasi mencapai Rp 24 miliar.
Selain tiap tahun menghiasi catatan APBD dan menjadi evaluasi Gubernur, tunggakan pajak Rp 24 miliar dinilai sebagai angka yang tidak sedikit.
โHarapan saya, Pemkab harus lebih rajin dan gencar lagi mengoptimalkan penagihan. Silakan dievaluasi, kenapa masih tinggi tunggakan piutangnya. Kalau memang petugas penagihan kurang, bisa ditambah. Tapi prinsip, kami lebih setuju untuk dimaksimalkan penagihan. Karena Rp 24 miliar bukan angka sedikit,โ paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM ditemui di ruang kerjanya, Selasa (26/7/2022).
Legislator asal PDIP itu tak menampik langkah penagihan sebenarnya juga sudah dilakukan sejak dulu.
Ketika realita tunggakannya masih tinggi, mestinya segera ada evaluasi langkah yang harus dilakukan.
Perlu diidentifikasi langkah penagihan yang sudah dilakukan, termasuk kendala yang ditemui di lapangan.
Jika memang tunggakan itu disebabkan wajib pajak atau warga yang belum bisa membayar, harus dicari tahu penyebabnya.
โKalau memang ada petugas pungut atau Kadus misalnya yang nunggak tidak menyetorkan pajak dari warga, mungkin bisa dilakukan penindakan. Kalau perlu menggandeng pihak berwajib. Daripada nanti jadi temuan BPK terus dan jadi evaluasi Gubernur,โ ujarnya.
Ia menyarankan langkah menggandeng pihak berwajib bisa ditempuh untuk lebih mengefektifkan penagihan. Terlebih Pemkab beberapa waktu lalu sudah membuat MoU dengan Kejaksaan Negeri Sragen.
โPerlu dilihat lagi MoU-nya. Kalau memang bisa untuk memaksimalkan penagihan, kenapa tidak,โ tandasnya.
Suparno menegaskan secara prinsip, pihaknya juga tak sepakat jika tunggakan piutang sebesar itu harus diputihkan.
Selain butuh regulasi yang tidak sederhana, hal itu juga rentan memicu kecemburuan sosial.
โKalau bisa jangan sampai lah (pemutihan). Karena nanti kalau regulasinya tidak berpihak, malah bisa ribet. Lalu potensi itu (kecemburuan sosial) sangat betul sekali,โ tandasnya. Wardoyo