BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Harga telur ayam ras atau ayam negeri di Boyolali terus mengalami kenaikan. Padahal, Boyolali adalah sentra peternakan ayam petelur.
Harga telur di pasaran kini tembus Rp 30.000/kg, bahkan, ada yang menjual sampai Rp 31 ribu – Rp 33.000/kg. Diprediksi harga telur akan terus mengalami kenaikan seiring bertambahnya permintaan. Pasalnya, bulan Suro segera berakhir sehingga makin banyak warga menggelar hajatan.
Darojat, salah satu pedagang telur ayam negeri di Pasar Mangu, Kecamatan Ngemplak mengungkapkan, harga telur ayam negeri terus mengalami kenaikan sejak dua pekan terakhir. Awalnya, harga telur berkisar Rp 23.000/kg . Namun terus naik bertahap hampir setiap hari.
“Naiknya memang bertahap, tidak sekaligus. Kadang sehari naik Rp 1.000, kadang Rp 500, pernah juga hanya Rp 300. Saat ini tembus Rp 30.000/kg,” katanya, Kamis (25/8/2002).
Diduga, kenaikan harga telur ini disebabkan berkurangnya pasokan dari peternak. Dia yang semula mendapat pasokan telur dari 3 distributor, saat ini hanya satu distriburot saja yang memasok. Itupun pasokan dibatasi, hanya 2-3 kotak perhari kapasitas 25 kg/kotak.
“Kalau saat ini permintaan telur stabil karena masih Suro. Namun beberapa hari lagi, pasti meningkat. Banyak orang punya hajat karena bulan Suro sudah selesai.”
Dia pun memperkirakan harga telur masih akan terus naik, seiring semakin tingginya permintaan.
“Jika kondisi pasokan masih seperti ini, pasti harga akan terus naik. Karena permintaan akan semakin tinggi seiring banyaknya warga menggelar hajatan.”
Kondisi senada diakui Eko, pedagang di Kecamatan Teras.
“Kemarin saja sudah Rp 31 ribu/kg. Kemungkinan juga masih akan terus naik. Ya, bagaimana lagi. Harga dari distributor sudah naik, jadi pedagang pun terpaksa ikut menaikkan harga.”
Erfak salah satu peternak ayam petelur di Kecamatan Sambi mengaku kewalahan memenuhi pasar. Sebab, produksi telur berkurang akibat populasi ayam yang dikurangi saat puncak pandemi Covid-19 lalu. Saat itu peternak merugi karena harga harga telur jatuh.
Dampaknya, peternak pun terpaksa mengurangi sebagian ternaknya untuk menekan kerugian.
“Akibatnya, produksi telur juga berkurang. Sebelum pandemi, saya bisa memproduksi 50 kotak. Sekarang ini, produksi tinggal 30 kotak,” jelasnya. Waskita