Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Tragisnya Petani Tembakau Lereng Gunung Merapi- Merbabu, Boyolali. Cukai Rokok Naik, Harga Tembakau Malah Anjlok

Petani menjemur tembakau rajangan di areal parkir Pasar Hewan Jelok, Kecamatan Cepogo / Foto: Waskita

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM –  Tragis benar nasib para petani tembakau di lereng Merapi- Merbabu, Boyolali.

Ya, kenaikan cukai tembakau justru membuat mereka terpuruk. Pasalnya, harga tembakau rajangan kering malah anjlok hingga Rp 15.000/kg.

“Berat mas, jadi petani tembakau,” ujar Suparno, petani tembakau asal Desa Samiran, Kecamatan Selo, Kamis (1/9/2022).

Setelah dihantam pandemi Covid-19, petani dihadapkan dengan kenaikan cukai rokok.

Ironisnya, harga tembakau malah anjlok. Harapan merasakan kenaikan harga tak kesampaian. Saat ini, harga jual tembakau kering rajangan hanya Rp 50.000 /kg.
Harga tembakau kualitas di atasnya Rp 55.000/kg. Yang kualitas tinggi nomor satu bisa Rp 65.000/kg.”

Dijelaskan, kenaikan cukai rokok justru merugikan petani tembakau. Apalagi, kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok terjadi hampir tiap tahun. Dampaknya, harga tembakau kering rajangan terus turun.

Bahkan, petani dan buruh pengrajang tembakau tidak mendapatkan untung. Hasil panen hanya mampu menutup modal dan operasional selama enam bulan menunggu panen daun tembakau. Belum lagi biaya perawatan tanaman tembakau sejak tanam hingga panen.

“Dihitung- hitung, ya hanya sekedar impas saja.”

Sebagai contoh, dirinya menanam 5.000 batang pohon tembakau.  Penanaman membutuhkan modal sekitar Rp 20.000.000. Kalau nanti hasil panen dijual, maksimal hanya menerima Rp 30.000.000 setelah dikurangi biaya operasional dan biaya lain- lain.

“Memang terasa berat. Gampangannya itu setengah tahun baru panen. Dapat Rp 10.000.000 untuk hidup enam bulan, berat banget.”

Beruntung petani tidak kesulitan menjual tembakau hasil panen. Lantaran ada program kemitraan dengan perusahaan rokok. Sehingga petani menjadi pemasok tetap setiap tahun. Di sisi lain, Boyolali menjadi salah satu daerah penghasil tembakau terbesar.

Petani juga akan menerima manfaat dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT). Sebagian dana nantinya disalurkan untuk kesejahteraan petani. “Lumayan ada dana DBHCT sehingga petani juga bisa ikut merasakan.”
Keluhan serupa diungkapkan Semi, petani tembakau asal Desa Tarubatang, Selo. Dia mulai menanam tembakau sejak April lalu. Saat ini dia mulai memanen tembakau yang ditanam di sepetak lahannya. Sebagian lahan disisakan untuk bertanam tomat.
Langkah itu dilakukan untuk mengakali masa panen tembakau yang cukup lama. “Sebagian lahan saya tanami tomat. Jadi sembari nunggu panen daun tembakau hampir setengah tahun, dia bisa panen tomat secara berkala. Lumayan untuk membuat dapur tetap ngebul.” Waskita

Exit mobile version