JOGLOSEMARNEWS.COM – Para pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur mengungkap masih banyak beras selundupan yang masuk ke Indonesia.
Beras asal Vietnam menjadi salah satu beras yang banyak ditemukan berkeliaran di sejumlah pasar beras di negeri ini.
Fakta itu diungkapkan para pedagang beras di hadapan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, di pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Senin (3/10/2022).
Salah satu pedagang bernama Billy Haryanto blak-blakan menyebut beras selundupan asal Vietnam itu masuk dan merajai hampir mayoritas beras yang beredar di beberapa pasar induk.
Ia bahkan menyebut di Batam, beras Vietnam yang beredar mencapai 90 persen. Beras ilegal itu masuk melalui pelabuhan di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
“Di Batam 90 % (beras) selundupan. Dari Vietnam 90 % masuk lewat pelabuhan di Batam,” katanya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Senin (3/10/2022).
Pedagang kelahiran Sragen itu menguraikan kategori beras yang masuk ke Batam tidak ada pengkategorian beras khusus.
Setelah sampai di Batam, barang disalurkan lagi ke beberapa wilayah, seperti ke daerah Jambi.
“Jambi ada pelabuhan untuk menyelundupkan, Kuala Tungkal namanya,” katanya menjelaskan.
Namun ia memastikan beras selundupan tidak bisa masuk ke pulau Jawa. Hal ini disebabkan karena ketatnya pengawasan oleh pemerintah.
“Kalau di Jakarta ketat sekali. Kalau untuk ke Jawa. Satu kilogram pun nggak berani mereka, pasti Presiden marah,” ujarnya.
Ia mengklaim ada sekitar 500 ton beras selundupan yang masuk melalui pelabuhan Batam setiap hari.
Harga beras tersebut bahkan disebut lebih murah Rp 2.000/kilogram.
“Bedanya jauh, murah. yang jelas Rp 2.000 per kilogram,” ungkapnya.
Billy menambahkan, naiknya harga beras lebih disebabkan karena tingkat produksi yang kurang.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) buka suara soal permasalahan harga beras.
Selain disebabkan faktor alam dan pendistribusian, tingginya harga beras saat ini disebabkan karena masuknya pihak swasta yang menguasai pasar.
“Tapi dengan berkembangnya swasta-swasta yang memproduksi beras dengan teknologi tinggi, pabrik, ini mereka menguasai. Dan sampai hari ini juga tidak ada pengendalian buat mereka. Mereka merusak harga di lapangan,” tandasnya. Wardoyo