Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Dibully Gegara Tak Berjilbab, Siswi SMAN 1 Sumberlawang Sempat Ingin Pindah Sekolah. Temannya Kompak Kirim Surat Begini

Surat dari teman-teman SF, siswi korban dugaan bullying gegara tidak berjilbab yang dikirim ke sekolah. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus dugaan bullying atau perundungan yang menimpa siswi SMAN 1 Sumberlawang, SF (14) gegara tak berjilbab mencuatkan fakta baru.

Ternyata, siswi kelas X asal Desa Doyong, Miri itu mengaku sempat tertekan, trauma hingga berencana pindah sekolah setelah kejadian itu.

“Jadi setelah kejadian itu, anak saya menangis. Lalu sempat merasa malu dan tertekan sehingga nggak mau sekolah dan mau pindah,” papar orangtua SF, Agung Purnomo kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (10/11/2022).

Agung menceritakan saat berniat pindah, namun teman-teman putrinya keberatan atau nggondeli.

Bahkan mereka sempat kompak menulis surat dikirim ke pihak sekolah. Surat itu intinya menyatakan keberatan jika korban pindah dari SMAN 1 Sumberlawang.

“Iya, tapi teman-temannya nggondeli tidak ikhlas pindah. Siswi-siswi sempat kompak kirim surat ke pihak sekolah terkait keberatan jika pindah,” urai Agung.

Agung sendiri resmi melaporkan Suwarno, sang guru matematika ke Polres Sragen.

Sang guru diduga melakukan perundungan verbal terhadap korban karena tidak memakai jilbab atau hijab. Aksi perundungan dilakukan saat sang guru memberikan nasehat menohok soal jilbab kepada korban di depan teman-temannya.

Menurut keterangan Agung Purnomo, aksi dugaan bullying itu dialami putrinya di kelas saat diajar oleh sang guru.

Di depan teman-temannya, putrinya dinasehati sang guru untuk mengenakan hijab.

Hanya saja, cara menasehati dinilai terlalu berlebihan sehingga membuat putrinya menjadi tertekan dan trauma.

Saat itu, oknum guru itu berkata bawah apalah artinya pintar pelajaran matematika kalau tidak memakai jilbab (hijab). Sekitar 30 menit diceramahi guru, sang anak kemudian menangis dan mengadu ke orang tuanya.

“Oknum guru itu bilangnya kamu orang islam kok nggak pakai hijab. Benar kamu pintar matematika, tapi agama jauh lebih penting. Pakai hijab lebih penting. Apalah artinya pintar matematika kalau tidak pakai jilbab,” ujarnya.

Orangtua siswi korban perundungan, Agung Purnomo saat menunjukkan surat dukungan moril dari teman-teman putrinya. Foto/Wardoyo

Mendapat nasehat nandes di depan teman-temannya, korban langsung menangis.

Ia kemudian lapor ke orangtuanya setelah hampir 30 menit diceramahi sang guru di depan siswi lainnya yang hampir semuanya sudah mengenakan jilbab itu.

Oknum guru matematika yang diduga melakukan perundungan, SWN itu akhirnya dilaporkan ke Polres Sragen, Rabu (9/11/2022).

SWN dilaporkan setelah orangtua siswi kelas X itu, Agung Purnomo, tak terima dengan apa yang menimpa putrinya.

Agung yang juga pengusaha mebel, resmi melapor ke Polres bersama sang putri didampingi istrinya.

Setiba di Polres, mereka langsung melapor ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim dan diterima oleh Kanit PPA, Ipda Tri Ediyanto.

Agung mengatakan langkah hukum terpaksa diambil lantaran ia merasa pihak sekolah tak memberi ruang dialog atau mediasi.

Sementara, seusai kejadian perundungan, putrinya justru masih terus mendapat perlakuan yang sama dari kakak kelas dan tidak ada permintaan maaf dari oknum guru.

“Awalnya sekolah janji memberi ruang dialog, tapi sampai saat ini ruang untuk dialog itu tidak pernah ada. Ini adalah PR kita bersama bagaimana hal itu tidak terjadi lagi dan anak saya bisa bersekolah lagi dengan nyaman,” paparnya.

Agung justru menyoroti acara kampanye anti perundungan yang digelar sekolah beberapa waktu lalu samasekali tidak menyelesaikan masalah.

Menurutnya deklarasi itu tak ubahnya hanya sekedar seremonial belaka. Sementara atas apa yang menimpa putrinya, tidak ada action nyata dari sekolah untuk penyelesaian masalah itu.

“Faktanya setelah seremoni, anak kami tetap dibully kakak kelas dan telepon minta dijemput pulang,” jelasnya.

Agung menjelaskan sebenarnya tidak ingin masalah berlarut apalagi sampai ke ranah hukum.

Ia hanya ingin masalah itu diselesaikan dengan baik agar trauma yang diderita anaknya bisa hilang dan kembali ke sekolah tanpa ada rasa takut.

“Istilahnya, bagaimana korban harus digedekke atine (dibesarkan hatinya) dan pelaku sadar untuk tidak mengulangi lagi. Itu yang sampai saat ini tidak kami dapatkan sehingga kami terpaksa lapor ke polisi,” tambahnya.

Agung juga merasa tidak masalah jika anaknya dididik bagaimana menjalankan ibadah syariat Islam dengan baik.

Apalagi akhlak mulia, salat, berkerudung juga demi kebaikan sang anak. Hanya saja mendidiknya harus dengan cara yang baik dan jauh dari perundungan.

“Kami sepenuhnya yakin bahwa intoleransi dan radikalisme tidak ada tempat di negeri ini. Silakan didik anak kami dengan dijiwit, dikeplak, tapi jangan ada perundungan verbal, apalagi di depan teman-temannya,” tandas Agung.

Sementara, Kepala SMAN 1 Sumberlawang, Suranti Tri Umiatsih menjelaskan bahwa kabar dugaan perundungan tersebut hanya terkerucut dari bapak ibu guru.

Menurutnya ada hikmah besar dari kejadian tersebut.

“Kita harus introspeksi lagi untuk pelaksanaan di lapangan seperti yang diharapkan, setelah adanya ini, juga ada hikmah besar,” paparnya.

Suranti juga bakal mengevaluasi mengingat sekolah SMA N 1 Sumberlawang adalah sekolah penggerak.

“Kita diamanahi sama orang tua untuk mendidik anak selama di sekolah menjadi kewajiban kami, semaksimal mungkin bapak ibu mengajar sesuai poksinya, memaksimalkan waktunya, kebetulan sekolah kami sekolah penggerak yang harus mengoptimalkan bakat istimewa anak,” jelasnya.

Harapannya, tidak ada lagi aksi bullying di sekolah. Dinilai Suranti, saat ini banyak pengaruh buruk yang memengaruhi para anak untuk melakukan bullying. Dua di antaranya adalah pergaulan dan media sosial.

“Tak dipungkiri perubahan zaman digital saat ini, Jadi harapan kami ini menjadi pemahaman bagi anak-anak mengenai bullying. Sebab, kita perlu berikan pemahaman sedari dini agar bisa menghindari dan meningkatkan kepedulian,” imbuhnya. Wardoyo

Exit mobile version