JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Kayu Jati Aset Desa Sribit yang Dijual Disebut Capai 25 Truk. Pemdes Diminta Pembenahan dan Taat Aturan

Ilustrasi lahan kayu jati. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Kayu jati aset desa di lahan kas Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo yang dijual oleh Pemdes disebut mencapai 25 truk atau 25 rit.

Sejumlah warga yang sebelumnya melaporkan hal itu ke Kejaksaan Negeri hanya berharap Pemdes lebih transparan dan melakukan pembenahan dalam hal pengelolaan maupun penjualan aset desa.

Hal itu disampaikan salah satu tokoh Dukuh Cermo, Desa Sribit, Harsono, Selasa (30/11/2022). Pria yang terang-terangan mengaku sebagai pelapor ke kejaksaan itu menyampaikan sepengetahuannya, kayu jati yang ditebang dan dijual oleh Pemdes bukan 28 pohon.

Akan tetapi, sebanyak antara 25 sampai 30 rit atau truk. Menurutnya, yang selama ini menjadi perbincangan warga adalah harga jual yang dinilai tidak wajar karena hanya dijual Rp 50 juta.

“Iya, kemarin kami memang melangkah karena penjualan kayu jati itu sudah menjadi perbincangan warga di banyak warung. Karena kayunya yang ditebang itu sekitar 25 sampai 30 rit atau truk. Logikanya kalau jati dengan nilai ekonomis tinggi, masa segitu banyaknya hanya dijual Rp 50 juta,” paparnya kepada wartawan, Selasa (29/11/2022).

Harsono menyampaikan tak hanya harga, yang menjadi ganjalan warga adalah mekanisme penjualan yang dinilai mengabaikan aturan.

Menurutnya, karena kayu jati itu aset desa seharusnya penjualannya juga harus melalui musyawarah desa (Musdes) terlebih dahulu.

Lantas, mekanisme penjualan mestinya dilakukan sistem lelang sehingga warga juga memiliki kesempatan untuk melelang atau membelinya.

“Kalau pengamatan kami, kemarin kan nggak pakai Musdes. Tahu-tahu langsung dijual borongan. Ini kan sama saja mengabaikan hak warga. Harusnya kan dilelang terbuka, ditawarkan ke warga siapa yang penawarannya paling tinggi ya itu yang menang,” ujar Harsono.

Lebih lanjut, Harsono menguraikan sebenarnya dirinya dan beberapa warga tidak bermaksud membuat kegaduhan.

Akan tetapi, hanya berharap Pemdes melakukan pembenahan dan bisa lebih taat aturan dalam pengelolaan aset desa.

Sebab kayu jati di lahan kas desa itu dulunya juga ditanam oleh warga. Sehingga ketika ditebang atau dijual, mestinya warga juga berhak untuk membeli atau melelang.

Baca Juga :  Dua Kali Panen Padi Melimpah Dan Harga Jual Tinggi, Pemerintah Desa Bedoro Sragen Akan Menggelar Sholawat Bersama Habib Syech Bin Abdul Qadir Assegaf. Bentuk Rasa Syukur Pada Allah

“Kami nggak ada niatan bikin gaduh atau melakukan penggalian. Cuma ingin transparansi dan ada pembenahan di desa saja. Kami hanya ingin di desa itu ada pembenahan biar Sribit juga bisa seperti desa-desa lain yang sudah maju,” katanya.

Harsono menambahkan pihaknya dan sejumlah warga memang sudah membuat surat pernyataan kesepakatan terkait persoalan penjualan kayu aset desa.

Dari kejadian ini, Pemdes diharapkan bisa melakukan perbaikan ke depannya dalam hal pengelolaan atau penjualan aset desa.

“Kami hanya ingin meluruskan saja. Agar ke depan bisa lebih taat aturan. Karena kemarin waktu penebangan dan penjualan jati itu tidak ada Musdes dan tidak ada izin tertulisnya ke BPD,” imbuhnya.

Masih Utuh di Rekening

Sementara, Kades Sribit Sutaryo menyampaikan hasil penjualan kayu di lahan kas desa itu memang hanya Rp 50 juta.

Uang Rp 50 juta hasil penjualan juga masih tersimpan di rekening desa di Bank Jateng.

Uang tersebut memang belum digunakan karena penjualannya mendekati akhir tahun anggaran, sehingga uang belum bisa digunakan dan masih utuh di rekening desa.

“Jadi kemarin itu kayu jati itu dibeli borongan senilai Rp 50 juta. Oleh pembelinya dibayar 2 kali, awalnya Rp 18 juta lalu setelah ditebang Rp 32 juta. Uang juga langsung disimpan di rekening desa di Bank Jateng. Karena mepet tahun anggaran, belum bisa dimusyawarahkan mau digunakan untuk apa. Sehingga masih utuh di rekening, baru nanti di anggaran 2023 akan kita sampaikan. Itu sudah masuk pendapatan desa, nanti akan digunakan untuk desa. Bukan untuk pribadi saya,” paparnya didampingi Sekdes, Didin Johan.

Kades menyebut penebangan dan penjualan kayu jati itu sebenarnya juga sepengetahuan dan seizin tokoh masyarakat, RT hingga BPD.

Hanya saja, ia mengakui jika izin dari Ketua BPD pada awalnya hanya sebatas izin lisan tanpa disertai tertulis.

“Saya akui itu mungkin kekurangannya di izin tertulis. Tapi toh uangnya juga masuk rekening desa, kami nggak menggunakannya. Nanti di 2023 baru masuk anggaran dan digunakan untuk kepentingan desa,” jelasnya.

Baca Juga :  Harga Gas LPG 3 Kg di Sragen Naik Ugal Ugalan Per Tabung Tembus Rp 30000 Warga: Sudah Terjadi 1 Minggu Sebelum Lebaran Idul Fitri
Kades Sribit, Sutaryo. Foto/Wardoyo

Lebih lanjut, Kades menjelaskan penjualan kayu jati itu bermula dari permohonan beberapa tokoh agama dan tokoh masyarakat di bantaran yang sebagian rumah dan permukimannya sudah amblas tergerus bengawan.

Karena tidak punya lahan lain, mereka datang meminta direlokasi ke lahan kas desa. Dari rembug dengan tokoh RT dan desa, kemudian diizinkan untuk memanfaatkan lahan kas desa di Dukuh Cermo yang selama ini ditumbuhi kayu jati.

“Kami terus ijin secara lisan ke Ketua BPD dan mempersilakan. Selang beberapa waktu ada pemberitahuan kalau lahan itu masih ada pohon jatinya. Karena akan dibangun rumah, sehingga pohon jati diputuskan untuk dijual. Kita borongkan deal Rp 50 juta itu. Silakan bisa ditanya pembelinya pun siap memberi keterangan,” jelasnya.

Dari hasil rapat dengan tokoh, RT dan BPD, lahan seluas 6.500 M2 itu sebagian dikavling untuk relokasi warga yang kehilangan tempat tinggal. Diperkirakan ada 11 kavling di lahan itu.

Mereka hanya memiliki hak pakai dan nantinya juga dibuatkan Perdes. Sisa lahan yang tidak ditempati, sudah disepakati akan dimanfaatkan untuk ditanami jati lagi oleh RT dan PKK.

“Kami dari awal melangkah sudah selalu rembugan dengan tokoh masyarakat, RT dan BPD. Karena ini juga untuk masyarakat, bukan kepentingan pribadi,” jelasnya.

Sutaryo menambahkan persoalan itu juga sudah dimediasi saat pendalaman oleh kejaksaan. Pihak desa bersama RT dan RW dihadirkan dengan pihak warga yang melapor untuk duduk bersama mendengarkan penjelasan.

Setelah disampaikan duduk persoalan dan kronologi detailnya, barulah oknum pelapor menyampaikan bisa menerima dan membuat surat pernyataan.

“Mereka bisa menerima karena uang memang juga masih utuh di rekening desa. Mereka juga nggak nuntut apa-apa karena sudah tahu lahan itu dimanfaatkan untuk warga yang kehilangan tempat tinggal,” jelasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com