Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Nasib Sanksi Guru Pelaku Bullying Jilbab di Sragen, Pantaskah Dipecat?

Guru matematika SMAN 1 Sumberlawang, Suwarno. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM
Komisi IV DPRD Kabupaten Sragen menyerahkan proses administrasi atau sanksi yang mungkin diberikan kepada guru SMAN 1 Sumberlawang terduga pelaku bullying siswi tak berjilbab.

Mereka hanya menegaskan agar kasus tersebut menjadi perhatian guru, sekolah dan semua pihak agar tidak terulang kembali.

Ketua Komisi IV, Sugiyamto mengatakan soal sanksi yang mungkin diterima guru Suwarno, menurutnya hal menjadi kewenangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah.

“Pantas tidaknya sanksi untuk guru, itu nanti ada pemanggilan dari dinas provinsi. Sanksi tentu ada dari provinsi, selaku penanggungjawab sekolah SMA/SMK,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , seusai pemanggilan sang guru di Ruang Serbaguna DPRD Sragen, Rabu (16/11/2022).

Legislator asal PDIP itu menegaskan penanganan kasus perundungan siswi tak berhijab di SMAN 1 Sumberlawang mestinya tidak hanya berhenti pada tingkat guru saja.

Seluruh elemen sekolah termasuk siswa diharapkan harus menghentikan segala bentuk tindakan atau ucapan agar kasus perundungan itu tidak terulang.

Menurut Sugiyamto, permasalahan perundungan juga harus menyentuh pada psikis dan psikologis yang diterima oleh korban.

Pihak sekolah diminta melakukan pendekatan psikologis kepada korban sehingga trauma bisa hilang.

“Jadi kami menyarankan, masalah ini bukan hanya selesai ditingkat guru, tapi juga selesai di tingkat murid,” urainya.

Penegasan itu disampaikan lantaran setelah permasalahan itu mencuat, ternyata masih ada beberapa siswa yang melakukan atau bahkan menyindir korban.

Menurutnya hal itu harus bisa dicegah oleh pihak sekolah. Sebab cibiran atau sindiran itu justru akan menambah trauma korban yang sempat tertekan.

“Ketika korban sudah mau kembali sekolah, tidak boleh ada perundungan lagi baik dari guru atau siswa lain. Di sini pihak sekolah harus tanggungjawab mengkondisikan,” tandasnya.

Sugiyamto juga menyoroti deklarasi anti perundungan yang sempat digelar pihak sekolah sesaat usai kejadian. Menurutnya deklarasi itu terbukti belum cukup menuntaskan permasalahan ini.

Ia memandang itulah peran penting dari sekolah, agar kasus tersebut dapat benar-benar diselesaikan, tanpa buntut perundungan lagi.

“Mungkin ada 2,3 atau 4 yang masih mencibir dan lain sebagainya, masih ada orang yang menghina atau menyindir, dan hal itu harus segera diselesaikan oleh Bapak Ibu guru yang ada di sana,” terangnya.

Meskipun sudah digelar deklarasi anti perundungan, hal itu belum cukup menyelesaikan masalah jika tidak diikuti aksi nyata.

Harus ada eksekusi ketemu langsung dengan siswa, memberi tahu di masing-masing kelas segala permasalahan terkait perundungan.

“Tidak boleh ada yang mencibir soal tata budaya dan pakaian lagi,” tambahnya.

Sehingga dengan begitu, korban bisa dapat kembali ke sekolah dengan nyaman tanpa menerima perundungan lagi. Wardoyo

Exit mobile version