SRAGEN, JOGLOSEMARNEWA.COM- Tahapan seleksi guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) memberi pengalaman getir bagi Lis Wiji Harsiwi.
Berapa tidak, guru honorer mata pelajaran Prakarya di SMPN Masaran 2 Sragen itu harus menanggung pilu di tengah kabar gembira yang menghampiri mayoritas guru honorer akhir-akhir ini.
Ya, di saat hampir sebagian besar temannya lolos pendataan dan mendapat formasi penempatan pada seleksi tahap III, Lis ternyata harus menerima kenyataan pahit.
Dia tidak bisa terakomodir ikut pendataan lantaran tidak ada formasi dan tidak mendapat penempatan.
Padahal, ia sudah dinyatakan lulus passing grade (PG) dari seleksi sebelumnya.
Apa yang dialaminya kontras dengan kondisi hampir semua rekan guru honorer senasib (sudah lulus PG) yang kini sudah nyicil ayem dengan mendapat formasi dan penempatan.
“Dari guru honorer Prakarya yang lulus PG dan ngajar di sekolah negeri, hanya tinggal 5 yang tidak dapat formasi. Termasuk saya, sisanya beberapa guru yang ngajar Bahasa Inggris SMP dan SD. Nggak banyak, hanya beberapa. Sementara lainnya semua yang lulus PG sudah ayem dapat formasi dan penempatan. Siapa yang nggak sedih Mas,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (18/12/2022).
Lis menceritakan sudah hampir 14 tahun mengajar sebagai guru honorer Prakarya.
Selama belasan tahun, tiap hari ia harus menempuh perjalanan hampir 20 kilometer dari rumahnya di Ngrampal ke sekolah yang berlokasi di Masaran.
Perjuangan tak kenal lelah menjadi honorer itu sempat menerbitkan asa ketika pemerintah menggulirkan wacana akan mengangkat semua honorer menjadi PPPK beberapa waktu lalu.
Namun, mimpi itu harus tersendat ketika ada penerapan kebijakan passing grade. Beberapa kali gagal lolos seleksi, ia akhirnya bisa memenuhi passing grade pada seleksi terakhir tahun lalu.
Sayang, hal itu pun tak cukup mengantarnya untuk otomatis lolos mendapat formasi dan penempatan.
“Saya sudah tes berkali-kali dan sudah PG. Kok masih nggak diloloskan karena alasannya nggak dapat formasi dan penempatan. Prakarya hanya dikasih 5 formasi padahal total ada 21 yang sudah PG. Kenapa pemerintah enggak adil, kalau semua sudah lolos PG ya mestinya semua diberi formasi dan penempatan, katanya mau menuntaskan. Tapi kenapa harus dibeda-bedakan. Kita 14 tahun juga mengajar nggak nganggur,” ujarnya sedih.
Lebih lanjut, Lis menuturkan yang menyesalkan dari nilai skor seleksi tahap terakhir, di antara 21 guru Prakarya yang lulus PG, skor miliknya 520 sebenarnya ada di urutan 5.
Namun dari 5 yang dinyatakan lolos, justru posisi kelima ditempati oleh guru honorer yang skornya hanya 420 dan peringkatnya sangat jauh di bawahnya.
” Saya seperti didzalimi. Saya harusnya ranking 5 masuk dan lulus dapat formasi, malah yang ranking rendah yang dapat,” keluhnya.
Kenyataan itu membuat Lis sempat syok dan tertekan mental. Apalagi dari guru honorer yang ada di sekolahnya, tinggal dirinya saja yang belum lolos dan dapat formasi.
Hal itu membuat beban mentalnya makin bertambah. Terlebih rekannya yang notabene lebih muda dan belum lama mengajar, semuanya juga sudah lebih dulu lolos.
“Saya kadang nangis kalau sampai sekolah. Kenapa harus diperlakukan seperti ini oleh pemerintah. Padahal kalau mengacu Permendikbud honorer di atas 10 tahun diprioritaskan diangkat. Apalagi kalau lihat teman satu sekolah sudah penempatan semua, mereka sudah ayem, saya sendiri yang belum. Kadang di ruangan saya nangis sendiri, sampai nggak kuat ngajar,” tuturnya.
Lis mengaku sudah berupaya menyampaikan aspirasi ke Disdikbud dan ke DPRD melalui audiensi beberapa waktu lalu.
Ia hanya berharap ada keadilan dan prioritas untuk honorer yang sudah lama mengabdi dan lolos PG agar bisa diangkat PPPK seperti yang lainnya.
“Saya hanya ingin hak untuk diangkat bisa diberikan. Karena saya sudah mengabdi di atas 10 tahun, lulus PG dan linier juga,” imbuhnya.
Menanggapi keluhan itu, Kadisdikbud Sragen, Suwardi menyampaikan penentuan formasi dan penempatan sepenuhnya dari pemerintah pusat.
Daerah hanya berwenang mengajukan dan mengusulkan saja. Soal indikasi penunjukan peserta ranking bawah yang dapat formasi, ia meminta tidak berprasangka buruk terlebih dahulu.
“Jangan suudzon, semua itu sudah dari pusat. Nanti tetap akan kami sampaikan ke pusat,” paparnya.
Sementara, Kepala BKPSDM Sragen, Kurniawan Sukowati menyampaikan no pihaknya siap memfasilitasi persoalan guru lulus PG yang belum terakomodir itu ke Kemendikbud.
Ketua Komisi IV DPRD Sragen, Sugiyamto mengapresiasi tanggapan Disdikbud dan BKPSDM yang akan berupaya memproses keluhan para guru lulus PG yang belum terakomodasi itu.
Ia berharap persoalan guru yang sudah lulus PG dan tidak mendapat formasi itu bisa segera dituntaskan agar mereka bisa terakomodir seperti yang lainnya
“Harapan kami lebih bersabar, pasti nanti akan dicarikan solusi. Karena ini yang menentukan pusat,” tandasnya. Wardoyo