SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus perkosaan yang menimpa seorang siswi SMA asal Masaran Sragen berinisial DA, menyisakan cerita pilu.
Kisah kelam dijadikan budak nafsu pamannya, S (50) yang dialaminya sejak duduk di bangku SD, menghadirkan rasa trauma mendalam.
Bahkan saking depresinya, siswi malang yang tinggal sendirian karena orangtuanya merantau itu sempat berniat mengakhiri hidupnya.
Korban sempat beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Aksi itu dilakukan dengan menyayati tangannya pakai silet.
“Iya, korban sempat mengalami depresi dan psikisnya terguncang. Bahkan saking depresinya, korban sempat melakukan beberapa kali percobaan bunuh diri dengan menyayati tangannya pakai silet,” papar Sekretaris LBH Soratice (Soloraya Justice), Syauqi Libriawan kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Jumat (16/12/2022).
Kasus itu kini sudah ditangani Unit PPA Reksrim Polres Sragen. DA dilaporkan menjadi korban perkosaan pamannya sendiri berinisial S (50).
Padahal, oleh orangtuanya, korban sebenarnya dititipkan ke pamannya itu.
Ironisnya, aksi tak senonoh itu dialami secara berulang dari korban sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) hingga SMP.
Akibat kejadian itu, korban yang dipaksa dengan disertai ancaman, kini mengalami trauma dan guncangan psikis berat.
Kasus itu terungkap setelah orangtua korban mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Soratice (Soloraya Justice) yang kemudian melaporkan ke Unit PPA Polres Sragen pada September 2022 lalu.
Founder LBH Soratice, I Made Ridho mengungkapkan kasus pencabulan sedarah itu pertama kali dialami saat korban masih duduk di bangku kelas V SD.
Kebetulan korban tinggal sendirian di rumahnya lantaran kakak dan orangtuanya merantau di luar Jawa.
Posisi rumah korban berhimpitan depan belakang dengan rumah terduga pelaku atau pamannya itu. Sehingga pelaku bisa leluasa melancarkan aksi bejatnya terhadap korban.
“Korban memang tidak sampai hamil dan masih sekolah. Akan tetapi karena aksi pencabulan dilakukan berulang dan rumah korban hanya membelakangi rumah pelaku dengan akses jalan keluar masuk lewat samping rumah pelaku, membuat korban ini trauma berat setiap bertemu terduga pelaku,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (15/12/2022).
Sekretaris LBH Soratice, Syauqi Libriawan menjelaskan dari keterangan korban, aksi perkosaan itu dialami kalo pertama sekitar tahun 2015 saat korban masih kelas V SD.
Saat itu, korban yang tengah tidur di kamarnya, mendadak didatangi pelaku. Diawali dengan meraba-raba, pelaku kemudian menyetubuhi korban secara paksa.
“Awalnya dipegang, lalu diraba-raba, dan kemudian pelaku menyetubuhi secara paksa. Korban kebetulan sendirian di rumah. Sebenarnya oleh orangtuanya dititipkan ke terduga pelaku yang juga pamannya karena rumahnya hanya depan belakang. Saat beraksi, pelaku selalu melontarkan ancaman sehingga korban ketakutan,” ujarnya.
Merasa tak ada perlawanan, pelaku kemudian mengulangi perbuatannya. Dari pengakuan korban, kejadian kedua berselang agak lama yakni ketika sudah duduk di bangku SMP.
Saat itu korban numpang mandi di kamar mandi pelaku. Ketika korban berada di dalam, mendadak pelaku memaksa masuk dan kembali melancarkan aksi bejatnya.
“Yang kedua tidak sampai disetubuhi. Pelaku hanya memasukkan jarinya sambil menunjukan alat vitalnya ke korban,” urainya.
Tak cukup sampai di situ, pelaku kembali melancarkan aksinya saat korban bermain bersama teman-temannya di halaman rumah pelaku.
Saat teman-teman korban pergi, pelaku langsung menghampiri korban dan kembali terjadi aksi cabul oleh pelaku.
“Yang diingat ada 3 TKP itu. Korban agak sulit mengingat yang lainnya. Yang jelas kejadiannya berulang. Korban saat ini usianya sekitar 20 tahun. Karena dulu waktu di SD sempat tinggal kelas,” urai Syauqi.
Lantaran sudah tak tahan, korban akhirnya buka suara dan menceritakan ke kakaknya pada September 2022 lalu.
Oleh kakaknya kemudian disampaikan ke orangtua hingga akhirnya memutuskan lapor ke Polres.
“Kondisi korban masih sekolah dan duduk di kelas III SMA (kelas XII). Tapi karena rumahnya hanya depan belakang dan harus lewat samping rumah pelaku, sehingga korban kadang ketakutan dan minta diantar ke sekolah,” lanjutnya.
Usai melapor, penyidik PPA sudah melakukan visum terhadap korban dan meminta keterangan saksi-saksi.
Termasuk kepada terduga pelaku meski sempat dua kali mangkir panggilan. Menurutnya, dari keterangan penyidik, alat bukti dinilai sudah cukup dan tinggal menunggu progres dari Polres.
“Kita juga menggandeng Sahabat Kapas untuk memberikan pendampingan psikis dan mengantar ke psikologi klinis untuk pemulihan psikis korban. Jadi selain pengawalan kasus hukum, kami juga fokus memberikan treatment pemulihan psikisnya,” imbuhnya.
Pihaknya berharap kasus tersebut bisa segera diusut tuntas dan pelaku diproses sesuai perundangan yang berlaku. Wardoyo