SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebanyak 16 siswa SMPN 3 Berbah, Sleman dititipkan ke Pondok Pesantren selama seminggu, lantaran kedapatan pesta Miras (minuman keras) di sekolah.
Mereka secara bersama-sama mengonsumsi Miras di sebuah ruang kelas saat sekolah sedang menyelenggarakan even setelah Penilaian Akhir Semester pada 22 Desember.
Belasan pelajar tersebut kepergok oleh guru dan akhirnya dibina dengan cara dititipkan selama seminggu di Pondok Pesantren.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sleman, Ery Widaryana juga meminta kepada semua Kepala sekolah SMP di Sleman agar kembali meningkatkan pembinaan karakter siswa.
Harapannya, kejadian yang tidak diharapkan tersebut tidak terulang lagi.
“Harapannya siswa kita tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas dan berkarakter,” kata dia.
Sementara itu, Kapolsek Berbah, Komisaris Polisi Parliska Febrihanoto mengatakan, belasan pelajar yang kedapatan pesta Miras di ruang kelas SMPN 3 Berbah, telah diselesaikan dengan cara kesepakatan bersama, antara pihak sekolah dan orangtua.
Mereka sepakat membina para siswa dengan menitipkannya ke Pondok Pesantren.
Adanya peristiwa itu Ia mengimbau kepada semua kalangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap putra-putrinya yang masih usia remaja.
“Karena memang anak-anak ini, di usia-usia seperti itu, sangat rentan terkena pengaruh negatif karena media sosial. Maka kita perlu membina bersama-sama mengawasi bersama-sama, untuk pencegahan supaya jangan sampai terjadi hal-hal yang menjadi ranah pidana maupun pelanggaran,” kata Parliska, Jumat (6/1/2023).
Menurut dia, pengawasan siswa SMP butuh peran semua pihak. Mulai dari orangtua, sekolah maupun lingkungan.
Selama ini, kata dia, jajaran Polsek Berbah rutin melakukan pembinaan melibatkan Bhabinkamtibmas di tingkat Kalurahan.
Bahkan dirinya juga rutin menyambangi sekolah-sekolah saat menjadi inspektur upacara.
“Tapi kan (pengawasan pelajar) ini harus bersama- sama, tidak bisa sendiri,” kata Parliska.
Saat kejadian pesta Miras tersebut, jajarannya diundang ke sekolah untuk pembinaan bersama.
Tetapi saat itu memang diputuskan oleh orangtua dan sekolah bahwa siswa yang terlibat dikirim ke Pondok Pesantren.
“Itu kesepakatan dan ini menjadi evaluasi bersama. Bahwa penting saat kegiatan kurikuler (di sekolah) agar ada pengawasan intensif,” ujarnya.