Beranda Umum Nasional Endus Indikasi Praktik TPPU Dana Pemilu, Ketua Bawaslu Sarankan PPATK Koordinasi dengan...

Endus Indikasi Praktik TPPU Dana Pemilu, Ketua Bawaslu Sarankan PPATK Koordinasi dengan KPK

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja merespons temuan PPATK soal adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan pemilu / tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Untuk saat ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) belum bisa menindaklanjuti temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan Pemilu.

Pasalnya, menurut Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, tugas Bawaslu terkait pengawasan dana kampanye baru akan dimulai pada 28 November 2023.

“Ada dana yang kemudian disinyalir akan ke Pemilu dari usaha-usaha ilegal. Masalahnya Bawaslu itu tugasnya pada dana kampanye. Tahapan kampanye belum dimulai. Tahapan kampanye dimulai 28 November 2023,” kata Bagja pada Diskusi Kedai Kopi: OTW 2024 bertajuk Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu, di Erian Hotel, Gondangdia, Jakarta, Minggu (19/2/2023).

Karena itu, Ketua Bawaslu menyarankan PPATK berkoordinasi dengan pihak kepolisian hingga KPK.

“Nah sekarang siapa? Inikan area yang seharusnya bertuan. Yang seharusnya dilakukan PPATK koordinasi dengan kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Tiga lembaga penegak hukum bisa kemudian melakukan cek terhadap informasi yang disampaikan PPATK. Ini yang harus dilakukan. Bukan di Bawaslu tapi penegak hukum lainnya,” jelasnya.

 

Rahmat Bagja menegaskan begitu masuk kampanye, baru menjadi kewenangan Bawaslu.

“Karena seluruh laporan pidana Pemilu itu harus melalui pintu Bawaslu. Ini yang saya kira didorong mahasiswa. Demokrasi ini harus berjalan dengan baik. Ada kepastian hukum, kepastian hukum di Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 bahwa negara ini berdasarkan hukum. Kita enggak bisa kemudian keluar dari itu,” katanya.

Baca Juga :  Jokowi Dinilai Layak Masuk Nominasi Tokoh Terkorup Versi OCCRP,  Ini Penjelasan YLBHI

Rahmat Bagja melanjutkan ada dua rezim yang sekarang masih jadi persoalan.

Pemilu masih dibagi dalam dua Undang-Undang. Satu UU Pemilu, satu lagi UU Pilkada.

“Penegakan hukumnya juga berbeda antara Pemilu dan Pilkada. Ini pekerjaan rumah ke depan untuk kemudian harus ada revisi besar tentang Pemilu dan Pilkada. Sanksinya, prosedurnya secara tidak diskriminatif,” katanya.

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan Pemilu.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunggu adanya laporan tersebut.

“Akan cek dulu apakah sudah diserahkan ke KPK, dan tentunya KPK akan menganalisis lebih lanjut sesuai kewenangan sebagai bagian pendalaman informasi dan data dimaksud,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (15/2/2023).

Lebih lanjut, Ali mengatakan kewenangan KPK dalam menangani pidana pencucian uang harus bermula tindak pidana korupsi, suap, maupun gratifikasi.

 

“Kewenangan KPK menangani TPPU secara aturan bila tindak pidana asalnya korupsi, suap dan gratifikasi” jelas Ali.

Namun, bila pencucian uang berasal dari pidana lain seperti ilegal fishing, mining, ataupun logging akan menjadi kewenangan penegak hukum lainnya.

Sebelumnya, PPATK mendeteksi adanya indikasi praktik TPPU dalam proses pendanaan pemilu.

Adapun indikasi tersebut terjadi di pemilu sebelumnya.

“Kita menemukan ada beberapa memang indikasi ke situ dan faktanya memang ada. Nah, itu kita koordinasikan terus dengan teman-teman dari KPU-Bawaslu,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Baca Juga :  Prabowo Masuk 10 Pemimpin Dunia Berpengaruh 2025, Jokowi Nyungsep sebagai Tokoh Terkorup versi OCCRP

Adapun indikasi TPPU itu, dikatakan Ivan, terjadi di berbagai tingkatan proses Pemilu, di antaranya pemilihan legislatif (Pileg) hingga pemilihan kepala daerah (Pilkada).

“Tidak di dalam satu segmen tertentu, ya mau kepala daerah tingkat 1 tingkat 2 sampai seterusnya,” kata dia.

Namun, Ivan mengakui belum bisa membeberkan jumlah aliran dana yang terindikasi sebagai TPPU di proses pemilu tersebut.

“Pokoknya besar ya, pidana asalnya triliunan, karena terkait dengan banyak tindak pidana kan, terkait dengan sumber daya alam. Kalau masuk ke orang-orang tertentu yang kita duga sebagai political person itu ya ada, banyak juga. Saya tidak bisa sebutkan,” tandas Ivan.

www.tribunnews.com