Selain penolakan itu, Yuni menyampaikan pemerintah juga masih terkendala validasi data terkait angka kemiskinan. Masih ada PNS, TNI, Polri, serta masyarakat mampu, masuk dalam Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sehingga masih menerima bantuan. Selain itu, pemahaman masyarakat dan pola pikir masyarakat terhadap kemiskinan harus diubah.
Dia mengatakan, ada warga yang enggan menerima bantuan agar tetap menerima bantuan sosial lain.
“Kemarin, terjadi di Desa Kadipiro. Ada satu warga membutuhkan jamban, kemudian penerima mengatakan, kalau dapat (bantuan) jamban saja nanti malah nggak dapat bantuan lagi. Pola pikir dan mindset dari warga yang seperti itu menjadi PR utama bagi pemkab,” tandas Yuni.
Pemahaman masyarakat ada yang meyakini jika sudah dinyatakan mampu berarti tidak akan mendapatkan bantuan lagi sehingga, pada saat assessment, cenderung tidak mengatakan yang sesungguhnya. Yuni mengatakan, pihaknya berusaha memvalidasi data secara door to door atau dari rumah ke rumah agar keakuratan data bisa terwujud.
Masalah lain juga ditemukan di Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan. Menurutnya, ada warga sudah mampu akan dikeluarkan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun, petugas di lapangan mengalami penolakan warga.
“Sama, karena biasanya kalau sudah dinyatakan mampu, tidak mendapatkan bantuan lagi dan itu agak sulit untuk bisa diberikan pemahaman kepada masyarakat miskin di sragen,” ujarnya.
Huri Yanto
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
- Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com