Beranda Umum Nasional Produksi Dalam Negeri Melimpah, Jokowi Putuskan untuk Impor 2 Juta Ton  Beras,...

Produksi Dalam Negeri Melimpah, Jokowi Putuskan untuk Impor 2 Juta Ton  Beras, Ini Sebabnya

Ilustrasi / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Impor beras oleh pemerintah, tidak selalu identik  dengan hasil panen dalam negeri  yang merosot atau rendahnya produksi dalam negeri.

Nyatanya, ketika hasil panen memgalami kenaikan untuk saat ini, ternyata Presiden Jokowi memutuskan untuk mengimppr beras sebanyak 2 juta ton.

Menurut  Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah, persoalan impor beras di Tanah Air bukan disebabkan oleh produksi dalam negeri yang kurang tapi karena ketidakmampuan Badan Urusan Logistik atau Bulog menyerap hasil panen petani.

Menurutnya, impor beras di selama ini dilakukan karena persediaan beras di gudang Bulog untuk stabilisasi harga dan pasokan masih tidak mencukupi batas aman, yakni 1,2 juta ton.

“Impor ini disebabkan Bulog tidak memenuhi target penyerapan panen petani sekalipun produksi lebih dari cukup,” ujar Said saat dihubungi Tempo, Senin (27/3/2023).

Said merujuk pada kegiatan impor beras tahun lalu. Pada 2022, pemerintah melakukan impor ketika Indonesia justru sedang swasembada beras. Dengan demikian, menurutnya, tidak ada korelasi linear antara produksi dengan impor.

Artinya, keputusan impor bukan diukur dari jumlah produksi dalam negeri melainkan kondisi pasokan beras di gudang Bulog. Sehingga, menurut Said, impor beras diukur dari seberapa besar kemampuan Bulog bersaing dengan pihak swasta untuk menyerap hasil produksi petani.

“Selama ini Bulog selalu kalah karena kemampuan membeli dibatasi HPP (harga pembelian pemerintah),” kata Said.

Baca Juga :  Unjuk Simpati, Emak-emak dari Berbagai Penjuru Datangi Sidang Praperadilan Tom Lembong di PN Jakarta Selatan

Keterbatasan besaran HPP membuat Bulog tidak kuat bersaing dengan korporasi swasta, meskipun tahun ini produksi dalam negeri lebih dari cukup. Terlebih berdasarkan catatannya, Said mengatakan tahun lalu Bulog hanya mampu menyerap kurang dari 5 persen dari total produksi.

Besarnya penguasaan beras oleh korporasi besar atau pedagang swasta, tutur Said, membuat harga di pasar dan distribusinya dikendalikan oleh swasta.

Di sisi lain, stok yang terbatas membuat Bulog sulit melakukan operasi pasar dengan leluasa. Sementara total konsumsi total kebutuhan konsumsi di Indonesia bisa mencapai 32 juta ton.

“Di situ keputusan Bulog diambil (impor beras). Ini yang kerap menjadi persoalan,” kata Said.

Said melanjutkan, landasan pertimbangan impor beras seringkali bukan berdasarkan berapa banyak produksi dalam negeri. Tetapi disebabkan seberapa kuat cadangan beras yang dimiliki pemerintah.

“Jadi walaupun tahun ini mengalami kenaikan, namun tetap saja masih belum bisa bersaing secara kuat,” ucapnya

Pemerintah telah resmi memutuskan untuk mengimpor 2 juta ton beras tahun ini. Pada tahap pertama, 500 beras impor akan segera didatangkan. Berdasarkan salinan surat penugasan yang diterima Tempo, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi telah memerintahkan Perum Bulog untuk mengimpor 2 juta ton beras sampai Desember 2023.

Arief mengatakan beras impor itu akan digunakan untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras. Selain itu, beras impor ini juga akan digunakan untuk kebutuhan bantuan pangan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat bantuan sosial pemerintah.

Baca Juga :  Perempuan Tak Terwakili di Unsur Pimpinan KPK, Alexander: Kalau Mau Lewat Kampanye Antikorupsi Saja

Beras impor tersebut juga akan dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya seperti yang disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan (CBP).

Keputusan impor beras 2 juta ton ini juga sudah dikonfirmasi oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Saat ditemui Tempo di kantor Kementerian Koperasi dan UKM pada Senin, 27 Maret 2023, Zulkifli Hasan mengatakan impor beras telah disetujui di dalam rapat terbatas bersama Kementerian dan lembaga terkait.

“Sudah diputuskan di Ratas (rapat terbatas),” ujar Zulkifli Hasan.

www.tempo.co