YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus air sumur tercemar bakteri Escherichia coli (E-Coli) terjadi di kota Yogyakarta.
Pencemaran yang terjadi pada mayoritas sumur di Kota Gudeg tersebut dinilai bisa berdampak buruk bagi kesehatan jika dikonsumsi.
Kepala UPT Laboratorium Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sutomo menjelaskan, kondisi tersebut terjadi, salah satunya akibat tingkat kepadatan penduduk.
Akhirnya, warga membuat galian sumur terlalu dekat dengan area pembuangan limbah warga masyarakat. Ia mengatakan, fenomena itu sebenarnya terjadi sudah cukup lama.
Hanya saja diakui, cemaran bakteri E-Coli memang tak berdampak pada bau, warna dan rasa air, sehingga banyak warga yang merasa baik-baik saja saat mengonsumsinya, meski sebenarnya cenderung tidak layak.
“Sudah cukup lama dan itu sesuatu yang wajar, ketika jarak antara sumur dan buangan limbah di rumahnya terlalu dekat,” tandasnya, Jumat (5/5/2023).
Walaupun secara kasat mata tidak tampak, rata-rata air sumur di Kota Yogya kini dalam kondisi kritis, saat dicek menggunakan indikator mikrobilogi dan kimia.
Bagaimana tidak, sebagian besar sudah tercemar bakteri E. coli, serta hampir 40 persen bermasalah karena mengandung NO3 (nitrat) yang tidak kalah berbahaya bagi ketahanan tubuh manusia.
“Sekarang sudah sulit sekali menemukan sumur yang terbebas dari E. coli. Untuk tingkat cemarannya sangat bervariasi, ada yang tinggi, ada yang sangat tinggi, terutama di pemukiman padat,” jelasnya.
“Sementara yang tercemar hanya sebagian saja, beda dengan E. coli yang hampir merata. Berdasarkan hasil pengujian kami di 2023 itu sekitar 40 persen sumur di kota yang tercemar nitrat,” lanjut Sutomo.
Oleh sebab itu, ia tidak menampik, menjadi pekerjaan berat bagi DLH untuk mentreralisir E. coli dari sumur-sumur warga yang sudah terlampau parah tercemar.
Sehingga, solusi paling memungkinkan saat ini ialah mengimbau masyarakat agar tidak mengonsumsi air sumur secara langsung, karena rawan serangan penyakit seperti diare dan lain sebagainya.
“Cukup direbus, didihkan, sudah mati bakterinya. Tapi, sekarang rasanya sudah jarang yang mengonsumsi air sumur, lebih aman dan praktis pakai air PDAM atau isi ulang. Kalau sekadar untuk MCK (mandi cuci kakus) air sumur masih aman, ya,” ungkapnya.
Dijelaskan, setiap bulan pihaknya pun rutin melakukan pengecekan kualitas air sumur milik warga masyarakat secara acak, maupun air sungai di Kota Yogyakarta.
Selain itu, terang Sutomo, penduduk pun bisa mengajukan kepada UPT seandainya hendak mengetahui kualitas air sumur yang berada di permukimannya, dengan mendaftar via Jogja Smart Service (JSS).
“Silakan mengajukan lewat JSS dan mengisi formulir. Nanti segera kita uji kualitas air sumurnya. Kemudian, hasilnya kami kirimkan lewat JSS juga. Prosesnya itu cepat dan tanpa biaya,” cetusnya.