Site icon JOGLOSEMAR NEWS

2 Warga Gugat ke MK Minta Jabatan Ketum Parpol Dibatasi 2 Periode, Ini Alasannya

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Lamanya dan tidak jelasnya batasan masa jabatan ketua umum Partai Politik mendapat gugatan dari dua orang warga di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dua warga yang mengadu tersebut adalah Eliadi Hulu asal Nias dan Saiful Salim dari Yogyakarta. Aduan tersebut telah teregister dengan nomor 65/PUU/PAN.MK/AP/06/2023).

Dalam gugatan Undang-undang Partai Politik (Parpol) yang diajukan Rabu (21/6/2023) lalu itu, keduanya mengambil contoh di tubuh PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat.

Adapun pasal yang digugat adalah pasal 23 ayat 1 UU Parpol yang berbunyi:

“Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.”

Dalam permohonan gugatannya, sebagaimana  dikutip dari laman MK, penggugat meminta pasal tersebut diubah menjadi:

“Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut,” demikian tertulis dalam permohonan gugatan, yang dikutip Tribunnews.com, Minggu (26/6/2023).

Menurut penilaian penggugat, jabatan ketua umum Parpol harus dibatasi layaknya jabatan di pemerintahan.

 

Selain itu, jelas penggugat, Parpol pun dibentuk dengan mengacu pada dasar undang-undang, sehingga masa jabatan ketua umum turut dibatasi.

“Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula hanya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapapun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya,” kata penggugat dalam berkas permohonan.

Kedua penggugat pun turut memberikan contoh terkait perlunya adanya pembatasan masa jabatan ketua umum parpol yaitu kepengurusan di PDIP dan Demokrat.

Dincontohkan, Ketua Umum PDIP sudah 24 tahun menjabat dan anaknya menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan.

Lalu di Partai Demokrat, dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diturunkan ke anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai ketua umum.

Sementara anak SBY lainnya, yaitu Edhie Baskoro alias Ibas turut menjadi pucuk pimpinan Demokrat sebagai wakil ketua umum.

“Hal ini telah membuktikan adanya dinasti dalam tubuh Parpol,” tutur kedua penggugat.

Berkaca dari hal ini, Eliadi dan Salim menilai adanya ketidaksesuaian Parpol yang didefinisikan sebagai pilar demokrasi tetapi dalam kepengurusannya tidak mempraktikkannya.

“Menjadi paradoks bilamana status Parpol sebagai tonggak, pilar dan penggerak demokrasi, namun tidak melaksanakan nilai dan prinsip dari demokrasi itu sendiri,” jelas mereka.

Di sisi lain, kedua penggugat turut menyatakan adanya perintah UU Parpol khususnya pasal 31 yang meminta agar Parpol memberikan pendidikan politik bagi masyarakat seperti demokrasi.

Namun, menurut mereka, Pasal tersebut tidak dipraktikkan di tubuh Parpol.

“Namun yang menjadi persoalan adalah manakala pendidikan yang diberikan kepada masyarakat justru bertolak belakang dengan sistem demokrasi dalam tubuh partai itu sendiri,” tegas mereka.

Beberapa penjabaran yang disampaikan kedua penggugat membuat mereka mendesak agar MK segera membatasi dengan tegas terkait masa jabatan ketua umum Parpol.

“(Pembatasan) akan menghilangkan kekuasaan bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melanggengkan kekuasaan,” pungkasnya.

Exit mobile version