JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, kebijakan PPDB sistem zonasi lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi.
Hal tersebut berseberangan dengan rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hendak menghapus kebijakan tersebut dan dikembalikan ke kebijakan sebelumnya.
Rencana penghapusan sistem zonasi itu sendiri, dilatarbelakangi oleh maraknya kasus kecurangan PPDB zonasi di berbagai daerah.
Ketua Dewan pakar FSGI, Retno Listyarti dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023) menjelaskan, akar masalah PPDB zonasi sebenarnya bukan karena ada tidaknya kecurangan, namun pemerataan pembangunan sekolah baru negeri di kelurahan hingga kecamatan yang belum ideal.
“FSGI mendukung kebijakan PPDB Zonasi sejak pertama diluncurkan. Sebab kebijakan ini lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi,” ujarnya.
Retno mengatakan, kalau PPDB sistem zonasi akan diganti, apakah hal itu menjamin mayoritas anak Indonesia usia sekolah akan tertampung di sekolah negeri, mengingat jumlah sekolah negeri yang terbatas.
Ia menyebut, tidak adanya penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun, menjadi akar masalah sistem PPDB. Kesadaran jumlah sekolah negeri minim justru muncul ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017.
Selain itu sebelum ada sistem PPDB, Retno menyebut datanya menunjukkan bahwa sekolah negeri justru didominasi oleh peserta didik dari keluarga kaya atau mampu secara ekonomi.
Padahal, anak-anak keluarga kaya memiliki banyak pilihan untuk bersekolah. Berbeda dengan anak-anak dari keluarga miskin yang akan sulit melanjutkan sekolah jika tidak di SMA atau SMKN karena ketiadaan biaya.
“Sebelum ada PPDB sistem zonasi, anak-anak dari kelurga miskin sulit mengakses sekolah negeri, karena seleksinya menggunakan nilai akademik semata,” kata Retno.
Atas dasar hal tersebut, FSGI mengajukan tujuh rekomendasi kepada pemerintah mengenai PPDB Zonasi.
- FSGI mendorong Presiden Republik Indonesia untuk mempertahankan PPDB Sistem Zonasi, karena sistem ini yang paling mendekati prinsip keadilan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 terkait pemenuhan hak atas Pendidikan yang menjadi kewajiban negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
- FSGI mendesak pemerintah kabupaten/kota untuk segera membangun SMP Negeri baru dan Pemerintah Provinsi segera membangun SMAN dan SMKN baru di wilayah kecamatan yang tidak ada SMPN atau SMAN atau SMKN. SD Negeri di berbagai daerah relatif mencukupi jumlah dan penyebarannya, namun begitu SMP Negeri dan SMA/SMK Negeri jumlahnya langsung jomplang, sehingga berbentuk piramida. Semakin tinggi jenjang pendek, semakin sedikit jumlah SMA/SMK Negerinya. Karena itu yang banyak dijumpai kecurangan adalah di jenjang SMA/SMK Negeri.
- FSGI mendorong Pemerintah Daerah melakukan pemetaan wilayah kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri di jenjang SMP, SMA dan SMK, lalu berkoordinasi dengan Kemendikbudristek yang menyiapkan anggaran untuk membangunkan gedung sekolah baru, yang lahannya harus disiapkan oleh Pemerintah Daerah. Tentu saja luas lahan harus berdasarkan standar sarana dan prasaran yang sudah diatur dalam Permendikbud tentang standar sarana dan prasarana.
- FSGI mendorong Pemerintah Daerah pemerintah daerah melakukan regrouping atau merger dengan SDN terdekat yang kekurangan murid atau tidak mendapatkan murid saat PPDB. Misal kasus PPDB 2023 dimana 5 Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Ponorogo tidak mendapatkan siswa pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023/2024. Ke 5 SDN yang tidak mendapatkan siswa itu adalah SDN Jalen, SDN 2 Munggu, SDN 3 Babadan, SDN 1 Duri dan SDN 3 Tegalombo. Gedung-gedung SD yang kosong dapat dibangun kembali menjadi gedung SMP Negeri agar lebih banyak calon peserta didik yang diterima PPDB di sekolah negeri.
“Perpindahan peserta didik dari dampak merger sekolah harus memperhitungkan jarak 1-3 KM dari zonasi sekolah SD jika mengikuti ketentuan dalam kebijakan PPDB”, ujar Retno.
- FSGI mendorong pemerintah daerah tidak hanya menghitung penambahan jumlah sekolah negeri, namun juga menghitung kebutuhan pengajarnya. Ketika menambah jumlah sekolah, maka pemerintah daerah juga wajib menghitung kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikannya. Hal ini harus disiapkan secara teliti dan terstruktur.
- FSGI mendorong pemerintah daerah memperbaiki sistem kependudukan terutama soal perpindahan Kartu Keluarga, peristiwa 20 anak masuk dalam satu KK di Kota Bogor. Padahal mereka dari berbagai daerah dengan orangtua yang berbeda, tapi berhasil melakukan perpindahan KK yang dekat dengan sekolah yang dituju. Ini menunjukkan kelemahan sistem kependudukan dan verifikasi di level Dinas Pendidikan cabang kota Bogor serta jajaran birokrasi di level RT/RW dan kelurahan yang meloloskan ke-20 calon peserta didik tersebut, yang kondisinya patut di duga berpotensi curang.
- FSGI mendorong pemerintah daerah melibatkan sekolah-sekolah swasta melalui program PPDB bersama seperti diterapkan Pemprov DKI Jakarta. Pelibatan sekolah-sekolah swasta level menengah dalam PPDB bersama akan sangat membantu menyelamatkan hidup sekolah sekolah swasta untuk tetap dapat murid dalam PPDB dengan pembiayaan pendidikan dari dana BOS, BOSDA/BOP. Selain itu, PPDB bersama juga menjadi jalan keluar bagi Pemda yang kesulitan mendapatkan lahan untuk membangun sekolah negeri baru.