Beranda Nasional Jogja Kasus HIV di DIY Bertambah 500-1.000 Per Tahun, KPA: Rata-rata Karena Seks...

Kasus HIV di DIY Bertambah 500-1.000 Per Tahun, KPA: Rata-rata Karena Seks Bebas

Ilustrasi

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jumlah kasus HIV di wilayah Provinsi DIY, hingga Juni 2023 telah mencapai 7.199 kasus secara kumulatif.

Di antara jumlah tersebut, menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DIY, Riswanto, sebanyak 2.159 di antaranya telah memasuki fase AIDS.

Ia menjelaskan, rata-rata penambahan kasus HIV/AIDS di DIY mencapai 500 hingga 1.000 kasus tiap tahunnya.

Dikatakan Riswanto, di tahun 2022 lalu jumlah kasus HIV berada di angka sekitar 6.200 kasus.

Dengan demikian menurutnya, hingga Juni 2023 lalu, tercatat ada penambahan sebanyak 900 kasus HIV.

Jika ditilik ke belakang, tepatnya sepanjang 2019-2020 terdapat penambahan sekitar 940 kasus pada periode tersebut.

Kemudian pada 2021 mengalami penurunan menjadi 420 kasus. Sementara di 2022 tercatat ada penambahan sekitar 500 kasus.

“Rata-rata penambahannya itu antara 500 sampai 1.000 an pertahunnya,” kata Riswanto kepada Tribun Jogja, Kamis (21/9/2023).

Baca Juga :  Tebing Longsor di Kulonprogo Sempat Putuskan Akses Jalan Kalibawang-Samigaluh  

Dia mengatakan, kasus HIV/AIDS di DIY masih terfokus pada populasi kunci yang melakukan perilaku berisiko.

Di antaranya orang yang suka berganti pasangan dan bertukar jarum suntik.

Kemudian kelompok populasi kunci terdiri dari waria, lelaki seks dengan lelaki (LSL), wanita pekerja seks (WPS), dan pengguna napza suntik (penasun).

“Risiko paling banyak ya seks bebas. Kalau jarum suntik narkoba itu sekarang sudah berkurang, sudah menurun,” jelasnya.

Sementara jika berdasarkan faktor risiko, pasangan heteroseksual paling banyak menjadi penyebab kasus HIV/AIDS di DIY.

Lebih dari 50 persen kasus HIV, disumbang oleh kelompok tersebut.

“Heteroseksual jadi penyumbang mayoritas,” katanya.

Riswanto pun merekomendasikan agar pemerintah setempat dapat terus menggencarkan upaya sosialisasi pencegahan HIV pada populasi kunci yang melakukan perilaku beresiko.

Selain itu juga perlu dilakukan pengecekan rutin di tempat lokalisasi yang paling rawan menjadi lokasi penyebaran.

Baca Juga :  Diduga Gelapkan Dana Perusahaan, Direktur PT Taru Martani Dituntut 13 Tahun Penjara

“Upayanya ya sosialisasi pada populasi kunci, bagaimana kita mensosialisasikan pada daerah-daerah yang kita anggap rawan. LSL, WPS, dan penasun,” ujarnya.

www.tribunnews.com