BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Isu lingkungan hidup dan energi terbarukan marak diperbincangkan semua kalangan dewasa ini. Namun siapa sangka, warga di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah telah menerapkan pengelolaan energi terbarukan tersebut.
Berawal dari kebingungan warga desa, terutama para peternak dalam membuang kotoran sapi peliharaan mereka. Kotoran sapi yang kian hari kian menumpuk mungkin bukan masalah saat musim kemarau.
Masalah kemudian muncul saat musim hujan tiba. Limbah kotoran sapi ikut mengalir bersama air hujan dan menganggu kenyamanan bersama.
“Kondisi itu harus segera dicari jalan keluarnya. Kami mencari cara bagaimana agar limbah kotoran sapi ini tidak lagi mengganggu. Kami berpikiran untuk menjadikannya biogas, namun bagaimana? Saat itulah kamu bertemu salah satu teman yang memiliki ilmu itu,” ujar Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Agni Mandiri di Desa Sruni, Setiyo, Selasa (31/10/2023).
Bersama-sama, warga dan anggota kelompok tani hutan kemudian mencoba menerapkan ilmu tersebut. Awalnya, program pengubahan kotoran sapi menjadi biogas terkendala biaya. Pada akhirnya diputuskan untuk membuat demplot terlebih dulu di rumah Setiyo.
Alat-alat yang diperlukan kemudian dibeli dan dipasang di rumahnya. Satu bulan usai pemasangan digester, api mulai menyala dan bisa digunakan untuk memasak. Upaya itu kemudian menambah semangat anggota komunitas tani lainnya untuk menerapkan hal sama di rumah warga yang lain.
Beberapa warga bahkan memanfaatkan fasilitas pinjaman dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Para peternak yang berhasil memperoleh pinjaman ini bisa mengembalikan pinjaman dengan cara angsur maksimum satu tahun dan bebas bunga.
Seiring berjalannya waktu, hingga saat ini sudah ada lebih dari 200 rumah tangga yang memasang biogas di rumah masing-masing dengan memanfaatkan kotoran hewan ternak yang mereka miliki.
Kabar mulai berkembangnya program pengubahan kotoran sapi menjadi biogas tersebut kemudian ditangkap oleh PT Pertamina.
Meski belum ada 30 persen dari seluruh kepala keluarga di desa tersebut yang memanfaatkan biogas, keinginan agar jumlah warga yang memasang biogas bertambah kembali terpupuk saat Pertamina mulai masuk untuk memberikan bantuan.
“Tahun ini Pertamina memberikan bantuan berupa satu unit digester. Kalau digester yang permanen kan pasangnya 10-12 hari, kalau yang digester dari Pertamina ini paling dua hari selesai,” bebernya.
Setiyo berharap upaya tersebut efektif sehingga perusahaan tersebut bisa menambah jumlah digester untuk warga yang hingga saat ini belum memanfaatkan biogas karena terkendala oleh biaya.
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) hingga saat ini terus berupaya melakukan dekarbonisasi. Salah satu yang dilakukan dengan mengembangkan Desa Mandiri Energi di 47 desa di Indonesia. Desa-desa tersebut terus didorong untuk melakukan transisi energi untuk mengurangi emisi karbon.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, tujuan program tersebut bukan hanya untuk mengurangi emisi karbon tetapi juga mewujudkan ketahanan energi. Dalam hal ini, pihaknya juga membuka diri untuk kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk peneliti dan para ahli.
“Kami tidak bisa melakukan sendiri. Oleh karena itu, kami membuka diri untuk kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk juga masyarakat,” imbuhnya. Prihatsari