Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Turun Saat Erupsi Merapi 2010, Enggan Balik ke Habitatnya, Kawanan Monyet Beranak Pinak di Jurang- Jurang

Monyet Merapi yang berhasil ditangkap warga. Istimewa

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Serangan kawanan monyet ekor panjang (MEP) di areal ladang warga di kawasan lereng Gunung Merapi ternyata sudah berlangsung sejak 2011 silam. Atau setahun setelah erupsi Gunung Merapi.

Menurut Sekretaris DLH Boyolali, Suraji, kawanan monyet itu turun dan dirasakan semakin banyak jumlahnya saat erupsi Merapi 2010 lalu. Pasca erupsi, kawanan monyet tidak kembali ke habitatnya semula di hutan lereng gunung.

Tetapi beranak pinak di bawah hingga jumlahnya semakin banyak dan membuat koloni sendiri. Monyet itu pun berdiam di jurang-jurang. Dan serangan kawanan monyet mulai dirasakan tahun 2011, atau setahun pasca erupsi Merapi.

“Monyet berdiam di jurang- jurang, namun cari makannya ke kawasan ladang-ladang pertanian warga. Bahkan kini, juga mulai masuk ke perkampungan,” ujarnya, Jumat (13/10/2023).

Diungkapkan, berdasarkan informasi masyarakat yang paham tentang perilaku monyet, kawanan monyet sekarang ini sudah bukan monyet gunung lagi. Tapi jadi monyet ladang, bahkan sekarang monyet rumahan.

“Mengapa monyet ini tidak kembali ke habitatnya di gunung, ini jadi teka-teki,” katanya.

Untuk perlu langkah terbaik dengan menyediakan tanaman pangan bagi monyet di daerah atas. “Seperti ini diskusinya jadi panjang. Harus menanam tanaman pangan diatas, agar monyet yang diatas tetap diatas. Lalu yang dibawah dievakuasi sedikit demi sedikit,” katanya.

terus mendapat perhatian jajaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali. Bahkan, DLH menilai perlu ada pengurangan populasi monyet.

Ditambahkan, selain di beberapa desa wilayah Kecamatan Tamansari, serangan monyet juga terjadi di wilayah Kecamatan Musuk, Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Selo. Termasuk di Kecamatan Gladagsari di lereng Gunung Merapi.

“Di kawasan lereng Gunung Merbabu juga ada, tapi memang tidak separah di kawasan lereng Merapi,” ujarnya.

Saat ini, upaya pengurangan populasi saat ini dilakukan dengan menangkap monyet dengan jebakan yang dilakukan oleh warga. Seperti dilakukan warga Desa Sangup, Kecamatan Tamansari. Hal ini karena Boyolali belum memiliki kuota tangkap secara besar-besaran.

“Padahal, untuk penangkapan besar-besaran perlu kajian dari berbagai instansi terkait,” katanya.

Disisi lain, status MEP secara internasional sebenarnya rentan. “Disini populasinya berlimpah sampai terjadi konflik dengan warga, namun secara internasional itu rentan. Kalau bahasanya sudah kuning, mendekati merah,” katanya.

Dia menilai, aksi warga Desa Sangup, Kecamatan Tamansari yang melakukan penangkapan menggunakan jebakan merupakan upaya terbaik. Kemudian diserahkan kepada DLH dan dilanjutkan ke BKSDA.

“Jadi disini kontek sebenarnya adalah penyelamatan,” tandasnya.

Nantinya, keberhasilan penanganan monyet di Desa Sangup, bisa dilihat dari tanaman warga. “Keberhasilan ini bukan pada nangkapnya. Tapi kalau masyarakat sudah bisa menanam dan tidak diganggu lagi oleh monyet,” pungkasnya. Waskita

Exit mobile version