Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Tantangan Kemanusiaan Antara Hak Asasi dan Kebijakan Keamanan: Penolakan Rohingya di Indonesia

Sejumlah anak pengungsi Rohingya menikmati buah semangka bantuan dari warga Banda Aceh, setelah mereka lima kali berpindah-pindah tempat karena penolakan dari masyarakat lokal dan kini berada di penampungan sementara di Balai Meuseuraya Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Senin 11 Desember 2023. Presiden Joko Widodo kembali menyatakan Pemerintah Indonesia membantu pengungsi Rohingya dengan menampung mereka sementara dan terus berkomunikasi dengan organisasi internasional terkait seperti UNHCR untuk mencari solusi, karena penolakan dari masyarakat lokal terus terjadi seperti di Aceh | tempo.co

Dwi Lintang Ambardini
Mahasiswa Program Studi Komunikasi Terapan Fakultas Sekolah vokasi, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Di tengah keanekaragaman budayanya yang kaya, Indonesia harus menghadapi masalah kemanusiaan yang kompleks terkait dengan penolakan terhadap pengungsi Rohingya. Masyarakat berdebat keras tentang bagaimana negara bersikap terhadap pengungsi.

Kita dapat melihat betapa kompleksnya masalah ini dengan melihat sejarah panjang perjuangan etnis Rohingya.

Artikel ini tidak hanya berusaha menjelaskan alasan pemerintah Indonesia menolak, tetapi juga membahas konsekuensi sosial dan kemanusiaan yang mungkin ditimbulkan oleh sikap tersebut.

Artikel ini mencari solusi potensial yang melibatkan hak asasi manusia, tanggung jawab internasional, dan kemampuan masyarakat Indonesia dalam menangani krisis kemanusiaan dengan fokus pada pemahaman antara pengungsi dan masyarakat lokal. Ini bukan hanya sebuah analisis; itu adalah panggilan untuk tindakan yang lebih baik bersama.

Semoga tulisan ini dapat mengubah pandangan kolektif kita dan mendorong kita untuk bertindak dengan lebih manusiawi dan bijaksana dalam menanggapi tantangan yang rumit ini.

Sejarah dan Siapa itu Rohingya

Siapa sebenarnya Rohingya?

Rohingya adalah kelompok etnik Indo-Arya yang beragama Islam Sunni berasal dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar dan tidak memiliki kewarganegaraan dan sering menjadi korban kekerasan dan pengusiran.

Selama sejarah mereka, kelompok Rohingya telah mengalami banyak tragedi dan konflik, termasuk pembantaian dan pengusiran yang mengakibatkan ribuan orang Rohingya mengungsi ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Kondisi ini menimbulkan masalah ekonomi dan kemanusiaan, serta tantangan bagi pemerintah dan masyarakat setempat dalam menangani pengungsi Rohingya.

Pemerintah militer Myanmar telah menyiksa dan mendiskriminasi kelompok Muslim Rohingya. Sejarah konflik mencakup banyak peristiwa penting, seperti fakta bahwa orang Rohingya ada dan diberi status kewarganegaraan pada tahun 1962 selama pemerintahan Jenderal Ne Win.

Namun, ketika etnis Rohingya dianggap sebagai imigran ilegal pada tahun 2017, mereka kehilangan hak-hak dasar mereka, dan menghadapi kekerasan militer, keadaan berubah drastis.

Pengungsi Rohingya di Indonesia adalah orang-orang dari suku Rohingya yang melarikan diri dari genosida yang dilakukan oleh pemerintah junta militer Myanmar.

Tetapi bagi pengungsi, Indonesia hanyalah negara transit dan bukan tujuan akhir. Selain itu, Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) menawarkan bantuan untuk membawa mereka ke negara tujuan yang lebih aman.

Situasi ini menunjukkan betapa sulit dan tidak jelasnya situasi Rohingya dan seberapa penting bantuan dan perlindungan internasional. Upaya UNHCR sangat penting untuk membantu pengungsi Rohingya mencapai tujuan mereka. (Khairani, Fathiyah dan Tulus Yuniasih, 2021).

Sejak 1962, konflik Rohingya terjadi di Myanmar ketika pemerintah memperlakukan Rohingya sebagai imigran ilegal, menghapus hak kewarganegaraan mereka, dan menolak mengakui kelompok etnis mereka.

Kekerasan militer yang terjadi pada tahun 2017 memaksa ribuan Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Karena jumlah penduduk Rohingya yang meningkat, etnis Rakhine merasa terancam. Diskriminasi terhadap Rohingya mencakup pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan dan pemerkosaan.

Meskipun komunitas internasional menggariskan bahwa solusi jangka panjang untuk mengakhiri penderitaan Rohingya masih merupakan tantangan yang sulit.

Pengungsi Rohingya mencari perlindungan di Indonesia setelah mengalami diskriminasi di Myanmar. Meskipun Indonesia tidak termasuk dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Pengungsi, pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab untuk melindungi mereka masih ada.

Setelah konflik dimulai oleh penolakan Myanmar dan kekerasan, ribuan orang mengungsi ke Indonesia. Di media global, masyarakat Aceh menunjukkan ketidaksetujuan mereka.

Artikel ini membahas sejarah perjuangan Rohingya, peran Indonesia dan tanggung jawabnya, dampak sosial-ekonomi, reaksi Aceh, peran media asing, dan solusi untuk memperbaiki keadaan pengungsi. Panggilan aksi dilakukan untuk menyuarakan hak-hak pengungsi Rohingya di Indonesia dan meminta perlindungan mereka. (Husnul Abdi, 2023)

Bermula dari pencabutan hak kewarganegaraan Rohingya di Myanmar pada tahun 1962, konflik Rohingya mencapai puncaknya pada tahun 2017 ketika ribuan rakyat Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, dan sebagian kecil dari mereka mencari perlindungan di Indonesia.

Pertanyaan tentang tanggung jawab moral kita terhadap pengungsi semakin mendesak meskipun Indonesia tidak menjadi anggota Konvensi Pengungsi.

Dalam situasi ini, peran UNHCR sangat penting untuk membantu Rohingya menemukan tempat tinggal baru, meskipun Aceh menolak mereka.  Mendukung UNHCR adalah langkah penting untuk mencapai solusi yang bermanfaat bagi Rohingya dan mengakhiri penderitaan mereka secara keseluruhan.

Hal ini karena situasi yang disebabkan oleh konflik etnis, pelanggaran hak asasi manusia, dan kebutuhan mendesak akan bantuan internasional.  Sebagai penulis, saya memikirkan betapa pentingnya dukungan global untuk menanggapi krisis kemanusiaan ini.

 

Tanggapan Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan sikap resmi terhadap isu Rohingya dengan memberikan bantuan kemanusiaan, mengakui kekerasan di Myanmar, dan mengekspresikan keprihatinan terhadap nasib pengungsi Rohingya.

Meskipun dukungan verbal dan sikap moral diberikan, belum ada kebijakan khusus yang diambil oleh pemerintah Indonesia terkait masalah ini.

Dalam menghadapi krisis Rohingya, langkah-langkah kebijakan yang lebih jelas mungkin diperlukan agar Indonesia dapat berperan lebih aktif dalam penyelesaian konflik tersebut(Khairani, Fathiyah, dan Tulus Yuniasih, 2021).

Meskipun pemerintah Indonesia memberikan bantuan kemanusiaan dan mengakui kekerasan di Myanmar, sikap resminya terhadap masalah Rohingya masih dianggap tidak memadai oleh masyarakat umum.

Meskipun dukungan verbal dan sikap moral diperlukan, ketiadaan kebijakan khusus membuat tindakan nyata diperlukan. Masyarakat mengharapkan kebijakan yang lebih jelas, termasuk tindakan konkret untuk menangani pengungsi dan diplomasi yang lebih aktif, agar Indonesia dapat lebih terlibat dalam menyelesaikan konflik Rohingya.

Di tingkat lokal, langkah-langkah edukasi dan dialog publik juga dianggap penting untuk mengatasi ketidaksetujuan yang ada di beberapa komunitas terhadap kedatangan pengungsi Rohingya.

Dengan melibatkan masyarakat dan mengambil tindakan yang lebih nyata, pemerintah Indonesia diharapkan dapat memperkuat reputasinya sebagai pemimpin kawasan yang peduli terhadap konflik regional dan isu kemanusiaan.

Reaksi Masyarakat

Respons masyarakat Indonesia terhadap Rohingya beragam. Sebagian menolak, sebagian lagi aktif membantu. Dinamika kompleks ini mencerminkan perpecahan dalam masyarakat, di mana ada yang menentang dan yang bersedia membantu.

Reaksi masyarakat menciptakan gambaran perspektif yang beragam, menyoroti kompleksitas dan dinamika sosial di Indonesia terkait isu kemanusiaan ini. Berikut ini adalah beberapa tanggapan yang diberikan oleh masyarakat Indonesia:

  1. Penolakan dari sebagian masyarakat Aceh

 

Kedatangan para pengungsi Rohingya telah menghadapi penolakan dari sebagian warga Aceh, yang mulai enggan menampung mereka (Siti Aulia Nurjanah,2023).

Sejumlah warga Aceh menolak kedatangan pengungsi Rohingya, terutama saat ratusan di antaranya mencoba berlabuh dengan perahu kayu.

Penolakan ini mencerminkan konflik sosial dan ketegangan ekonomi di lingkungan lokal. Sebagai penulis, saya merasa perlu upaya diskusi dan edukasi untuk meningkatkan pemahaman dan mengurangi ketegangan di antara masyarakat setempat.

 

  1. Bantuan dan perlindungan dari pihak lain

 

Di sisi lain, terdapat upaya untuk menyelamatkan nyawa para pengungsi Rohingya, dengan beberapa pihak mendesak. Meskipun Indonesia belum menjadi negara pihak Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Pengungsi, beberapa pihak telah meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan kepada pengungsi Rohingya.

Upaya yang dilakukan termasuk meminta pemerintah Indonesia melindungi pengungsi Rohingya dan memberikan bantuan hukum kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.

Terlepas dari itu, ada masalah seperti pemborosan dan penyelamatan nyawa, di mana perempuan dan anak-anak pengungsi Rohingya diangkut kembali ke laut pada tahun 2023. Meskipun ada upaya untuk menyelamatkan nyawa, penolakan dan ketidaksetujuan terhadap pengungsi Rohingya terus berlanjut (Zulkarnaini,2023).

 

  1. Respon beragam dari umat beragama

 

Studi terbaru menunjukkan bahwa respons masyarakat Indonesia terhadap keberadaan Muslim Rohingya sangat kompleks. Faktor budaya, hubungan agama yang kuat, dan kepercayaan umat beragama memengaruhi reaksi yang berbeda.

Di Aceh, pandangan orang Rohingya dipengaruhi oleh hubungan agama. Di sisi lain, penelitian di Medan dan Makassar menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami dinamika respons umat beragama. Secara keseluruhan, penelitian menunjukkan betapa sulitnya keadaan Rohingya di Indonesia, dan menunjukkan betapa pentingnya memahami secara mendalam dan menggunakan pendekatan yang hati-hati untuk menyelesaikan masalah ini.

Penekanan pada berbagai tantangan yang dihadapi pengungsi Rohingya di Indonesia menunjukkan betapa pentingnya kerja sama lintas sektor dan kolaborasi sebagai solusi penting untuk menangani krisis.

Menurut perspektif masyarakat, meningkatkan kesadaran melalui diskusi terbuka dianggap sebagai langkah penting untuk melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga internasional. Indonesia dapat memberikan perlindungan dan bantuan yang lebih baik kepada pengungsi Rohingya dengan bekerja sama erat. Masa depan yang lebih aman dan inklusif yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan akan diciptakan melalui tugas yang harus dilakukan oleh semua orang.

 

Pandangan Internasional

Dunia belum mencapai kesepakatan tentang persepsi pengungsi Rohingya di Indonesia. Meskipun banyak orang menghargai upaya pemerintah Indonesia untuk memerangi pelaku penyelundupan dan perdagangan manusia, ada perbedaan pendapat tentang bagaimana menerima pengungsi dan seberapa penting koordinasi regional.

Untuk menangani krisis pengungsi ini, dukungan internasional, bantuan kemanusiaan, dan kerjasama regional sangat penting. Diharapkan solusi yang lebih baik dapat dicapai melalui diskusi yang lebih intensif antara pemerintah Indonesia dan komunitas internasional(Menpan, 2022).

Ada perbedaan pendapat dalam masyarakat Indonesia tentang krisis pengungsi Rohingya. Beberapa orang berterima kasih kepada pemerintah atas upayanya melawan penyelundupan manusia, sementara yang lain khawatir tentang efeknya terhadap stabilitas lokal dan regional.

Untuk menangani krisis ini, diperlukan solidaritas internasional dan kerja sama regional. Diharapkan bahwa solusi yang lebih baik melalui pemahaman bersama dan kebijakan inklusif dapat dicapai melalui dukungan internasional, bantuan kemanusiaan, dan diskusi terbuka antara pemerintah Indonesia dan komunitas internasional.

 

Dampak Sosial dan Ekonomi

 

  1. Dampak sosial

Kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, Indonesia, terpengaruh secara signifikan oleh kehadiran pengungsi Rohingya. Keluarga Rohingya lebih rentan terhadap eksploitasi dan perdagangan manusia karena mereka adalah kelompok tanpa kewarganegaraan dan menghadapi batasan pada hak dasar mereka. Dilema antara tindakan kemanusiaan dan keamanan muncul, terutama dalam kaitannya dengan undang-undang seperti Perpres 125/2016. Kekhawatiran tentang dampak krisis ini terhadap keadaan domestik Indonesia, terutama menjelang pemilu, muncul sebagai akibat dari kehadiran pengungsi (BBC Indonesia, 2023).

Kehadiran pengungsi Rohingya di Aceh menggambarkan dinamika rumit antara kemanusiaan dan keamanan, terutama dalam konteks undang-undang seperti Perpres 125/2016. Keluarga-keluarga Rohingya, yang tidak memiliki kewarganegaraan dan hak dasar yang memadai, menemui diri mereka terjerat dalam perang moral yang melibatkan Aceh.

Dalam menyikapi panggilan kemanusiaan dan kekhawatiran akan stabilitas menjelang pemilu, masyarakat Aceh dihadapkan pada konflik nilai yang mendalam. Dilema moral ini meresap ke dalam jiwanya, meminta pertimbangan etis di tengah ketidakpastian identitas dan tanggung jawab kolektif. Sebagai komunitas yang hangat dan penuh toleransi, Aceh memiliki kesempatan untuk menjadi model dalam menanggapi tantangan ini dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental.

  1. Dampak Ekonomi

Studi yang dilakukan oleh Sandya Institute menunjukkan dampak ekonomi yang signifikan dari krisis pengungsi Rohingya yang terjadi di Indonesia. Dengan lebih dari 16% dari pengungsi Rohingya tinggal di Indonesia, mereka memiliki konsekuensi jangka panjang seperti kemiskinan yang parah, ketergantungan pada bantuan, tekanan pada sumber daya lokal, dan persaingan untuk pekerjaan dan perumahan.

Solusi berkelanjutan, seperti program ekonomi lokal, pelatihan keterampilan, dan integrasi sosial dan ekonomi pengungsi ke dalam komunitas, membutuhkan kerja sama antara pemerintah, lembaga kemanusiaan, dan masyarakat.

Dalam konteks globalisasi ekonomi, dampak yang ditimbulkannya terlihat rumit dengan dampak positif maupun negatif. Akses pasar yang lebih besar dan investasi asing dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi dapat menyebabkan persaingan ketat di industri domestik dan perubahan perilaku ekonomi yang dapat mengurangi lapangan kerja.

Untuk melawan dampak negatif globalisasi ekonomi, pemerintah Indonesia harus membuat kebijakan yang mendukung industri nasional, melibatkan pemangku kepentingan, dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ini akan sangat penting untuk menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan melindungi kepentingan nasional. (Kompasiana, 2023)

 

Solusi dan Alternatif

Pemerintah Indonesia dan masyarakat dapat mengatasi penolakan terhadap Rohingya dengan langkah-langkah berikut:

  1. Membangun Ketertiban Internasional

Mendukung dukungan internasional dan komitmen untuk menyelesaikan masalah Rohingya, dengan menekankan posisi pemerintah Myanmar.

  1. Meningkatkan Kebijakan Pemerintah

Untuk menyelesaikan masalah Rohingya, gunakan kebijakan yang bijaksana, yang melindungi hak asasi pengungsi dan memberikan penampungan terpisah.

  1. Reintegrasi dan Penerimaan Terbuka

Terima pengungsi dengan ramah, memberikan akses ke pekerjaan, sekolah, dan layanan dasar yang diperlukan untuk integrasi sosial dan ekonomi.

  1. Repatriasi yang Terjamin

Hak-hak pengungsi dilindungi selama pengembalian dan fasilitasi proses repatriasi aman ke negara asal.

  1. Cari Negara Penerima Alternatif

Temukan negara lain yang bersedia menerima pengungsi Rohingya meskipun ada kendala sumber daya..

  1. Menanganan Dampak Ekonomi

Fokus pada perbaikan sosial-ekonomi, terutama untuk kelompok yang rentan, dan mengurangi dampak ekonomi pada masyarakat lokal.

  1. Peningkatan Koordinasi

Untuk menangani krisis pengungsi Rohingya, pemerintah, lembaga, dan masyarakat harus lebih berkolaborasi (Heru Susetyo, 2023).

Dengan mengambil tindakan ini, diharapkan efek negatif penolakan terhadap Rohingya akan berkurang sambil mempertahankan kesejahteraan masyarakat dan kedaulatan negara.

Kesimpulan

Usai membaca artikel ini, harapannya adalah agar masyarakat dan pemerintah dapat mempertimbangkan elemen penting yang telah diungkap.

Pembacaan ini diharapkan mampu memupuk pemahaman yang lebih mendalam dan respons yang lebih baik terhadap permasalahan pengungsi Rohingya. Kesempatan untuk merenung dan terlibat secara lebih mendalam dalam usaha bersama menjadi ajakan untuk memahami kompleksitas masalah ini dan merencanakan langkah-langkah konkret yang dapat memberikan bantuan serta perubahan positif bagi mereka yang terkena dampak. Ini adalah beberapa pilihan alternatif:

  1. Kemanusiaan dan Empati

Merenungkan perjalanan tragis dan penderitaan pengungsi Rohingya, membuka hati untuk merasakan empati dan kemanusiaan. Pertimbangkan bagaimana kita dapat membantu mereka memperbaiki kehidupan mereka.

  1. Pertanggungjawaban Internasional

Memikirkan bagaimana kita semua bertanggung jawab sebagai warga dunia dalam menanggapi krisis kemanusiaan. Bagaimana Indonesia dapat berkolaborasi dengan negara lain dalam upaya menyelesaikan konflik di Myanmar dan melindungi pengungsi Rohingya.

  1. Peran Pemerintah dan Kebijakan yang Jelas

Mengakui bahwa kebijakan pemerintah yang lebih jelas diperlukan dalam hal menangani pengungsi Rohingya. mencari tahu bagaimana masyarakat dapat membantu pemerintah mengambil tindakan nyata dan berkomitmen pada solusi berkelanjutan.

  1. Kesadaran Komunitas dan Pendidikan

Berpikir tentang apa yang dapat dilakukan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang hak asasi manusia, keragaman, dan perjuangan pengungsi. Diskusi terbuka, pendidikan, dan penggalangan dana dapat menjadi langkah nyata.

  1. Penguatan Peran Media

Memahami potensi peran media dalam membentuk opini publik. memikirkan kembali apa yang dilakukan media lokal dan internasional untuk mendukung upaya kemanusiaan, serta cara meningkatkan narasi yang mendukungnya.

  1. Kerjasama Lintas Sektor

Mengingat pentingnya kerjasama lintas sektor dalam menangani dampak sosial dan ekonomi. Masyarakat dapat mempertimbangkan peran yang dimainkan oleh lembaga kemanusiaan, kelompok masyarakat, dan sektor swasta dalam pembuatan solusi yang mencakup semua aspek.

  1. Rasa Bertanggung Jawab Sosial

Menyadari bahwa kita semua bertanggung jawab atas masalah pengungsi Rohingya, bukan hanya pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat. berpikir kritis tentang cara setiap orang dapat membantu membuat lingkungan yang lebih inklusif dan adil.

 

Setelah membaca artikel, merenungkan aspek-aspek ini dapat menjadi landasan untuk tindakan dan perubahan yang baik. Dengan berpikir bersama, pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk menangani tantangan kemanusiaan dan mengembangkan solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. [*]

Dwi Lintang Ambardini

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Komunikasi Terapan Fakultas Sekolah vokasi, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Exit mobile version