Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Update Kasus Perangkat Desa Gemantar Sragen, Tim Pangacara Ajukan Pembelaan Dua Perdes: Tak Semestinya Dipidana, Ini Alasannya!!

Tim pengacara dua perangkat Desa Gemantar, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen memberikan penjelasan kepada awak media, Kamis (7/12/2023). Huri Yanto

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM -– Sempat menjadi sorotan gara-gara laporan sertifikat palsu dan nilai ujian perangkat desa terpilih dinilai tak wajar, hingga polemik tersebut berlanjut cukup rumit dan menjadi perhatian banyak pihak.

Kasus tersebut dihadapi oleh dua perangkat desa Gemantar yakni Erwin Nur Hidayat dan Teguh Yumarudin.

Terkait hal itu, tim pengacara dua perangkat Desa Gemantar, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen tersebut, akhirnya melakukan pembelaan terhadap dua perdes yang kini menjadi terdakwa atas laporan sertifikat Palsu dan nilai tersebut.

Dalam sidang Pledoi yang telah dilakukan pada Selasa (5/12/2023) kemarin, pihak kuasa hukum terdakwa berharap hakim memberikan putusan bebas pada sidang putusan, lantaran tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan.

Kedua terdakwa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen Selama 3 bulan penjara. Melalui Penasehat Hukumnya Lucia Rachmawati dan Antonius Tigor Witono menilai bahwa mereka tidak melakukan pelanggaran hukum sama sekali.

Pada JOGLOSEMARNEWS.COM , kuasa hukum perangkat desa tersebut, Lucia menyampaikan berita yang beredar, seolah-olah mengkonstruksikan kliennya lolos sebagai perangkat desa dengan cara yang curang. Lantas sebagai upaya klarifikasi, pihaknya menyampaikan fakta hukum selama di pengadilan.

Pihaknya menjelaskan para saksi dibawah sumpah selama persidangan bahwa pelapor awalnya melapor pada 17 Januari 2022 menjadi mengadukan pada para terdakwa pada 7 Desember 2021. Pada saat tersebut proses penjaringan masih berlangsung dan belum dilakukan seleksi di Uniba.

”Iya, untuk pelapor saat melaporkan para terdakwa tidak membawa saksi dan tidak membawa alat bukti surat apaaun. Pertama kali melihat fotokopi sertifikat kursus milik para terdakwa adalah di kantor polisi,” kata Lucia Rachmawati, Kamis (7/12/2023).

Lantas fakta persidangan, bahwa keributan akibat penggunaan sertifikat pada 26 November 2021 jam 13.00 terbantahkan oleh sejumlah saksi. Keributan yang terjadi lebih akibat dari penolakan dari Istri pelapor yang meminta perpanjangan waktu pencocokan berkas.

Kemudian dua saksi ahli yang dihadirkan JPU mengakui tidak memiliki kompetensi dan mencabut seluruh keterangannya yang menyamakan sertifikat kursus sebagai sertifikat kompetensi.

Sementara penasehat hukum Antonius Tigor Witono menyampaikan poin yang disampaikan rekannya cukup kuat untuk membebaskan kliennya dari tuntutan jaksa. Terlebih pihaknya menggarisbawahi keterangan saksi ahli.

“Iya benar mas, apakah sertifikat kompetensi itu sama dengan sertifikat kursus, dalam hal ini harus ahli yang menerangkan. Tapi justru dari ahli mengaku tidak memiliki kompetensi menilai itu,” bebernya.

Tigor menambahkan fakta persidangan tersebut sudah dijabarkan dalam agenda pledoi. Pihaknya menyampaikan jadwal putusan diagendakan pada 19 Desember mendatang.

”Keterangan fakta persidangan ini justru membuktikan bahwa tuntutan jaksa itu tidak terbukti,” ujarnya.

Dia menilai berkaitan ijin atau tidak berizin suatu lembaga LPK tak sepatutnya berujung menjadi sanksi pidana. Terkait dakwaan yakni pasal 68 ayat 2 UU Sisdiknas, jika sertifikat yang dikeluarkan bukan sertifikat kompetensi, tidak bisa diterapkan pasal tersebut. Karena Sertifikat yang dikeluarkan yakni sertifikat kursus.

Sebelumnya, JOGLOSEMARNEWS.COM sempat menuliskan kasus pertama kali muncul dengan judul Tak Hanya Sertifikat, Nilai Ujian Perangkat Desa Terpilih di Gemantar Juga Sempat Jadi Sorotan. Dinilai Terlalu dan Tak Wajar sempat menghebohkan warga Sragen.

Kasus itu baru mencuat setelah kedua perangkat terpilih di jabatan Kaur Perencanaan dan Kebayan itu dilantik. Meski demikian, polemik seleksi Perdes di Gemantar itu sebenarnya sempat memanas sejak awal.

Tak hanya isu sertifikat kursus dua peserta terpilih yang disoal, nilai ujian dari LPPM yang diperoleh keduanya juga sempat mengundang kecurigaan.

Sejumlah peserta dan tokoh masyarakat, menyoroti perolehan nilai ujian tertulis dan ujian komputer keduanya yang dinilai tidak wajar karena terlalu tinggi dan terpaut jauh dari peserta lain.

Dari hasil yang beredar saat pengumuman, terlihat perbedaan mencolok pada nilai ujian tertulis dan komputer.
Untuk perangkat terpilih di jabatan Kaur Perencanaan, TY, mendapat nilai ujian tertulis 94 dan ujian komputer 92. Dibanding peserta lainnya, nilai itu terpaut cukup jauh. Di mana peserta lain hanya mendapat 38, 48 dan 51.

Ada satu peserta peringkat kedua mendapat 90. Kemudian pemenang di jabatan Kebayan, ENH juga mendapat nilai ujian tertulis cukup mengejutkan hampir mendekati sempurna.

Ia mendapat nilai 97 untuk ujian tertulis dan 89 pada ujian komputer. Sementara peserta lain hanya mendapat ujian tertulis 48 dan 53 serta satu peserta 96. LPPM yang digandeng disebut LPPM Uniba.

“Seperti enggak wajar saja. Masa ujian tertulis bisa dapat nilai 97 nyaris sempurna. Padahal yang lain hanya separuhnya. Bukan mengecilkan kemampuan, tapi kesannya dari dua peserta pemenang itu nilainya hampir seragam dan sangat tinggi,” ujar R, salah satu peserta menyampaikan curhatannya. Huri Yanto

Exit mobile version