Beranda Umum Nasional Kampus Pengkritik Jokowi Bertambah  Lagi, Kali Ini dari Universitas Airlangga

Kampus Pengkritik Jokowi Bertambah  Lagi, Kali Ini dari Universitas Airlangga

Jokowi lawatan ke Asia Tenggara
Presiden Jokowi (kedua kiri) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (ketiga kanan) tiba untuk meresmikan enam jembatan di Jembatan Sungai Pemali, Brebes, Jawa Tengah, Rabu (3/1/2024) | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Tidak mau ketinggalan dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia, Universitas Airlangga (Unair) mengkritik sikap kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebagaimana diketahui, sebelumnya sudah ada Setelah beberapa kampus seperti UGM, UII, UI, Universitas Andalas, Unpad tampil menyuarakan kerisauan mereka atas pelaksanaan demokrasi, pada Senin lusa, Universitas Airlangga juga ikut bersuara.

Pernyataan sikap itu akan digelar di depan halaman Gedung Pascasarjana, Kampus B Dharmawangsa Universitas Airlangga, Pukul 10.30 pada Senin (5/2/2024).

Saat dikonfirmasi, Dosen Departemen Politik Fisip Unair, Airlangga Pribadi Kusman membenarkan agenda yang dirilis dengan judul Manifesto Akademisi, Keluarga Besar dan Alumni Universitas Airlangga beserta Kolega Sejawatnya.

“Ya benar, ini inisiatif keluarga besar akademisi dan alumni Unair, di dalamnya juga ada beberapa guru besar Unair juga,” kata Airlangga Pribadi Kusman saat dikonfirmasi oleh Tempo pada Sabtu, 3 Febuari 2024.

Airlangga mengatakan, agenda ini adalah pernyataan sikap keluarga besar dan alumni Unair mengenai tindak-tanduk Jokowi sebagai pemimpin negara. Ia mengatakan, Indonesia didesain sebagai negara hukum, apa yang dilakukan Jokowi justru tidak mencerminkan sebagai pemimpin negara.

“Sementara itu kita menyaksikan berbagai pemelencengan-pemelencengan terhadap prinsip-prinsip republik tengah berlangsung dalam beberapa waktu terakhir demi kepentingan personal kekuasaan,” kata Airlangga.

 

Hal itu kata Airlangga bisa dilihat dari upaya Jokowi memanfaatkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubah aturan syarat mendaftar sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) sebagai celah hukum yang memberi jalan kepada putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres.

Baca Juga :  Beban Rakyat Bakal Kian Berat! Usai PPN Naik Jadi 12 Persen, Harga BBM, LPG dan Tarif Listrik Bisa Melonjak

“Ini merupakan indikasi penggunaan fasilitas negara maupun aparat negara demi kepentingan politik partisan elektoral,” katanya.

Airlangga juga menyorot ketidaktegasan pemimpin pemerintah untuk menunjukkan netralitas dalam ucapan dan tindakan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang memiliki kecenderungan membela pasangan calon tertentu karena memiliki hubungan kekeluargaan.

“Hal ini menunjukkan tidak ada teladan etis yang seharusnya dicontohkan oleh pemimpin republik,” katanya.

Dalam perjalanan Republik Indonesia, Airlangga mengatakan, perjuangan menegakkan demokrasi semenjak tahun 1998 membawa seluruh warga Indonesia untuk bangunan kelembagaan Republik Indonesia.

“Perlahan-lahan melangkah menuju tatanan demokrasi yang diperkuat dan diikat oleh TAP MPR tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang bersih dan anti KKN, menegaskan ikrar terhadap tegaknya etika republik dalam bernegara,” katanya.

Oleh karena itu, Keluarga Besar hingga Alumni Unair menyerukan secara tegas kepada Presiden untuk tidak meninggalkan prinsip republik yang menjadi nilai-nilai etis Pancasila, amanat reformasi berkaitan dengan demokrasi dan bebas KKN untuk tidak memihak kepada salah satu paslon dalam Pilpres 2024.

“Apalagi paslon yang bersangkutan terindikasi bertabrakan dengan prinsip republik, amanah reformasi dan demokrasi,” katanya.

Baca Juga :  6 Saksi Ahli Tom Lembong Vs 5 Saksi Ahli Kejagung, Nama Jokowi Disebut-sebut dalam Sidang

 

Hal yang perlu diingat kembali oleh Presiden Jokowi bahwa legitimasi maupun dukungan rakyat kepada pemerintahannya semenjak 9 tahun lalu tidak bisa dilepaskan dari harapan bahwa Presiden akan menjalankan etika republik dan merawat demokrasi maupun pemerintahan yang bebas KKN.

“Hendaknya demikian pula saat akan mengakhiri pemerintahannya Presiden seharusnya mengambil sikap yang tidak menodai prinsip-prinsip utama tersebut,” kata Airlangga.

Setidaknya ada 80 nama yang nantinya turut mendukung agenda desakan ini, di dalamnya merupakan guru besar, dosen hingga alumni Unair. Airlangga mengatakan, daftar nama-nama itu bersifat terbuka.

“Kita juga memanggil seluruh civitas academica dan keluarga besar Universitas Airlangga di mana pun untuk menambahkan nama untuk mendukung agenda ini,” ujar Airlangga.

www.tempo.co