Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pelaporan Film Dirty Vote ke Polisi, Pakar Hukum UGM: Mestinya Bikin Film Tandingan

Cuplikan film Dirty Vote | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Pelaporan  sutradara dan 3 pakar hukum pemeran dalam film Dirty Vote ke Polisi oleh Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) dinilai sebagai langkah yang tidak masuk akal.

Hal tersebut disampaikan oleh pakar Hukum Tata Negara sekaligus Peneliti HAM Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Perdana Wiratraman.

“Kalau dikaitkan dengan konten, (film itu) penuh saintifikasi. Ada data, ada fakta, bahkan ada analisis, yang itu semua menggunakan istilah-istilah populer dalam kajian ilmu hukum tata negara,” kata Herlambang saat mengisi diskusi film di ruang virtual FH UGM, Selasa (13/2/2023).

Herlambang juga menyebut bahwa pelaporan terhadap Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti, beserta Dandhy Laksono selaku sutradara, merupakan bentuk ketidaksiapan pelapor terhadap substansi film ihwal kecurangan Pemilu 2024.

“Pihak-pihak yang keberatan dengan film itu ya bikinlah film-film tandingan, bikinlah produksi pengetahuan yang bisa menandingi data, fakta, dan analisis yang disampaikan ketiga kolega ini,” ujarnya.

Doktor hukum lulusan Universitas Leiden, Belanda itu juga menilai pelapor sebaiknya memberikan sanggahan tanpa menempuh jalur pemidanaan.

“Enggak masuk akal juga kalau ini dipidanakan karena apa yang disampaikan mengenai kepentingan umum,” tuturnya.

Herlambang menjelaskan bahwa konten dalam film itu pada dasarnya merupakan legitimate expression, yakni ekspresi yang seharusnya dilindungi. Dia juga menyebut bahwa seharusnya lembaga-lembaga yang memiliki otoritas perlu menindaklanjuti penemuan dugaan kecurangan dalam film itu. “Harusnya berterima kasih pada para pekerja yang memproduksi film ini,” ucapnya.

Tak hanya itu, pakar HAM itu juga menyebut potensi pembungkaman kebebasan akademisi karena basis konten film Dirty Vote berdasarkan hasil penelitian. Kebebasan berkesenian, jelas Herlambang, juga akan terampas lewat pelaporan film ini.

“Karena ini adalah film, bagian dari art, yang harus dilindungi,” katanya.

Exit mobile version