SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM —Program inovasi di sektor pendidikan dicetuskan oleh Prof. Dr. Bambang Tri Cahyono, pakar pendidikan sekaligus pendiri Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesia Jakarta (IPWIJA). Program tersebut adalah Program Lulus SMA Langsung Doktor atau PSLD.
Dalam program ini, IPWIJA Indonesia menggandeng PT Pelatihan dan Sertifikasi Indonesia (PT PSI). Peluncuran Program SMA Langsung Doktor berlangsung di Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu (28 Februari 2024). Dalam kesempatan itu, Bambang Tri Cahyono didampingi Bimo Wahyu Widodo DS, Direktur PT PSI.
“Program itu bertujuan meningkatkan kualitas dan jumlah doktor di Indonesia. Kami menawarkan program pendidikan akademik dan vokasional yang dirancang secara linear dari S1 sampai S3 di bidang manajemen, administrasi bisnis, keperawatan, pendidikan, kepariwisataan, pembangunan sosial,” kata Bambang, Rabu (28/2/2024).
Lebih lanjut Bambang menjelaskan dalam program ini ada kerja sama antara IPWIJA dengan Philippine Women’s University Philipina. Program SMA menuju doktor ini baru memasuki angkatan pertama pada tahun ini.
Direktur PT Pelatihan dan Sertifikasi Indonesia Bimo Wahyu Widodo, menambahkan program ini akan membantu pemerintah meningkatkan kualitas SDM di tanah air yang selama ini masih kalah jauh dengan negara-negara tetangga. Terutama untuk jumlah doktornya.
Kemudian, perguruan tinggi yang digandeng dalam kerja sama itu merupakan program ini merupakan lembaga perguruan tinggi yang berkualitas yang terakreditasi minimal sangat baik atau disetarakan Dikti untuk universitas luar negeri.
“Program ini bertujuan membantu pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air. Dengan memperbanyak jumlah dan kualitas doktor di Indonesia. Tujuan ini bisa dicapai dengan biaya murah, waktu cepat, dan cara mudah tanpa harus mengurangi kualitas. Sudah direncanakan sejak lulus SMA,” kata Bimo.
Dikatakan Bimo, segmen yang disasar PSLD adalah para orang tua dan lulusan SMA, SMK, atau MA, dan para lulusan S1 dan S2 yang ingin mencapai gelar doktor pada bidang secara linear. Biaya PSLD relatif murah, karena SPP hanya Rp 200 juta, sudah mencakup masa studi S1 ditempuh 4 tahun, S2 ditempuh 2 tahun, dan S3 ditempuh 2-3 tahun (total 9 tahun)
“Atau hanya Rp 90 juta jika ditempuh per strata. Lebih menarik lagi, biaya tersebut dapat diangsur melalui fasilitas pinjaman perbankan yang sudah menjalin kerja sama,” kata Bimo.
Lebih lanjut Bambang menerangkan PSLD ditempuh dengan relatif mudah, karena menggunakan metode campuran antara daring, luring, dan metoda Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) bagi lulusan yang lama bekerja atau meninggalkan kuliah. Di samping itu PSLD dilaksanakan dengan bimbingan intensif dalam penulisan disertasi dan penulisan naskah-naskah akademik seperti jurnal.
“Dari sisi waktu kuliah, masa tempuh pendidikan juga relatif singkat, karena diselesaikan langsung dari S1 ke S3 secara intensif pada satu program studi yang linear. Sehingga peserta program ini dapat memiliki kompetensi yang pasti lebih baik pada bidang yang dipilih,” katanya.
Khusus untuk program doktor, Bimo menanambahkan dapat diselesaikan dalam waktu lebih singkat karena menggunakan sistem trimester. “Saat ini terbukti bahwa peminat program ini semakin meningkat baik dalam jumlah maupun kualitas input, proses, output, dan outcome-nya,” katanya.
Sementara, Bambang Tri Cahyono menyampaikan keberadaan doktor vokasi (doktor terapan) di Indonesia diakui masih minim. Sehingga kondisi itulah yang menjadi salah satu alasan ide memunculkan program SMA Langsung Doktor ini.
Ditambahkannya, doktor vokasi adalah doktor yang berbasis pada industri. Dia memberikan contoh ada doktor pariwisata, doktor keperawatan, doktor manajemen bisnis, doktor pendidikan, dan doktor pembangunan sosial. Menurutnya, semua doktor tersebut sebetulnya berbasis pada kompetensi, bukan pada ilmu.
“Kompetensi itu artinya ada unsur ilmu, keterampilan, dan sikap kerja. Biasanya doktor akademik orangnya memang pintar tapi tidak terampil, dia hanya pintar dalam beradu argumentasi. Tidak terampil dan tidak memiliki sikap kerja karena dia ada di sebuah tempat di mana itu tidak bergaul di masyarakat,” katanya.
Bambang juga mencontohkan keberadaan doktor di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Di kementerian tersebut terdapat dua direktorat jenderal (ditjen) yaitu Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) dan Ditjen Pendidikan Vokasi, di mana jumlah doktor di Ditjen Dikti sudah relatif memadai, sementara di Ditjen Pendidikan Vokasi masih kekurangan doktor. “Maka muncullah Program SMA Langsung Doktor,” katanya. (Ali)