SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Wakil Walikota Solo, Teguh Prakosa menyebut penanganan stunting wajib dimulai dari keluarga sebagai lingkungan terdekat anak.
Hal itu dilontarkannya dalam Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten/Kota Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta dan Eks-Karesidenan Pati yang digelar di Solo, Senin (4/3/2024).
“Kalau bicara stunting mulai dari keluarga, praktiknya memang tidak mudah. Jadi kalau lihat ke daerah, kita harus mulai dari keluarga, dari rumah ke rumah. Setidaknya rumah tidak kumuh dan layak huni,” ujarnya.
Teguh menambahkan, 90 persen penyebab stunting adalah kemiskinan.Sedangkan 10 persen lainnya karena keluarga yang tidak harmonis sehingga berdampak pada kurangnya perhatian orang tua pada anak.
“Ini menyebabkan anak-anaknya tidak dilihat, tidak diajak komunikasi secara baik. Mereka tidak melihat perkembangan dan pergaulan anak. Terus usia SMP sudah hamil, pasti ini melahirkan bayi yang stunting karena secara psikis memang belum cukup umur,” imbuhnya.
Terkait hal itu, Teguh menjelaskan jika jumlah kasus stunting makin tinggi, maka bonus demografi tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Pasalnya, hingga tahun 2045 bonus demografi Indonesia, 70 persennya adalah usia muda 30-45 tahun.
“Dan itu isinya orang bodoh, stunting. Umur tercapai, tapi secara fisik stunting akan merusak otak kalau sasaran gizi, protein tidak diberikan secara baik,” terangnya.
Untuk itu, Teguh terus mendorong percepatan penanganan stunting mulai dari pemberian nutrisi yang baik hingga terapi untuk anak berisiko stunting. Di Solo sendiri, jumlah stunting saat ini sebanyak 923 kasus. Angka tersebut turun dari tahun sebelumnya di mana angka stunting mencapai 1.050 kasus.
“Meski turun, untuk jumlah anak yang berisiko stunting masih cukup tinggi, yakni di kisaran 3.000 kasus,” tukasnya. Prihatsari